BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia keilmuan Islam, pendidikan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia, karena dengan pendidikan manusia akan bisa Berjaya di muka bumi ini. Sebagai suatu sistem, pendidikan memiliki sejumlah komponen yang saling berkaitan antara yang satu dan lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komponen pendidikan tersebut antara lain komponen kurikulum, guru, metode, sarana prasarana dan evaluasi. Sementara diketahui bahwa dewasa ini tugas guru semakin terasa berat. Hal ini terjadi antara lain karena kemajuan di bidang ilmu penegtahuan dan teknologi serta perubahan cara pandang dan pola hidup masyarakat yang menghendaki strategi dan pendekatan dalam proses belajar mengajar yang berbeda-beda, di samping materi pengajaran itu sendiri.
Dengan keadaan perkembangan masyarakat yang sedemikian itu, maka pendidik merupakan tugas terberat dan mememrlukan seseorang yang cukup memiliki kemampuan yang sesuai dengan jabatan tersebut. Profesionalitas seorang guru berkaitan dengan upaya penyiapan peerta didik menjadi manusia yang ulul albab yang nantinya diharapkan bisa mengangkat dunia keilmuan. Untuk mewujudkan profesionalisme dalam probadi seorang guru memerlukan proses yang cukup panjang diperlukan penyadaran akan tugas dan tanggung jawab. Kemudian adanya pendidikan profetik yaitu nilai pendidikan yang memiliki pilar humanisasi, linerasi dan transendensi sekaligus. Dengan demikian pendidikan profetik adalah pendidikan yang mendasarkan diri pada proses penguatan terhadap peserta didik agar memiliki karakter hidup yang berdimensi transendesi yang kuat dan stabil untuk mampu mewujudkan kehidupan yangb ideal yang di dalamnya terintegrasi dengan nilai humanisasi dan liberasi sekaligus.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan pendidik profetik?
2. Apakah peran guru dalam pembelajaran?
3. Apa yang dimaksud dengan guru profesional?
4. Bagaimana etika profesi guru?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang pendidik profetik
2. Untuk mengetahui peran guru dalam pembelajaran
3. Untuk mengetahui tentang guru professional
4. Untuk mengetahui etika profesi guru
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidik Profetik
Profetik Secara etimologis, istilah pendidik dalam konteks pendidikan Islam sering disebut dengan istilah murabbi, mu’allim, atau muaddib. Pertama, Kata murabbi yang sering diartikan sebagai pendidik berasal dari kata rabbaya. Kata dasarnya adalah raba, yarbu, yang berarti “bertambah dan tumbuh”. Kata “tarbiyah” yang berarti pendidikan juga berasal dari kata ini. Selain itu, kata raba juga membentuk kata rabwah yang memiliki arti dataran tinggi, sehingga dapat ditegaskan bahwa rabbaya sebagai pekerjaan mendidik dapat dimaknai dengan aktivitas membuat pertumbuhan, perkembangan, serta penyuburan. Maka dari itu, posisi guru sebagai murabbi sangat berperan dalam membimbing peserta didik, agar ia mampu tumbuh, berkembang, serta subur secara jiwa maupun intelektual. Kedua, Kata lain yang sering digunakan dalam menyebut pendidik adalah mu’allim. Kata tersebut berasal dari kata ‘allama, sedangkan kata dasar ‘allama adalah ‘alima yang berarti mengetahui. Istilah mu’alim yang merujuk pada guru menggambarkan sosok seseorang yang memiliki kompetensi keilmuan mendalam, sehingga ia layak menjadikan orang lain memiliki ilmu yang setara denganya atau melebihi ilmu guru tersebut.
Guru juga disebut dengan al-mu’addib. Kata ini merupakan isim fa’il dari kata addaba yang berasal dari kata adaba yang berarti sopan, dan addaba berarti membuat orang menjadi sopan. Maka, tugas guru sebagai mu’addib adalah menuntun siswa agar ia memiliki akhlak mulia sehingga berperilaku terpuji. Hal ini sama seperti tugas rasul untuk menyempurnakan akhlak manusia. Jadi, terlihat jelas bahwa pendidik memiliki tanggung jawab yang besar dalam dunia pendidikan. Dalam hal ini titik tekan guru fokus pada pembimbingan anak supaya potensi yang dimiliki anak dapat tumbuh secara maksimal.
Kata profetik berasal dari bahasa inggris, prophet yang berarti nabi. Beranjak dari akar kata demikian, ketika ditinjau dari kata sifat, maka menjadi prophetic atau profetik dengan makna sifat kenabian, sedangkan definisi pribadi profetik menurut Hamdani Bakran yaitu pribadi yang ruhaniahnya telah berjalan secara baik dalam diri seseorang, sehingga ia mampu mengendalikan segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas mental, spiritual dan fisik.
Kata prophetic yang dari bahasa Inggris ini berasal dari bahasa Yunani ‘prophetes’ sebuah kata benda untuk menyebut orang yang berbicara awal atau orang yang memproklamasikan diri dan berarti juga orang yang berbicara masa depan. Profetik atau kenabian di sini merujuk pada dua misi yaitu seseorang yang menerima wahyu, diberi agama baru, dan diperintahkan untuk mendakwahkan kepada umatnya disebut rasul (messenger), sedangkan orang yang menerima wahyu berdasarkan agama yang ada dan tidak diperintahkan untuk mendakwahkannya disebut nabi (prophet). Kemudian, ada pula istilah warasatul anbiya yaitu tertuju pada ilmuwan (ulama) karena mereka merupakan para pewaris nabi dalam upaya mendakwahkan ajaran agama.
Dalam bahasa arab, istilah kenabian disebut ‘nabiy’ yang kemudian membentuk kata nubuwwah yang juga berarti kenabian. Dalam Al-Qur’an kata nabi beserta derivasinya tercatat ada 69 kali. Nabi adalah hamba Allah yang ideal secara fisik (berbadan sehat dengan fungsi optimal) dan psikis (berjiwa bersih dan cerdas) yang telah berintegrasi dengan Allah dan malaikatnya, diberi kitab suci dan hikmah, serta mampu mengimplementasikan hal tersebut dalam tingkah laku dan mengkomunikasikan secara efektif kepada sesama manusia.
Dalam firman Alloh SWT
“Artinya; kita harus percaya bahwa semua nabi memiliki kualitas terbaik, mereka bebas dari sifat bohong, pengkhianat, dan khas dengan ciri terpecaya, benar, dan sangat bijak. ( Q.S. al-Anbiya:73).”
Sifat-sifat yang selalu menghiasi setiap nabi adalah as-sidiq, al-Amanah, at-Tablig, dan al-Fatanah. Kata as-sidiq pada mulanya menggambarkan kekuatan, karena kebenaran itu adalah kekuatan, sebab ia memiliki kekuatan. Maka, hanya jiwa yang kuat pula lah yang mampu mengutarakannya. Sebaliknya, kebohongan tidak memiliki kekuatan pada dirinya, sehingga orang yang mengucapkannya juga lemah. Dengan demikian, sifat shidiq mengharuskan adanya kekuatan sekaligus kesungguhan. Akan tetapi, sifat sidiq tidak sekedar menuntut kesungguhan dan kesempurnaan dalam tugas/ pekerjaan yang dilakukan, akan tetapi juga mencakup disiplin yang kuat dan juga beberapa metode yang digunakan dalam menjalankan tugas.
Sifat kedua adalah alamanah . Kata alamanah seakar dengan kata iman dan aman, lawan katanya adalah khianat. Amanah adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain untuk dipelihara dan dikembalikan bila tiba saatnya atau bila diminta oleh pemiliknya. Amanah diberikan kepada orang yang dinilai oleh pemberinya dapat memelihara amanah tersebut. Harapannya, si pemberi maupun si penerima amanah saling merasa aman. Meski demikian, Allah tidak murka ketika ada yang menolak untuk menerima amanah. Hal ini dapat dilihat dalam Q.S. al-Ahzab: 33/72 yang artinya:
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh ( Q.S. al-Ahzab: 33/72).
Sifat lain yang menghiasi akhlak seorang nabi adalah sifat tablig. Tablig adalah penyampaian yang harus disampaikan. Selain itu, tablig juga berarti keterbukaan. Keterbukaan ini bukan berarti menyampaikan apa yang seharusnya dirahasiakan, tidak juga mengabaikan unsur waktu, tempat, dan sasaran. Akan tetapi, secara jelasnya tablig atau keterbukaan itu melahirkan pengetahuan bersama yang pada akhirnya bermuara pada konsep kepemilikan bersama. Salah satu contohnya adalah tablig yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. yakni beliau menyampaikan pesan-pesan Allah, meskipun hal tersebut berisi teguran bagi beliau.
