Saturday, March 7, 2020

Makalah Pengertian dan Sejarah Logika


A.    Pengertian Logika
Perkataan logika diturunka n dari kata sifat logike, bahasa Yunani, yang berhubungan dengan kata benda logos, berarti pikiran atau perkataan sebagai pernyataan dari pikiran. Logika merupakan cabang dari filsafat. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (logika scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat dan teratur. Secara loghawiyah, logika itu berari ilmu berkata benar atau ilmu berpikir benar. Kebenaran adalah syarat bagi tindakan untuk mencapai tujuannya, bagi pelaku perbuatan untuk mewjudkan nilai.
Logika adalah bagian filsafat yang memperbincangkan hakikat ketepatan, cara  menyusun pikiran yang dapat menggambarkan kedekatan berpengetahuan tepat belum tentu benar, sedangkan benar selalu mempunyai dasar yang tepat. Logika tidak mempersoalkan kebenaran sesuatu yang dipikirkan, tetapi membatasi diri pada ketepatan susunan berfikir menyangkut pengetahuan. Jadi, logika memprasyaratkan kebenaran, bukan wacana kebenarannya. Hendaknya, kita mampu membedakan ketepatan susunan berpikir dari cara berpikir. Apabila ketepatan susunan pikiran merupakan logika dan bagian filsafat maka cara berfikir menjadi bahan kajian psikologi.
Sebagaimana telah diketahui bahwa sejak awal keberadaannya, manusia telah memakai logika untuk dapat hidup, terpelihara dan berkembang dengan baik. Ketepatan dan kebenaran dalam memikirkan sesuatu apapun akan diperlukan. Merupakan hal yang sangat berbahaya, apabila manusia salah dalam menanggapi masalah yang penting. Pada awal kelahiran, logika manusia itu sangat sederhana dan digunakan untuk menghadapi hal-hal sederhana dengan hasil sederhana pula. Logika yang demikian bersifat alami atau disebut logika naturalis yang berdasarkan kodrat atau fitrahnya saja, misalnya untuk membedakan makan dan tidak makan.
Pemahaman esensial bagi logika, ialah bahwa apa yang dibicarakan logika hanya menyangkut ketepaan susunan berpikir. Hal ini akan menimbulkan pertanyaan mengenai kebenaran atas apa yang dipikirkan.
Dalam percakapan  biasa, logika sering diguakan sebagai kata lain dari nalar atau argumen. Kita juga mengenal istilah deontik logika yang berati penyataan deontik. Deontik merupakan istilah yang dikemukakan G.H. von Wright, bertalian dengan konsep permisibilitas dan obligatoriness. Konsep ini dinyatakan bentuk boleh, seyogianya dan seharusnya. Konsep-konsep ini disebut juga modalisasi deontik. Logika mereka memperlihatkan analogi-analogi dengan logika keseharusan (nesesitas) dan kemungkinan (posibilitas). Konsep deontik dapat dibandingkan dan dikontraskan dengan konsep normatif mengenai kebenaran dan kesalahan diantara konsep-konsep yang paling umum d an konsep analogis mengenai baik dan buruk.
Nama logika untuk  pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad ke-1 Sesudah Masehi), tetapi dalam arti seni berdebat. Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah masehi) adalah orang pertama yang mempergunakan kata logika dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus setidaknya pemikiran kita. (K. Bertens, 1975, hlm. 137-138).
Aristoteles pun telah berjasa dalam dalam menemukan logika. Namun,  Aristoteles belum menggunakan nama logika. Aristoteles memakai istilah analitika dan dialektika analitika untuk penyelidikan mengenai berbagai argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang benar, sedangkan dialektika untuk penyelidikan mengenai argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari hipotesis atau putusan yang tidak pasti kebenarannya.
Aristoteles membagi ilmu pengetahuan atas tiga golongan, yaitu ilmu pengetahuan praktis, produktif, dan teoritis. Ilmu pengetahuan produktif menyangkut pengetahuan yang sanggup menghasilkan suatu karya (teknik dan kesenian). Ilmu pengetahuan praktis meliputi etika dan politika. Sedangkan ilmu pengetahuan teoritis mencangkup tiga bidang, yakni fisika, matematika, dan filsafat.
Dalam abad pertengahan otorite Aristoteles diakui sedemikian tingginya sehingga karya-karya logikanya kemudian diwajibkan untuk dipelajari dalam pendidikan untuk warga bebas.
B.     Sejarah Logika
Awal lahirnya ilmu logika tidak dapat dilepaskan dari upaya para ahli pikir Yunani. Mereka berusaha menganalisis kaidah-kaidah berpikir dan menghindari terjadinya kesalahan dalam membuat kesimpulan. Ahli pikir yang memelopori perkembangan logika sejak awal lahirnya adalah Aristoteles (384-322 SM). Perkembangan logika setelah masa Aristoteles banyak dilanjutkan oleh para muridnya, diantaranya Theoprastus dan Porphyrius.