Al Fatanah berarti kecerdasan, terutama segala hal yang berkaitan dengan fungsi/peranan yang diemban. Dalam hal ini perlu digarisbawahi bahwa kecerdasan intelektual tidak harus diartikan pengetahuan menyangkut segala sesuatu. Karena kecerdasan seseorang tidak dinilai dengan banyaknya yang dia diketahui, sebab pengetahuan tidak dihadapkan dengan kebodohan. Seseorang dinilai sudah memiliki kecerdasan intelektual apabila ia mengetahui secara baik apa yang berkaitan dengan tugas/ fungsinya. Kemudian, kecerdasan spiritual menjadikan seseorang memiliki sikap kepekaan yang mendalam, mencakup hal-hal yang bersifat supranatural dan religius. Selain itu, kecerdasan emosional lah yang bertugas untuk mengendalikan nafsu. Kecerdasan ini menjadikan jiwa manusia seimbang, sehingga ia bisa berfikir logis, objektif, bahkan memiliki kesehatan dan keseimbangan tubuh. Jika kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional dikombinasikan, maka akan melahirkan sosok yang selamat secara lahir dan batin.
Sifat-sifat nabi ini lah yang menjadi titik tolak untuk menjabarkan makna integritas pribadi. Tidak semua orang mampu memadukan dalam dirinya secara optimal semua potensi yang dianugerahkan Allah kepadanya, hanya segelintir manusia saja. Manusia itu tidak lain adalah para nabi/ rasul, bahkan dalam keterpaduan itu, mereka pun memiliki posisi yang berbeda-beda.
Pencapaian peringkat tertinggi dari integritas pribadi disebut dengan Insan kamil, yaitu yang dapat mengaktualisasikan sifat-sifat Tuhan dalam dirinya, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk. Dalam hal ini Nabi Muhammad menjadi contoh real yang patut untuk diteladani. Beliau senantiasa menghiasi perilaku dengan segala yang baik-baik (berakhlak al-karimah). Maka dari itu, kita sebagai umat yang berada pada posisi di zaman akhir, sudah seharusnya meniru sifat-sifat nabi dalam menjalankan kehidupan, meskipun tidak semua sifat tersebut dapat kita rangkai secara keseluruhan dalam sebuah individu. Tidak perlu merasa takut, karena tugas seorang umat tidak lain adalah meneladani dan mengambil pelajaran dari para utusan Allah. Memiliki jiwa profetik, hal ini lah yang menjadi dambaan setiap umat. Berharap mampu menerap jiwa profetik di berbagai bidang, baik bidang ekonomi, sosial, politik, dan juga pendidikan
Maka dari itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa makna pendidik profetik adalah pendidik yang memiliki tugas untuk membimbing peserta didik menuju insan kamil dengan cara meneladani sifat-sifat nabi dalam menyampaikan risalahnya, yang sudah pasti bertendensi pada ajaran Islam. Dengan harapan dapat membentuk peserta didik yang tuntas dalam ilmu pengetahuan dan juga berperilaku terpuji.
1. Urgensi Pendidik Profetik dalam Pendidikan
Seorang pendidik memiliki pengaruh yang sangat besar dalam dunia pendidikan, terutama dalam proses pembelajaran. Suatu lembaga pendidikan boleh tidak memiliki gedung yang megah, fasilitas yang tidak lengkap, dan sarana prasarana lainnya yang kurang memadai. Hal ini bisa diatasi seiring berjalannya waktu, karena masih ada sekumpulan guru atau pun pihak lain yang bersedia untuk membantu mengatasi masalah tersebut. Akan tetapi, riwayat lembaga pendidikan akan sirna jika komponen yang hilang adalah guru. Karena secara otomatis pendidikan akan terbengkalai, bahkan akan terhenti, lalu akan mati secara perlahan. Kiranya demikian gambaran tentang berharganya posisi seorang pendidik atau guru. Islam sangat menghormati dan menghargai orang-orang yang mau bertugas sebagai pendidik, baik dengan panggilan sebagai guru, dosen, ustad, mursyid, mudarris, mu’allim, muballig, dai, penyuluh, fasilitator, tutor atau yang lainnya. Apalagi teruntuk guru agama, Allah telah memberikan predikat sebagai orang yang terbaik dikalangan umatnya, karena ia telah mengajarkan Al-Qur’an beserta seluruh isi kandungannya.
2. Kriteria Pendidik Profetik
Kriteria Pendidik Profetik Secara ideal, keberhasilan seorang pendidik dalam pendidikan Islam sudah seharusnya mengacu kepada perilaku Nabi Saw., karena beliaulah satu-satunya pendidik yang berhasil, yakni dengan menjadi pendidik profetik. Meski demikian, kita sebagai manusia biasa, tentu menyadari bahwa tidak semua perilaku rasul dapat ditiru secara keseluruhan. Kita hanya memiliki kemampuan terbatas untuk meniru segalagalanya dari beliau, walaupun hal itu tetap kita cita-citakan sebagai sebuah idealitas. Maka dari itu, untuk melacak asumsi-asumsi keberhasilan pendidik, dirasa perlu meneladani beberapa hal yang dianggap esensial. Dengan harapan suatu saat nanti dapat mendekatkan antara realitas (perilaku pendidik agama yang ada) dan ideaalitas (Nabi Muhammad sebagai pendidik.
Kriteria tersebut pada intinya terkait dengan aspek personal-religius, sosial-religius dan professional-religius dari guru. Kata religius selalu bergandengan dengan masing-masing kriteria tersebut menunjukkan adanya komitmen guru terhadap Islam sebagai kriteria utama. Tujuannya agar segala masalah pendidikan dihadapi, dipertimbangkan, dipecahkan, dan ditundukkan dalam perspektif Islam. Aspek personal menyangkut pribadi pendidik itu sendiri, ia harus memantaskan diri sebagai sosok yang digugu dan ditiru oleh anak didiknya. Seorang guru yang baik mempunyai personaliti yang dapat membina dirinya sebagai seorang guru yang berkompeten. Sifat mesra, kelakar dan empati merupakan beberapa ciri yang harus dimiliki oleh seorang guru. Ibnu Shahnum menggariskan beberapa sifat yang perlu ada dalam diri seorang pendidik, yakni ikhlas, taqwa, bertanggung jawab, dan bersopan santun. Selanjutnya, aspek sosial meliputi kemampuan pendidik dalam menyampaikan pendapat, kemampuan menerima kritik, saran, dan pendapat orang lain, mudah bergaul. dengan kalangan sejawat, karyawan dan peserta didik, serta toleran terhadap keragaman (pluralisme) di masyarakat. Dalam hal ini, pendidik harus pandai dalam mengontrol diri. Karena segala gerak gerik seorang guru menjadi sorotan di tengah-tengah masyarakat. Misalnya, ketika ia berpendapat, diksi yang digunakan harus tepat agar tidak terjadi pertentangan antara satu dengan yang lain. Pun demikian ketika guru menerima kritik dari berbagai pihak, ia harus bijak dalam menerima kritikan.
Kemudian, ketika seorang pendidik berhadapan dengan teman sejawat atau pun dengan peserta didik, ia sudah seharusnya tetap menjaga kewibawaan sebagai seorang pendidik dengan bersikap sewajarnya saja. Begitu pula ketika berada di kalangan masyarakat umum, pendidik juga harus mampu menjadi pemersatu dalam keragaman yang ada. Tentu saja dalam menjalankan semua itu, pendidik harus berpegang sesuai ajaran Al-Qur’an dan Hadis (sosial-religius), sehingga misi yang diemban oleh seorang pendidik/guru untuk memanusiakan manusia dapat berjalan dengan baik. Persoalan yang tidak kalah penting adalah aspek profesional seorang guru. Kualitas profesional pendidik terlihat dari penampilan yang berwibawa dalam interaksinya dengan lingkungan.46 Hal ini menyangkut peran profesi guru, dalam arti ia memiliki kualifikasi profesional sebagai seorang guru. Dalam pendidikan Islam, seorang pendidik hendaknya memiliki karakteristik yang dapat membuat dirinya berbeda dengan yang lain. Karakteristik tersebut kemudian menjadi ciri dan sifat yang akan menyatu dalam totalitas kepribadiannya.
Lalu, totalitas tersebut diaktualisasikan dalam bentuk perkataan maupun perbuatan. Dalam hal ini, an-Nahlawi membagi kriteria karakteristik pendidik muslim dalam beberapa bentuk, yaitu: 1) Mempunyai watak dan sifat rubbaniyah yang terwujud dalam tujuan, tingkah laku, dan pola pikirnya. 2) Bersifat ikhlas 3) Bersifat sabar 4) Jujur dalam menyampaikan apa yang diketahuinya 5) Senantiasa membekali diri dengan ilmu 6) Menguasai berbagai metode mengajar 7) Mampu mengelola kelas dan peserta didik, tegas dalam bertindak dan proporsional 8) Mengetahui kehidupan psikis peserta didik 9) Mengikuti perkembangan zaman 10) Berlaku adil terhadap peserta didik.
B. Peran Guru dalam Pembelajaran
Semua orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran disekolah. Guru sangat berperan dalam memmbantu perkembangan peserta didik untukk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul karena manusia adalah makhluk lemah, yang dalam peran perkembangannya senantiasa membutuhkan orang lain sejak lahir bahkan pada saat meninggal. Semua itu menunjukkan bahwa setiap orang membutuhkan orang lain dalam perkembangannya, demikian halnya peserta didik, ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah pada saat itu juga ia menaruh harapan terhadap guru, agar anaknya dapat berkembang secara optimal.
Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini, guruharuskreatif, professional, dan menyenangkan, dengan memposisikan diri sebagai berikut:
1. Orang tua yang penuh kasih saying pada peserta didiknya.
2. Teman, tempat mengadu, dan mengutarakan perasannya bagi para peserta didik.
3. Fasiliator yang selalu siap memberikan kemudahan dan melayani peserta didik sesuai minat, kemampuan, dan membersihkan saran pemecahannya
4. Mengembangkan kreatifitas.
5. Menjadi pembantu ketika diperlukan.
6. Mengembangkan kreatifitas.
C. Guru Profesional (Proffesional Teacher)
Senior teacher, master teacher, lead teacher, dan professional teacher dielompokkann ke dalam kategori ini. Guru professional merupakan orang yang telah mengempuh program pendidikan guru dan memiliki tingkat master serta telah mendapat ijazah negara dan telah berpengalaman dalam mengajar pada kelas-kelas besar. Guru-guru ini diharapkan dan dikualifikasikan untuk mengajar dikelas yang besar dan bertindak sebagai pemimpin bagi para anggota staf lainnya dalam membantu persiapan akademis sesuai dengan minatnya. Guru-guru professional bertugas antara lain:
1. Bertindak sebagai model bagi para anggota lainnya.
2. Merangsang pemikiran dan tindakan.
3. Memelihara hubungan dengan orang tua murid dan memberikan komentar atau laporan.
4. Mengembangkan file sumber kurikulum dala daerah pelajaran tertentu dan mengajar kelas-kelas yang paling besar.
5. Bertindak sebagai pengajar dalam timnya.
Sedangkan kompetensi profesional, terdiri dari
a. kompetensi spesialis, kemampuan untuk ketrampilan dan pengetahuan, menggunakan perkakas dan peralatan dengan sempurna, mengorganisasikan dan menangani masalah
b. kompetensi metodik, kemampuan untuk mengumpulkan dan menganalisa informasi, mengevaluasi informasi, orientasi tujuan kerja, bekerja secara sistematis
c. kompetensi individu, kemampuan untuk inisiatif, dipercaya, motivasi, kreatif
d. kompeteni social, kemampuan untuk berkomunikasi, kerja kelompok, kerja sama.
D. Etika Profesi Guru
Berikut ini disajikan rumusan kode etik guru Indonesia. Rumusan kode etik guru Indonesia hasil rumusan Konferensi pusat PGRI 2006. Guru Indonesia selalu tampil secara professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Guru Indonesia memiliki keandalan yang tinggi sebagai sumber daya utama untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasioanl, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.Guru Indonesia bertanggung jawab mengantar siswanya untuk mencapai kedewasaan sebagaai calon pemimpin bangsa pada semua bidang kehidupan.
Dalam menngembangkan etika profesi harus mengacu pada prinsip-prinsip etika profesi. Secara umum, prinsip etika profesi mencakup hal-hal berikut.
1. Tanggung jawab. Etika profesi harus mampu bertanggung jawab terhadap pelaksanaan profesi itu dan terhadap hasilnya. Selain itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umunya.
2. Keadilan. Prinsip keadilan mengandung arti bahwa etika profesi dapat menjamin hak siapa saja.
3. Otonomi. Prinsip ini mengandung arti bahwa setiap professional memiliki dan di beri hak kebebasan dalam menjalankan profesinya. Tetapi dibatasi oleh tanggung jawab dan komitmen professional dan tidak mengganggu kepentingan umu.
4. integrasi moral yang tinggi. Komitmen pribadi yang tinggi menjadi keluhuran sebuah profesi.
BAB III
PENUTUP
Kata profetik berasal dari bahasa inggris, prophet yang berarti nabi. Beranjak dari akar kata demikian, ketika ditinjau dari kata sifat, maka menjadi prophetic atau profetik dengan makna sifat kenabian, sedangkan definisi pribadi profetik menurut Hamdani Bakran yaitu pribadi yang ruhaniahnya telah berjalan secara baik dalam diri seseorang, sehingga ia mampu mengendalikan segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas mental, spiritual dan fisik. Sifat-sifat yang selalu menghiasi setiap nabi adalah as-sidiq, al-Amanah, at-Tablig, dan al-Fatanah. Kata as-sidiq pada mulanya menggambarkan kekuatan, karena kebenaran itu adalah kekuatan, sebab ia memiliki kekuatan. Sifat kedua adalah alamanah . Kata alamanah seakar dengan kata iman dan aman, lawan katanya adalah khianat. Amanah adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain untuk dipelihara dan dikembalikan bila tiba saatnya atau bila diminta oleh pemiliknya. Sifat lain yang menghiasi akhlak seorang nabi adalah sifat tablig. Tablig adalah penyampaian yang harus disampaikan. Selain itu, tablig juga berarti keterbukaan. Keterbukaan ini bukan berarti menyampaikan apa yang seharusnya dirahasiakan, tidak juga mengabaikan unsur waktu, tempat, dan sasaran. Al Fatanah berarti kecerdasan, terutama segala hal yang berkaitan dengan fungsi/peranan yang diemban. Dengan demikian diharapkan bahwa guru dapat memiliki empat sifat seperti yang di contohkan oleh nabi walau bagaimanapun kita tidak dapat memungkiri bahwa kita sebagai manusia tidak akan pernah terpisahkan dengan keluputan. Tetapi sebagaimana kita menjadi guru maka kita di tuntut agar memiliki empat sifat tersebut agar bisa di katakan dalam profetik edukasi dan dapat menjadikan contoh kepada siswa maupun lingkungan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Barnawi & Mohammad Arifin. 2012. Etika dan Profesi Kependidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Budianto, Mangun. 2013. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ombak.
Danim, Sudarwan. 2011. Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Hamalik, Oemar. 2004. Pendidikan Guru. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Mulyasa, E. 2011. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Munawaroh, Luluk. 2017. Kriteria Pendidik Profetik. Skripsi. UIN Walisongo.
Roqib, Moh. 2011. Prophetic Education: Kontekstualisasi Filsafat dan Budaya Profetik dalam Pendidikan. Purwokerto: STAIN Press.
Saondi, Ondi & Aris Suherman. 2010. Etika Profesi Keguruan. Bandung: Refika Aditama.
Shihab, Quraish. 2010. Membumikan Al-Qur’an Jilid 2. Jakarta: Lentera Hati.
Shofan, Moh. 2004. Pendidikan Berparadigma Profetik. Jogjakarta: Ircisod.
Tuesday, October 22, 2019
Saturday, October 19, 2019
Makalah Etika Profesionalitas Guru dalam prespektif tasawwuf
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan maraknya jumlah wisudawan yang lulus setiap tahun akan menambah pula jumlah Guru di Indonesia, banyak para peserta didik dan orang tua mengalami kekhawatiran dalam memilih sosok seorang Guru yang tepat. Guru yang tepat akan mempengaruhi hasil belajar peserta didik didalam prosesnya mencari ilmu. Selain itu, seorang guru juga dapat menentukan keberhasilan muridnya dalam mencapai prestasi yang gemilang.