Theoprastus adalah orang yang memimpin aliran peripatetik (warisan gurunya) yang telah menyumbangkan pemikiran tentang pengertian yang mungkin (yaitu pengertian yang tidak mengandung kontradiksi dalam dirinya) dan sifat asasi dari setiap kesimpulan (harus mengikuti unsur terlemah dalam pangkal pikir).
Adapun Porphyrius adalah seorang ahli pikir dari Iskandariah yang amat terkenal dalam bidang logika. Porphyrus telah menambahkan satu bagian baru dalam pelajaran baru dalam logika, yang dinamakan eisagoge. Dalam pelajaran ini dibahas lingkungan zat dan sifat didalam alam yang sering disebut klarifikasi. Pada masa beliau, logika telah berkembang ke berbagai wilayah, seperti Athena, Antiokia, Iskandariah, dan Roma.
Di samping jasa para jasa muridnya tersebut, perkembangan logika juga mengalami kendala. Pada tahun 325 M, dimana Kaisar Konstantin bertakhta, telah berlangsung sidang geraja pertama didunia, yaitu di Nicae yang dihadiri para Bishop dan Patriach. Salah satu keputusan yang diambil adalah membatasi pelajaran logika hanya sampai perihermenias, sedangkan bagian-bagian lain dilarang.
Sebagai dampak dari pelanggaran ini, muncul inisiatif dari seorang komentator yaitu Boethius (480-524 M) untuk menerjemahkan buku Logika dari bahasa Yunani (Greek) kedalam bahasa latin. Buku yang diterjemahkan tersebut adalah termasuk yang dilarang, sebagai konsekuensinnya Boethiu dijatuhi hukuman mati. Sejak saat itulah pelajaran logika di Barat hampir selama seribu tahun juga mengalami kematian pemikiran.
1.      Perkembangan Logikan Zaman Perkembangan Islam
Upaya untuk mengembangkan logika, tampak dari beberapa filsuf Islam yang aktif menyalin buku-buku karya Aristoteles kedalam bahasa Arab. Diantara filsuf Islam tersebut adalah Johana bin Pafk yang menyalin buku kategori Aristotes menjadi Manqulatul-Assyarat li Aristu, Ibnu Sakkit Jakub Al-Nahwi (803-859 M) memberi komentar dan tambahan dalam bukunya Ishlah fil- Manthiqi, Jakub bin Ishak Al-kindi (791-863 M) menyalin bagian-bagian logika Aristoteles dan memberi komentar satu per satu. Penyalinan bagian-bagian ini tidak dilarang kaum gereja.
Upaya untuk menerjemahkan karya Aristoteles dalam bentuk yang menyeluruh telah dilakukan Al-farabi (873-950 M). Disamping mampu menguasai bahasa Yunani tua (Greek), beliau juga dikenal sebagai guru kedua Aristoteles karena ulasan dan komentar-komentarnya. Beliau telah menghasilkan 4 karya dibidang logika, yaitu sebagai berikut :
a.         Kutubul Manthiqil-Tsamaniyat (menyalin dan memberi komentar 7 bagian karya Aristoteles dan menambahkan satu bab yang baru, sehingga kesemuanya adalah 8 buah).
b.         Muqaddamat Isaguji Allati Wadha'aha Purpurius (memberikan komentar atas bagian klasifikasi yang diciptakan Porphyrius).
c.         Risalat fil-Manthiqi, al-qaulu fi syaraitil-yaqini (membahas dan merumuskan syarat-syarat kontrakdiksi dari karya Aristoteles).
d.        Risalat fil-Qiyas, fushulun Yuhtajju ilaiha fi shina'atil-Manthiqi (membahas bentuk-bentuk silogisme dan merumuskan persyaratannya berdasarkan hukum Aristoteles).
Ahli pikir muslim lain yang juga ikut mengembangkan logika adalah Abu Addilah Al-Khawarizmi, yang tekah menyusun dan menciptakan Aljabar serta buku Mafatihul ulum fil-Manthiqi (berisi komentar tentang logika), Ibnu Sina dengan karya besarnya Asyiffa, yang salah satu bagiannya membahas tentang logika. Adapun karyanya yang khusus membahas logika adalah isyarat wal tan bihat fil-Manthiqi. Buku ini setelah diolah oleh pemikir barat, dijadikan sebagai standar pelajaran logika pada abad ke-17 dan telah melahirkan aliran Port Royal di Prancis.
Memasuki abad ke-14, banyak reaksi yang muncul terhadap pelajaran tentang logika. Mereka dipandang terlalu memuja akal dalam mencari kebenaran sehingga banyak tuduhan eksterm kepada para pemuja akal ini. Ahmad Ibnu Taimiah (1263-1328 M) menentang pelajaran logika dengan mengeluarkan sebuah karyanya Fashihtu ahlil-Imam fil-Raddi'ala Manthiqil Yunani (ketangkasan pendukung keimanan menangkis logika Yunani). Adapun Saaduddin Al-Taftazani (1322-1389 M) telah menjatuhkan hukuman haram bagi orang yang mempelajari logika.
Perkembangan logika semakin redup dengan jatuhnya Andalusia pada pertengahan abad ke-15. Hingga abad ke-20 hanya beberapa karya logika yang lahir, diantaranya karya Ibnu Khaldun, Al-duwani dan Al-Akhdhari. Untuk karya Al-Akhdhari (sullam fil Manthiqi) banyak dipakai sebagai pelajaran dasar logika di dunia islam, termasuk Indonesia. Namun demikian, roh semangat untuk mempelajari logika mulai bangkit kembali pada awal abad ke-20 dengan munculnya gerakan pebaruan islam di Mesir yang dipelopori oleh Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh.
2.      Perkembangan Logika Dibarat