Dalam hal ini orang tua berperan dalam menentukan sosok seorang guru yang tepat bagi anaknya. salah satu peran orang tua dalam memilih seorang guru yang dijelaskan dalam kitab Ta’lim Mutta’alim ialah berdiskusi atau Musyawarah dalam memilih guru. lantas etika yang seperti apa sajakah yang harus dimiliki oleh seorang guru ? pada makalah ini penulis akan manyajikan beberapa pandangan tentang Etika Profesional guru dalam perspektif tokoh pendidikan dan ahli tasawwuf.
B. Rumusan masalah
1. Apa Pengertian Etika Profesional Guru
2. Bagaimana Perspektif Tokoh Pendidikan Terhadap Etika Profesional Guru
3. Bagaimana Perspektif Ahli Tasawuf Terhadap Etika Profesional Guru
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Etika Profesional Guru
2. Mengetahui Perspektif Tokoh Pendidikan Terhadap Etika Profesional Guru
3. Mengetahui Perspektif Ahli Tasawuf Terhadap Etika Profesional Guru
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika Profesional Guru
1. Etika
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
2. Profesional
Profesional adalah kata benda dari profesi, merupakan lawan kata dari amateur yang berkaitan dengan seseorang yang menerima bayaran atas jasa pekerjaannya. Pengertian lain adalah seseorang yang mempraktikkan suatu profesi dan seseorang yang dipandang sebagai ahli dalam suatu cabang ilmu (one who is regarded an expert since he has mastery of a specific branch of learning). Jadi seseorang yang mempraktikkan suatu pekerjaan yang diterima sebagai status profesional, maka ia adalah seorang yang ahli dari cabang ilmu yang digelutinya, dengan demikian lembaga profesional yang bersangkutan mempunyai kewajiban untuk mengawasinya. Seorang yang profesional akan senantiasa terus-menerus mencari kesempurnaan (mastery) dari cabang ilmu yang ia kuasai dan melakukan pekerjaan dengan itu, sehingga ia akan lebih sempurna dalam memberikan pelayanan kepada publiknya.
Profesional berarti sifat atau orang.Kata profesional menunjuk pada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi, seperti “Toni seorang profesional”. Orang yang profesional biasanya melakukan pekerjaan secara otonom dan dia mengabdikan diri pada pengguna jasa disertai dengan rasa tanggung jawab atas kemampuan profesionalnya itu. Istilah otonom di sini bukan berarti menafikan kolegialitas, melainkan harus diberi makna bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh seorang penyandang profesi ini benar-benar sesuai keahliannya. Otonom untuk mengembangkan diri, memotiasi diri, menjadi pembelajar, meregulasi diri, dan sejenisnya.
Kedua, kinerja atau performance Guru dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Pada tingkat tinggi, kinerja ini dimuati unsur-unsur kiat atau seni yang menjadi ciri tampilan profesional seorang penyandang profesi. Seni atau kiat itu umummnya tidak dapat dipelajari secara khusus, meski dapat sajadiasag melalui latihan.
3. Guru
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal.
Menjadi guru profesional, kini terbuka lebar, siapa yang mau pasti bisa. Ini karena sekarang ada Dirjen PMPTK (Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan). Demikian menjadi guru kaya, insya allah terwujud karena Depdiknas menganggarkan dana untuk program sertifikasi guru. Adapun guru yang ideal yang dikenal dan dikenang siswanya ini belum tentu bisa. Karena menjadi guru ideal, selain ikhlas, jujur, juga tidak semata-mata mencari gaji. Dan guru semacam ini insya allah masuk surga. Karena ternyata kebanyakan ahli sugra adalah guru (Gontor: Juni, 2006).
Sebutan guru sejak zaman hindu dan budha sudah dikenal oleh masyarakat indonesia. Arti sebutan guru pada saat itu tidak banyak berbeda dengan arti yang dipakai sekarang, yaitu orang yang profesinya mangajar. Pada zaman kerajaan tarumanegara dan sriwijaya serta majapahit, sebutan guru merusuk kepada konsep salah satu nama siwa, yaitu Batara Guru. Batara Guru dalam agama Hindu mempunyai kedudukan, wewenang, dan kekuasaan yang sangat besar. Oleh karena itu batara Guru disegani oleh batara-batara yang lain.
Dijawa terdapat istilah soko guru. Soko yang berarti tiang dan guru berarti utama. Jadi, soko guru berarti tiang tiang utama, yaitu tiang yang menyangga beban terberat dari sebuah bangunan rumah. Oleh karena itu, soko guru pada umumnya tiang yang besar dan kuat serta berada ditengah bangunan. Selaras dengan itu, guru mempunyai tugas menyangga beban berat. Karenanya, ungkapan guru pantas dan layak digugu dan ditiru cukup mewarnai kehidupan masyarakat jawa. Itulah sebabnya guru sering menjadi tumpuan pertanyaan, pengaduan, dan sumber segala aaktivitas kehidupan masyarakat
Sebagai teladan, guru harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil dan idola, seluruh kehidupannya adalah figur yang paripurna. Itulah kesan terhadap guru sebagai sosok yang ideal. Sedikit saja guru berbuat yang tidak atau kurang baik, akan mengurangi kewibawaannya dan kharisma pun secara perlahan lebur dari jati diri. Karena itu, kepribadian adalah masala yang sangat sensitif sekali. Penyatuan kata dan perbuatan dituntut dari guru, bukan lain perkataan dengan perbuatan, ibarat kata pepatah, pepat di luar runcing di dalam .
Jadi, etika profesional guru adalah hal, akhlak atau sifat yang dimiliki dan seharusnya tetap di improv oleh seorang pendidik supaya menjadi lebih baik dan semakin ahli akan cabang ilmu yang ia kuasai.
B. Tokoh Pendidikan dan Pandangannya terhadap Etika Profesional Guru
1. KH. Ahmad Dahlan dan Pemikirannya
Kiai Ahmad Dahlan lahir di kampung Kauman Yogyakarta pada tahun 1868 dan pulang ke rahmatullah tanggal 23 Februari 1923. Kiai Ahmad Dahlan merupakan sosok yang memiliki pandangan pragmatis, yang memberi semboyan kepada murid-muridnya “sedikit bicara, banyak bekerja”. Pandangan dan idenya disalurkan melalui organisasi yang didirikan yaitu Muhammadiyah.
Pemikiran Kiai Ahmad Dahlan tentang etika guru adalah.
a. Menyayangi para peserta didiknya, bahkan memperlakukan mereka seperti perlakuan dan kasih sayang guru kepada anaknya sendiri.
Didikan dan pengajaran harus dengan belas kasih, apabila tidak pekerjaan menjadi seorang guru kan sia-sia, tidak memiliki nilai ibadah kepada Allah SWT.
b. Guru mengajar dengan ikhlas, mengikuti tuntunan Rasulullah Saw.
Ikhlas dalam mengajar, tidak begitu mengingat harga ilmu yang telah ia sebarkan pada anak didik.
c. Guru tidak boleh mengabaikan tugas memberi nasihat kepada anak didiknya.
Memberi nasihat untuk bersungguh-sungguh dalam meraih cita-cita di dunia, tetapi juga jangan melupakan urusan akhirat.
d. Mencegah peserta didik jauh terjerembab ke akhlak tercela.
Melakukan akhlak yang lurus serta mengajak orang-orang terdekatnya, termasuk anak didiknya untuk menunjukkan bagaimana memiliki moral dan akhlak yang terpuji.
e. Tidak memandang remeh ilmu lainnya.
Mampu mengajak anak didiknya untuk menyukai pengetahuan yang lain.
f. Menyampaikan materi pengajarannya sesuai dengan tingkat pemahaman peserta didiknya.
Memperhatikan kemampuan anak didik dalam menerima pelajaran, apabila dirasa anak didiknya belum memahami satu materi yang diberikannya maka ia tidak akan menambah materi pelajaran kepada anak didiknya.
g. Guru menyampaikan materi dengan jelas kepada peserta didik yang berkemampuan rendah.
Tidak ditemukakan ungkapan Kiai Ahmad Dahlan dalam hal ini, namun ia menganjurkan menyampaikan materi secara bertahap, tidak melanjutkan materi jika anak didik belum paham.
h. Guru mau mengamalkan ilmunya, sehingga yang ada adalah menyatukan ucapan dan tindakan.
Guru yang senantiasa memperlihatkan perilaku kebaikan, tidak hanya mengajak pada kebaikan melalui lisan.
2. KH. Hasyim Asy’ari
KH. Hasyim Asy’ari adalah tokoh pendiri organisasi Nahdatul Ulama dan pendiri pesantren Tebuireng. Walaupun KH. Hasyim Asy’ari menghabiskan sebagian besar waktunya di pesantren, beliau memerankan peran politik yang penting khususnya sebagai pemimpin gabungan organisasi islam pada masa kolonial Belanda, penduduk Jepang dan Indonesia Merdeka, serta pendukung utama kemerdekaan Indonesia pada akhir 1940-an.
Pandangan etika guru menurut Kiai Hasyim Asy’ari adalah.
a. Menyayangi para peserta didiknya, bahkan memperlakukan mereka seperti perlakuan dan kasih sayang guru kepada anaknya sendiri.
Mencintai para siswa sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, berusaha memenuhi kemaslahatan (kesejahteraan mereka), serta memperlakukan mereka sebagaimana ia memperlakukan anak-anaknya sendiri yang amat disayangi.
b. Guru mengajar dengan ikhlas, mengikuti tuntunan Rasulullah Saw.
- Tidak menjadikan ilmu pengetahuan yang dimiliki sebagai sarana mencari (tujuan) keuntungan duniawi.
- Zuhud (tidak terlampau mencintai kesenangan duniawi) dan rela hidup sederhana (tidak bergelimang harta kekayaan).
- Guru membangun niat dan tujuan yang luhur, yakni demi mencari ridho Allah SWT.
c. Guru tidak boleh mengabaikan tugas memberi nasihat kepada anak didiknya.
Meluruskan anak didiknya agar memiliki niat yang tulus dalam belajar dan nasihat-nasihat agar memudahkan mereka dalam mencari ilmu pengetahuan.
d. Mencegah peserta didik jauh terjerembab ke akhlak tercela.
Seorang guru memberikan peringatan tegas terhadap siswa yang melakukan hal-hal di luar batas etika yang semestinya dijaga disaat mereka berada di dalam majelis.
e. Tidak memandang remeh ilmu lainnya.
Seorang guru tidak merasa segan dalam mengambil faedah (ilmu pengetahuan) dari orang lain atas apapun yang belum dimengerti.
f. Menyampaikan materi pengajarannya sesuai dengan tingkat pemahaman peserta didiknya.
Mendidik dan memberi pelajaran kepada mereka dengan penjelasan yang mudah dipahami sesuai dengan kemampuan mereka. Selain itu, hendaknya tidak memberikan materi-materi yang terlalu berat bagi mereka.
g. Guru menyampaikan materi dengan jelas kepada peserta didik yang berkemampuan rendah.
Seorang guru tidak memberikan perlakuan khusus kepada salah seorang siswa di hadapan siswa-siswa yang lain, karena hal seperti ini akan menimbulkan kecemburuan.
h. Guru mau mengamalkan ilmunya, sehingga yang ada adalah menyatukan ucapan dan tindakan.
Membiasakan diri sekaligus memberikan contoh kepada siswa tentang cara bergaul yang baik, seperti mengucapkan salam, berbicara dengan baik dan sopan, saling mencintai terhadap sesama, tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, dan lain-lain.
Suryadi menyatakan bahwa untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal.
1. Guru mempunyai komitmen pada siswa dan PBM.
2. Guru meenguasai secara mendalam mata pelajaran yang diajarkannya.
3. Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar melalui berbagai cara evaluasi.
4. Guru mampu berpikir sistematis.
5. Guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Untuk menjadi profesional, guru diisyaratkan memenuhi klasifikasi akademik minimum dan bersertifikat pendidik. Untuk memenuhi kriteria profesional, guru harus menjalani profesionalisasi atau protes menuju derajat profesional yang sesungguhnya secara terus menerus, termasuk kompetensi mengelola kelas.
3. Ki Hajar Dewantara dan Pemikirannya
Berdasarkan pernyataan Ki Hajar Dewantara mengenai etika umum, ada beberapa poin yang bisa disimpulkan yaitu :
a. Hidup yang baik adalah hidup teratur dan tentram. Hidup teratur dapat dimaknai sebagai hidup yang taat pada norma yang berlaku dalam lingkup masyarakat. Norma adalah sistem nilai yang menjadi pondasi atau pedoman setiap individu untuk bertingkah laku di lingkungan masyarakat. Hidup yang teratur akan menciptakan suasana yang tenteram (damai). Kedamaian adalah simbol kebahagiaan, hidup yang paripurna adalah ketika kedamaian menyapa dan bertahan. Kedamaian dapat dimaknai sebagai suatu kondisi “peace of mind” artinya terbebasnya pikiran dari segala permasalahan yang merajang dada.
b. Hidup yang baik adalah hidup yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME Dalam pandangan Ki Hajar Dewantara manusia adalah makhluk kesatuan badan wadag dan badan halus. Manusia berkedudukan sebagai makhluk Tuhan YME dan dikaruniai Trisakti Jiwa (Cipta-Rasa-Karsa). Eksistensi manusia di muka bumi tentunya harus bermuara pada sisi religi-spiritual. Hidup yang baik adalah hidup dalam bimbingan Tuhan. Jika manusia beriman akan segala firman Tuhan serta bertakwa dengan penuh dedikasi, niscaya kebahagiaan lahir dan batin akan menyapa sampai menua.
Pandangan Ki Hajar Dewantara mengenai hidup tentunya berimplikasi pada perumusan tujuan pendidikan yang merupakan bagian pokok dari etika pendidikan. Adapun tujuan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara yaitu: “mempertinggi derajat kemanusiaan menuju sempurnanya hidup manusia, yaitu hidup tertib dan damai – selamat dan bahagia manunggaling kawula lan gusti (beriman dan bertaqwa kepada Tuhan).
Tujuan ini dapat diperluas: pendidikan bertujuan untuk mewujudkan potensi peserta didik menjadi manusia merdeka, berbudi pekerti, memiliki nasionalisme dan partiotisme, demokratis, sehat serta memiliki keterampilan, dapat memenuhi segala keperluan hidup lahir- batin, sehingga dapat mencapai hidup tertib dan damai – selamat dan bahagia. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang diperluas tersebut, Ki Hajar Dewantara menawarkan beberapa konsep seperti trihayu, trisakti jiwa, tringa, trina, trilogi dan tripantangan.
C. Tokoh Tasawuf dan Pandangannya terhadap Etika Profesional Guru
1. ‘Abdullah al-Sharqawi
Beliau adalah seorang sufi yang menulis kitab Sharah Hikam.
Contoh dari pandangannya ialah seorang guru harus mengerti kebiasaan murid dan mampu menguasai dan mengendalikan intelektualitasnya. Guru harus mengerti apa yang ada di dalam isi hati dan pikiran murid, baik secara emosional maupun spiritual. Guru harus mengerti penyakit-penyakit hati dan obatnya. Kemudian mengerti caranya untuk menjaga manusia atau murid dari gangguan setan dalam hati. Selain itu, guru sudah tentu harus makrifat dan memiliki budi pekerti sesuai dengan sifat-sifat Allah.
2. Imam Ghazali
1) Riwayat hidup
Beliau bernama Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath-thusi, Abu Hamid Al-Ghazali. Para ulama berselisih dalam penyandaran nama Imam Al Ghazali. Sebagian mengatakan, bahwa penyandaran nama beliau kepada daerah Ghazalah di Thusi, tempat kelahiran beliau. Ini dikuatkan oleh Al Fayyurhi dalam Al Mishbah Al Munir. Penisbatan pendapat ini kepada salah seorang keturunan Al Ghazali. Yaitu Majdudin Muhammad bin Muhamad bin Muhyiddin Muhammad bin Abi Thahir Syarwan Syah bin Abul Fadhl bin Ubaidillah bin Situ Al mana Bintu Abu Hammid al –Ghazali yang mengatakan, bahwa telah salah orang yang menyandarkan kepada kakek beliau.
2) Pandangan menurut al-ghazali terhadap etika guru
Menurut beliau, seorang guru dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab nya harus memiliki beberapa etika sebagaimana beliau ketika memilih Sheikh Ahmad bin Muhammad Ar-Radzakani dan Imam Abu Nashr Al Isma’ili sebagai gurunya. Mereka dipilih karena memiliki keunggulan dalam etika seperti sifat ketawadhuan, penguasaan terhadap ilmu yang dimiliki dan sifat penyayang dan penyantun terhadap murid-muridnya serta tak lepas dari ke wara’an seorang guru sehingga membuat mereka menjadi panutan yang tepat .