Petrus Alberadus (1079-1142 M) adalah ahli pikir yang coba menghidupkan kembali pelajaran logika di perguruan tinggi upaya beliau adalah menyampaikan pelajaran logika dari Aristoteles yang tidak dilarang, diantaranya Categoriae, Eisagoge dan Deinterpretatione. Meskipun demikian, beliau berusaha untuk menggali naskah dari Cicero (topic), Apuleus (komentar tentang perihermenias), dan bothius (komentar tentang de interpretatione). Keseluruhan naskah ini kemudian dikenal sebagai Ars Vetus (logika tua).
Jadi jika diringkas, sejarah logika pertama-tama disusun oleh Aristoteles, sebagai sebuah ilmu tentang hukum berfikir guna memelihara jalan pikiran dari setiap kekeliruan. Logika sebagai ilmu baru pada waktu itu, disebut dengan nama Analitika dan Dialektika. Kumpulan karya tulis Aristoteles mengenai logika diberi nama Organon.
Theoprastus, memberi sumbangan terbesar dalam logika, yaitu penafsirannya tentang pengertian yang mungkin dan juga tentang sebuah sifat asasi dari setiap kesimpulan. Kemudian Porphyrius seorang ahli pikir di Iskandariah menambahkan satu bagian baru dalam pelajaran logika. Bagian baru ini disebut eisagoge, yakni sebagai pengantar categorie. Dalam bagian baru ini dibahas lingkungan zat dan lingkungan sifat didalam alam yang biasa disebut dengan klasifikasi.
Tokoh logika pada zaman islam adalah Al-Farabi yang terkenal mahir dalam bahasa Yunani tua, menyalin seluruh karya tulis Aristoteles dalam berbagai bidang ilmu dan karya tulis ahli-ahli pikir Yunani lainnya.
Karya Aristoteles tentang logika dalam buku Organon dikenal didunia Barat selengkapnya adalah sesudah berlangsung penyalinan yang sangat luas dari sekian banyak ahli pikir islam ke dalam bahasa latin.
Petrus hispanus menyusun pelajaran logika berbentuk sajak. Petrus hispanus inilah yang mula-mula mempergunakan berbagai nama untuk sistem penyimpulan yang sah dalam perkaitan bentuk silogisme kategorik dalam sebuah sajak. Kumpulan sajak Petrus hispanus mengenai logika ini bernama semmulae.
Francis Bacon melancarkan serangan sengketa terhadap logika dan menganjurkan penggunaan sistem induksi secara lebih luas. Serangan Bacon terhadap logika ini memperoleh sambutan hangat dari berbagai kalangan dibarat sehingga kemudian perhatian lebih ditujukan kepada sistem induksi.
Pembaruan logika dibarat berikutnya disusun oleh penulis lainnya diantaranya Leibniz. Ia mengajurkan penggantian pernyataan dengan simbol-simbol agar lebih umum sifatnya dan lebih mudah melakukan analisis. Demikian juga Leonhard Euler, seorang ahli matematikan dan logika Swiss melakukan pembahasan tentang term-term dengan menggunakan lingkaran-lingkaran untuk pembahasan tentang antarterm yang terkenal dengan sebutan sirkel-euler.
John Stuart Mill mempertemukan sistem induksi dengan sistem deduksi. Setiap pangkal pikir besar didalam deduksi memerlukan induksi dan sebaliknya memerlukan deduksi bagi penyusuna pikiran mengenai hasil eksperimen dan penyelidikan. Jadi, kedua duanya-bukan bagian yang saling terpisah, tetapi sebetulnya saling membantu.
Logika formal sesudah masa Mill lahirlah sekian banyak buku baru dan ulasan tentang logika. Sejak pertengahan abad ke-19 mulai lahir satu cabang baru yang disebut dengan logika simbolis. Pelopor ligika simbolis pada dasarnya sudah mulai oleh Leibniz.
Logika simbolis pertama dikembangkan oleh George Boole dan Augustus de Morgan. Boole secara sistematis dengan memakai simbol-simbol yang cukup luas dan metode analisis menurut matematik, dan de Morgan merupakan seorang ahli matekatik Inggris yang memberi sumbangan besar pada logika simbolis dengan pemikirannya tentang relasi dan negasi. Tokoh logika simbolis yang lain adalah John Venn, ia berusaha menyempurnakan analisis logis dari Boole dengan merancang diagram lingkaran yang kini dikenal sebagai diagram Venn untuk menggambarkan hubungan-hubungan dan memeriksa sahnya penyimpulan dari silogisme.
                                                                                            i.                        Perkembangan Logika Masa Yunani Kuno
Logika dimulai sejak Thales (624-548 SM), filsuf Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, tahayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta.
Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas pertama alam semesta, saat itu Thales telah mengenalkan logika induktif.
Kemudian Aristoteles mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut logica scientica. Arisoteles mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air adalah arkhe alam semesta dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu.
 Dalam logika Thales, air adalah arkhe alam semesta, menurut Aristoteles disimpulkan dari :
Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan
Air adalah jiwa hewan
Air adalah jiwa manusia
Air jugalah uap dan
Air jugalah es
Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu

Logika telah mulai dikembangkan sejak Thales memperkenalkan pernyataannya,. Kaum Sofis beserta Plato (427 SM-347 SM) mereka juga mengawali dan memberikan masukan-masukan dalam bidang logika.
Logika masih disebut dengan analitica pada masa Aristoteles. Secara khusus analitica meneliti berbagai pendapat yang berawal dari proposisi yang benar. Dialektika secara khusus meneliti argumentasi atau pendapat yang bermula dari proposisi yang masih diragukan tentang kebenarannya. Menurut Aristoteles inti dari logika adalah silogisme.
Buku Aristoteles to Oraganon (alat) berjumlah enam, yaitu:
1.   Categoriae menguraikan pengertian-pengertian
2.   De interpretatione tentang keputusan-keputusan
3.   Analytica Posteriora tentang pembuktian.
4.   Analytica Priora tentang Silogisme.
5.   Topica tentang argumentasi dan metode berdebat.
6.   De sohisticis elenchis tentang kesesatan dan kekeliruan berpikir.
Pada tahun 370 SM - 288 SM Theophrastus, salah satu murid Aristoteles yang menjadi pemimpin di Lyceum, melanjutkan pengembangan logika.
Zeno dari Citium 334 SM - 226 SM  memeperkenalkan Istilah logika untuk pertama kalinya yang merupakan pelopor Kaum Stoa. Sistematisasi logika terjadi pada masa Galenus (130 M - 201 M) dan Sextus Empiricus 200 M. Mereka adalah dua orang dokter medis yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.
Porohyus (232 - 305) membuat suatu pengantar (eisagoge) pada Categoriae, salah satu buku Aristoteles.
Boethius (480-524) menerjemahkan Eisagoge Porphyrius ke dalam bahasa Latin dan menambahkan komentar- komentarnya.

1 comment:

  1. How to get a casino at the airport (outside of Atlantic City)
    Borgata Hotel 진주 출장샵 Casino 군포 출장샵 & Spa 진주 출장안마 provides an array 포천 출장안마 of popular Atlantic City hotel amenities, with a 대전광역 출장마사지 variety of casino games including slot machines,

    ReplyDelete

Community Shield 2025 – Crystal Palace Juara!

Dramatis!!!! Crystal Palace mengukir sejarah. Mereka berhasil mengalahkan Liverpool melalui adu penalti dramatis 3–2, setelah bermain imbang...