3. Syeikh Abdul Qadir Al jilani
1) Tentang Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani
Sayyidul Auliya’ Syeikh Abdul Qadir Al Jilani begitulah gelar atau pangkat yang dimiliki oleh seorang tokoh tasawwuf yang sangat masyhur ini. Beliau memiliki nama lengkap Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qadir ibn Abi Shalih Al-Jilani yang bertanah kelahiran Iran tahun 470H / 1077M.
2) Pandangan menurut Syeikh Qadir Abdul Qadir Al-Jilani terhadap etika guru
Syeikh Abdul Qadir berkata, “seorang Syeikh idak akan mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah mendarah daging dalam dirinya.
a. Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang Sattar (menutup Aib) dan Ghaffar (pemaaf).
b. Dua karakter dari Rasulallah SAW yaitu penyayang dan lembut
c. Dua karakter dar Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya
d. Dua karakter dari Umar yaitu amar Ma’ruf Nahi Munkar
e. Dua karakter dari Ustman yaitu Dermawan dan Bangun tahajjud saat orang lain tertidur dimalam hari.
f. Dua karakter dari Ali yaitu Alim (cerdas / Intelek) dan pemberani
4. Syeikh az-zarnuji
Beliau menuturkan ciri-ciri seorang guru yang profesional. Beliau menyarankan kepada para santri untuk mencari seorang guru yang alim (menguasai ilmu) dan wara’ (menjaga diri dari sesuatu yang subhat) dan lebih tua. Dalam kitabnya beliau menceritakan Ulama (Abu Hanifah) ketika memilih seorang guru, Abu Hanifah memilih Syeikh Hammad bin Abi Sulaiman sebagai seorang guru karena beliau memiliki akhlak mulia, penyantun dan penyabar .
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etika profesional guru adalah hal, akhlak atau sifat yang dimiliki dan seharusnya tetap di improv oleh seorang pendidik supaya menjadi lebih baik dan semakin ahli akan cabang ilmu yang ia kuasai.
Tokoh Pendidikan :
1. KH. Ahmad Dahlan
2. KH. Hasyim Asy’ari
3. Ki Hajar Dewantara
Ahli Tasawuf :
1. Abdullah al-Sharqawi
2. Imam Ghazali
3. Syeikh Abdul Qadir Al Jilani
4. Syeikh Az-Zamuji
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari. 2014. Guru Profesional: Menguasai Metode dan Terampil Mengajar. Bandung: Alfabeta.
Aqib, Zainal. 2010. Menjadi Guru Profesional Berstandar Nasional. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Bahri, Djamarah Syaiful. 2000. Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukasi. Jakarta: PT Rineka Cipta.Danim, Sudarwan. 2012. Pengembangan Profesi Guru: Dari Pra-Jabatan, Induksi, ke Profesional Madani. Jakarta: Kencana.
Danim, Sudarwan. 2010. Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru. Bandung: Alfabeta.
Danim, Sudarwan. 2012. Pengembangan Profesi Guru: Dari Pra-Jabatan, Induksi, ke Profesional Madani. Jakarta: Kencana.
Hazim, Abu. 2012. Panji Kaum Sufi: Jalan Menuju Derajat Sufi. tanpa kota: Mu’jizat.
Ibrahim, Teguh & Ani Hendriani. 2017. Kajian Reflektif Tentang Etika Guru Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara Berbalut Filsafat Moral Utilitarianisme. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Irham & Yudril Basith. 2018. Revitalisasi Makna Guru Dari Ajaran Tasawuf Dalam Kerangka Pembentukan Karakter. Jakarta. UIN Syarifhidayatullah Jakarta.
Kadir, Aljufri Abdul. 1995. Terjemahan Ta’lim Muta’alim Tariqatta ‘Allum. Surabaya: Mutiara Ilmu Surabaya.
Riandanita, Idfi. 2017. Skripsi: Etika Guru Dalam Pendidikan Islam (Studi Komparasi Atas Pemikiran KH. Ahmad Dahlan Dan KH. Hasyim Asy’ari). Surakarta: IAIN Surakarta.
Setiawan, Ebta. 2019. Kamus Besa Bahasa Indonesia (KBBI): Kamus versi online/daring(dalam jaringan). Diakses dari https://kbbi.web.id/etika, pada tanggal 08 April 2019 pukul 12.05.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan maraknya jumlah wisudawan yang lulus setiap tahun akan menambah pula jumlah Guru di Indonesia, banyak para peserta didik dan orang tua mengalami kekhawatiran dalam memilih sosok seorang Guru yang tepat. Guru yang tepat akan mempengaruhi hasil belajar peserta didik didalam prosesnya mencari ilmu. Selain itu, seorang guru juga dapat menentukan keberhasilan muridnya dalam mencapai prestasi yang gemilang.
Dalam hal ini orang tua berperan dalam menentukan sosok seorang guru yang tepat bagi anaknya. salah satu peran orang tua dalam memilih seorang guru yang dijelaskan dalam kitab Ta’lim Mutta’alim ialah berdiskusi atau Musyawarah dalam memilih guru. lantas etika yang seperti apa sajakah yang harus dimiliki oleh seorang guru ? pada makalah ini penulis akan manyajikan beberapa pandangan tentang Etika Profesional guru dalam perspektif tokoh pendidikan dan ahli tasawwuf.
B. Rumusan masalah
1. Apa Pengertian Etika Profesional Guru
2. Bagaimana Perspektif Tokoh Pendidikan Terhadap Etika Profesional Guru
3. Bagaimana Perspektif Ahli Tasawuf Terhadap Etika Profesional Guru
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Etika Profesional Guru
2. Mengetahui Perspektif Tokoh Pendidikan Terhadap Etika Profesional Guru
3. Mengetahui Perspektif Ahli Tasawuf Terhadap Etika Profesional Guru
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika Profesional Guru
1. Etika
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
2. Profesional
Profesional adalah kata benda dari profesi, merupakan lawan kata dari amateur yang berkaitan dengan seseorang yang menerima bayaran atas jasa pekerjaannya. Pengertian lain adalah seseorang yang mempraktikkan suatu profesi dan seseorang yang dipandang sebagai ahli dalam suatu cabang ilmu (one who is regarded an expert since he has mastery of a specific branch of learning). Jadi seseorang yang mempraktikkan suatu pekerjaan yang diterima sebagai status profesional, maka ia adalah seorang yang ahli dari cabang ilmu yang digelutinya, dengan demikian lembaga profesional yang bersangkutan mempunyai kewajiban untuk mengawasinya. Seorang yang profesional akan senantiasa terus-menerus mencari kesempurnaan (mastery) dari cabang ilmu yang ia kuasai dan melakukan pekerjaan dengan itu, sehingga ia akan lebih sempurna dalam memberikan pelayanan kepada publiknya.
Profesional berarti sifat atau orang.Kata profesional menunjuk pada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi, seperti “Toni seorang profesional”. Orang yang profesional biasanya melakukan pekerjaan secara otonom dan dia mengabdikan diri pada pengguna jasa disertai dengan rasa tanggung jawab atas kemampuan profesionalnya itu. Istilah otonom di sini bukan berarti menafikan kolegialitas, melainkan harus diberi makna bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh seorang penyandang profesi ini benar-benar sesuai keahliannya. Otonom untuk mengembangkan diri, memotiasi diri, menjadi pembelajar, meregulasi diri, dan sejenisnya.
Kedua, kinerja atau performance Guru dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Pada tingkat tinggi, kinerja ini dimuati unsur-unsur kiat atau seni yang menjadi ciri tampilan profesional seorang penyandang profesi. Seni atau kiat itu umummnya tidak dapat dipelajari secara khusus, meski dapat sajadiasag melalui latihan.
3. Guru
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal.
Menjadi guru profesional, kini terbuka lebar, siapa yang mau pasti bisa. Ini karena sekarang ada Dirjen PMPTK (Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan). Demikian menjadi guru kaya, insya allah terwujud karena Depdiknas menganggarkan dana untuk program sertifikasi guru. Adapun guru yang ideal yang dikenal dan dikenang siswanya ini belum tentu bisa. Karena menjadi guru ideal, selain ikhlas, jujur, juga tidak semata-mata mencari gaji. Dan guru semacam ini insya allah masuk surga. Karena ternyata kebanyakan ahli sugra adalah guru (Gontor: Juni, 2006).
Sebutan guru sejak zaman hindu dan budha sudah dikenal oleh masyarakat indonesia. Arti sebutan guru pada saat itu tidak banyak berbeda dengan arti yang dipakai sekarang, yaitu orang yang profesinya mangajar. Pada zaman kerajaan tarumanegara dan sriwijaya serta majapahit, sebutan guru merusuk kepada konsep salah satu nama siwa, yaitu Batara Guru. Batara Guru dalam agama Hindu mempunyai kedudukan, wewenang, dan kekuasaan yang sangat besar. Oleh karena itu batara Guru disegani oleh batara-batara yang lain.
Dijawa terdapat istilah soko guru. Soko yang berarti tiang dan guru berarti utama. Jadi, soko guru berarti tiang tiang utama, yaitu tiang yang menyangga beban terberat dari sebuah bangunan rumah. Oleh karena itu, soko guru pada umumnya tiang yang besar dan kuat serta berada ditengah bangunan. Selaras dengan itu, guru mempunyai tugas menyangga beban berat. Karenanya, ungkapan guru pantas dan layak digugu dan ditiru cukup mewarnai kehidupan masyarakat jawa. Itulah sebabnya guru sering menjadi tumpuan pertanyaan, pengaduan, dan sumber segala aaktivitas kehidupan masyarakat
Sebagai teladan, guru harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil dan idola, seluruh kehidupannya adalah figur yang paripurna. Itulah kesan terhadap guru sebagai sosok yang ideal. Sedikit saja guru berbuat yang tidak atau kurang baik, akan mengurangi kewibawaannya dan kharisma pun secara perlahan lebur dari jati diri. Karena itu, kepribadian adalah masala yang sangat sensitif sekali. Penyatuan kata dan perbuatan dituntut dari guru, bukan lain perkataan dengan perbuatan, ibarat kata pepatah, pepat di luar runcing di dalam .
Jadi, etika profesional guru adalah hal, akhlak atau sifat yang dimiliki dan seharusnya tetap di improv oleh seorang pendidik supaya menjadi lebih baik dan semakin ahli akan cabang ilmu yang ia kuasai.
B. Tokoh Pendidikan dan Pandangannya terhadap Etika Profesional Guru
1. KH. Ahmad Dahlan dan Pemikirannya
Kiai Ahmad Dahlan lahir di kampung Kauman Yogyakarta pada tahun 1868 dan pulang ke rahmatullah tanggal 23 Februari 1923. Kiai Ahmad Dahlan merupakan sosok yang memiliki pandangan pragmatis, yang memberi semboyan kepada murid-muridnya “sedikit bicara, banyak bekerja”. Pandangan dan idenya disalurkan melalui organisasi yang didirikan yaitu Muhammadiyah.
Pemikiran Kiai Ahmad Dahlan tentang etika guru adalah.
a. Menyayangi para peserta didiknya, bahkan memperlakukan mereka seperti perlakuan dan kasih sayang guru kepada anaknya sendiri.
Didikan dan pengajaran harus dengan belas kasih, apabila tidak pekerjaan menjadi seorang guru kan sia-sia, tidak memiliki nilai ibadah kepada Allah SWT.
b. Guru mengajar dengan ikhlas, mengikuti tuntunan Rasulullah Saw.
Ikhlas dalam mengajar, tidak begitu mengingat harga ilmu yang telah ia sebarkan pada anak didik.
c. Guru tidak boleh mengabaikan tugas memberi nasihat kepada anak didiknya.
Memberi nasihat untuk bersungguh-sungguh dalam meraih cita-cita di dunia, tetapi juga jangan melupakan urusan akhirat.
d. Mencegah peserta didik jauh terjerembab ke akhlak tercela.
Melakukan akhlak yang lurus serta mengajak orang-orang terdekatnya, termasuk anak didiknya untuk menunjukkan bagaimana memiliki moral dan akhlak yang terpuji.
e. Tidak memandang remeh ilmu lainnya.
Mampu mengajak anak didiknya untuk menyukai pengetahuan yang lain.
f. Menyampaikan materi pengajarannya sesuai dengan tingkat pemahaman peserta didiknya.
Memperhatikan kemampuan anak didik dalam menerima pelajaran, apabila dirasa anak didiknya belum memahami satu materi yang diberikannya maka ia tidak akan menambah materi pelajaran kepada anak didiknya.
g. Guru menyampaikan materi dengan jelas kepada peserta didik yang berkemampuan rendah.
Tidak ditemukakan ungkapan Kiai Ahmad Dahlan dalam hal ini, namun ia menganjurkan menyampaikan materi secara bertahap, tidak melanjutkan materi jika anak didik belum paham.
h. Guru mau mengamalkan ilmunya, sehingga yang ada adalah menyatukan ucapan dan tindakan.
Guru yang senantiasa memperlihatkan perilaku kebaikan, tidak hanya mengajak pada kebaikan melalui lisan.
2. KH. Hasyim Asy’ari
KH. Hasyim Asy’ari adalah tokoh pendiri organisasi Nahdatul Ulama dan pendiri pesantren Tebuireng. Walaupun KH. Hasyim Asy’ari menghabiskan sebagian besar waktunya di pesantren, beliau memerankan peran politik yang penting khususnya sebagai pemimpin gabungan organisasi islam pada masa kolonial Belanda, penduduk Jepang dan Indonesia Merdeka, serta pendukung utama kemerdekaan Indonesia pada akhir 1940-an.
Pandangan etika guru menurut Kiai Hasyim Asy’ari adalah.
a. Menyayangi para peserta didiknya, bahkan memperlakukan mereka seperti perlakuan dan kasih sayang guru kepada anaknya sendiri.
Mencintai para siswa sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, berusaha memenuhi kemaslahatan (kesejahteraan mereka), serta memperlakukan mereka sebagaimana ia memperlakukan anak-anaknya sendiri yang amat disayangi.
b. Guru mengajar dengan ikhlas, mengikuti tuntunan Rasulullah Saw.
- Tidak menjadikan ilmu pengetahuan yang dimiliki sebagai sarana mencari (tujuan) keuntungan duniawi.
- Zuhud (tidak terlampau mencintai kesenangan duniawi) dan rela hidup sederhana (tidak bergelimang harta kekayaan).
- Guru membangun niat dan tujuan yang luhur, yakni demi mencari ridho Allah SWT.
c. Guru tidak boleh mengabaikan tugas memberi nasihat kepada anak didiknya.
Meluruskan anak didiknya agar memiliki niat yang tulus dalam belajar dan nasihat-nasihat agar memudahkan mereka dalam mencari ilmu pengetahuan.
d. Mencegah peserta didik jauh terjerembab ke akhlak tercela.
Seorang guru memberikan peringatan tegas terhadap siswa yang melakukan hal-hal di luar batas etika yang semestinya dijaga disaat mereka berada di dalam majelis.
e. Tidak memandang remeh ilmu lainnya.
Seorang guru tidak merasa segan dalam mengambil faedah (ilmu pengetahuan) dari orang lain atas apapun yang belum dimengerti.
f. Menyampaikan materi pengajarannya sesuai dengan tingkat pemahaman peserta didiknya.
Mendidik dan memberi pelajaran kepada mereka dengan penjelasan yang mudah dipahami sesuai dengan kemampuan mereka. Selain itu, hendaknya tidak memberikan materi-materi yang terlalu berat bagi mereka.
g. Guru menyampaikan materi dengan jelas kepada peserta didik yang berkemampuan rendah.
Seorang guru tidak memberikan perlakuan khusus kepada salah seorang siswa di hadapan siswa-siswa yang lain, karena hal seperti ini akan menimbulkan kecemburuan.
h. Guru mau mengamalkan ilmunya, sehingga yang ada adalah menyatukan ucapan dan tindakan.
Membiasakan diri sekaligus memberikan contoh kepada siswa tentang cara bergaul yang baik, seperti mengucapkan salam, berbicara dengan baik dan sopan, saling mencintai terhadap sesama, tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, dan lain-lain.
Suryadi menyatakan bahwa untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal.
1. Guru mempunyai komitmen pada siswa dan PBM.
2. Guru meenguasai secara mendalam mata pelajaran yang diajarkannya.
3. Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar melalui berbagai cara evaluasi.
4. Guru mampu berpikir sistematis.
5. Guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Untuk menjadi profesional, guru diisyaratkan memenuhi klasifikasi akademik minimum dan bersertifikat pendidik. Untuk memenuhi kriteria profesional, guru harus menjalani profesionalisasi atau protes menuju derajat profesional yang sesungguhnya secara terus menerus, termasuk kompetensi mengelola kelas.
3. Ki Hajar Dewantara dan Pemikirannya
Berdasarkan pernyataan Ki Hajar Dewantara mengenai etika umum, ada beberapa poin yang bisa disimpulkan yaitu :
a. Hidup yang baik adalah hidup teratur dan tentram. Hidup teratur dapat dimaknai sebagai hidup yang taat pada norma yang berlaku dalam lingkup masyarakat. Norma adalah sistem nilai yang menjadi pondasi atau pedoman setiap individu untuk bertingkah laku di lingkungan masyarakat. Hidup yang teratur akan menciptakan suasana yang tenteram (damai). Kedamaian adalah simbol kebahagiaan, hidup yang paripurna adalah ketika kedamaian menyapa dan bertahan. Kedamaian dapat dimaknai sebagai suatu kondisi “peace of mind” artinya terbebasnya pikiran dari segala permasalahan yang merajang dada.
b. Hidup yang baik adalah hidup yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME Dalam pandangan Ki Hajar Dewantara manusia adalah makhluk kesatuan badan wadag dan badan halus. Manusia berkedudukan sebagai makhluk Tuhan YME dan dikaruniai Trisakti Jiwa (Cipta-Rasa-Karsa). Eksistensi manusia di muka bumi tentunya harus bermuara pada sisi religi-spiritual. Hidup yang baik adalah hidup dalam bimbingan Tuhan. Jika manusia beriman akan segala firman Tuhan serta bertakwa dengan penuh dedikasi, niscaya kebahagiaan lahir dan batin akan menyapa sampai menua.
Pandangan Ki Hajar Dewantara mengenai hidup tentunya berimplikasi pada perumusan tujuan pendidikan yang merupakan bagian pokok dari etika pendidikan. Adapun tujuan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara yaitu: “mempertinggi derajat kemanusiaan menuju sempurnanya hidup manusia, yaitu hidup tertib dan damai – selamat dan bahagia manunggaling kawula lan gusti (beriman dan bertaqwa kepada Tuhan).
Tujuan ini dapat diperluas: pendidikan bertujuan untuk mewujudkan potensi peserta didik menjadi manusia merdeka, berbudi pekerti, memiliki nasionalisme dan partiotisme, demokratis, sehat serta memiliki keterampilan, dapat memenuhi segala keperluan hidup lahir- batin, sehingga dapat mencapai hidup tertib dan damai – selamat dan bahagia. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang diperluas tersebut, Ki Hajar Dewantara menawarkan beberapa konsep seperti trihayu, trisakti jiwa, tringa, trina, trilogi dan tripantangan.
C. Tokoh Tasawuf dan Pandangannya terhadap Etika Profesional Guru
1. ‘Abdullah al-Sharqawi
Beliau adalah seorang sufi yang menulis kitab Sharah Hikam.
Contoh dari pandangannya ialah seorang guru harus mengerti kebiasaan murid dan mampu menguasai dan mengendalikan intelektualitasnya. Guru harus mengerti apa yang ada di dalam isi hati dan pikiran murid, baik secara emosional maupun spiritual. Guru harus mengerti penyakit-penyakit hati dan obatnya. Kemudian mengerti caranya untuk menjaga manusia atau murid dari gangguan setan dalam hati. Selain itu, guru sudah tentu harus makrifat dan memiliki budi pekerti sesuai dengan sifat-sifat Allah.
2. Imam Ghazali
1) Riwayat hidup
Beliau bernama Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath-thusi, Abu Hamid Al-Ghazali. Para ulama berselisih dalam penyandaran nama Imam Al Ghazali. Sebagian mengatakan, bahwa penyandaran nama beliau kepada daerah Ghazalah di Thusi, tempat kelahiran beliau. Ini dikuatkan oleh Al Fayyurhi dalam Al Mishbah Al Munir. Penisbatan pendapat ini kepada salah seorang keturunan Al Ghazali. Yaitu Majdudin Muhammad bin Muhamad bin Muhyiddin Muhammad bin Abi Thahir Syarwan Syah bin Abul Fadhl bin Ubaidillah bin Situ Al mana Bintu Abu Hammid al –Ghazali yang mengatakan, bahwa telah salah orang yang menyandarkan kepada kakek beliau.
2) Pandangan menurut al-ghazali terhadap etika guru
Menurut beliau, seorang guru dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab nya harus memiliki beberapa etika sebagaimana beliau ketika memilih Sheikh Ahmad bin Muhammad Ar-Radzakani dan Imam Abu Nashr Al Isma’ili sebagai gurunya. Mereka dipilih karena memiliki keunggulan dalam etika seperti sifat ketawadhuan, penguasaan terhadap ilmu yang dimiliki dan sifat penyayang dan penyantun terhadap murid-muridnya serta tak lepas dari ke wara’an seorang guru sehingga membuat mereka menjadi panutan yang tepat .
3. Syeikh Abdul Qadir Al jilani
1) Tentang Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani
Sayyidul Auliya’ Syeikh Abdul Qadir Al Jilani begitulah gelar atau pangkat yang dimiliki oleh seorang tokoh tasawwuf yang sangat masyhur ini. Beliau memiliki nama lengkap Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qadir ibn Abi Shalih Al-Jilani yang bertanah kelahiran Iran tahun 470H / 1077M.
2) Pandangan menurut Syeikh Qadir Abdul Qadir Al-Jilani terhadap etika guru
Syeikh Abdul Qadir berkata, “seorang Syeikh idak akan mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah mendarah daging dalam dirinya.
a. Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang Sattar (menutup Aib) dan Ghaffar (pemaaf).
b. Dua karakter dari Rasulallah SAW yaitu penyayang dan lembut
c. Dua karakter dar Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya
d. Dua karakter dari Umar yaitu amar Ma’ruf Nahi Munkar
e. Dua karakter dari Ustman yaitu Dermawan dan Bangun tahajjud saat orang lain tertidur dimalam hari.
f. Dua karakter dari Ali yaitu Alim (cerdas / Intelek) dan pemberani
4. Syeikh az-zarnuji
Beliau menuturkan ciri-ciri seorang guru yang profesional. Beliau menyarankan kepada para santri untuk mencari seorang guru yang alim (menguasai ilmu) dan wara’ (menjaga diri dari sesuatu yang subhat) dan lebih tua. Dalam kitabnya beliau menceritakan Ulama (Abu Hanifah) ketika memilih seorang guru, Abu Hanifah memilih Syeikh Hammad bin Abi Sulaiman sebagai seorang guru karena beliau memiliki akhlak mulia, penyantun dan penyabar .
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etika profesional guru adalah hal, akhlak atau sifat yang dimiliki dan seharusnya tetap di improv oleh seorang pendidik supaya menjadi lebih baik dan semakin ahli akan cabang ilmu yang ia kuasai.
Tokoh Pendidikan :
1. KH. Ahmad Dahlan
2. KH. Hasyim Asy’ari
3. Ki Hajar Dewantara
Ahli Tasawuf :
1. Abdullah al-Sharqawi
2. Imam Ghazali
3. Syeikh Abdul Qadir Al Jilani
4. Syeikh Az-Zamuji
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari. 2014. Guru Profesional: Menguasai Metode dan Terampil Mengajar. Bandung: Alfabeta.
Aqib, Zainal. 2010. Menjadi Guru Profesional Berstandar Nasional. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Bahri, Djamarah Syaiful. 2000. Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukasi. Jakarta: PT Rineka Cipta.Danim, Sudarwan. 2012. Pengembangan Profesi Guru: Dari Pra-Jabatan, Induksi, ke Profesional Madani. Jakarta: Kencana.
Danim, Sudarwan. 2010. Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru. Bandung: Alfabeta.
Danim, Sudarwan. 2012. Pengembangan Profesi Guru: Dari Pra-Jabatan, Induksi, ke Profesional Madani. Jakarta: Kencana.
Hazim, Abu. 2012. Panji Kaum Sufi: Jalan Menuju Derajat Sufi. tanpa kota: Mu’jizat.
Ibrahim, Teguh & Ani Hendriani. 2017. Kajian Reflektif Tentang Etika Guru Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara Berbalut Filsafat Moral Utilitarianisme. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Irham & Yudril Basith. 2018. Revitalisasi Makna Guru Dari Ajaran Tasawuf Dalam Kerangka Pembentukan Karakter. Jakarta. UIN Syarifhidayatullah Jakarta.
Kadir, Aljufri Abdul. 1995. Terjemahan Ta’lim Muta’alim Tariqatta ‘Allum. Surabaya: Mutiara Ilmu Surabaya.
Riandanita, Idfi. 2017. Skripsi: Etika Guru Dalam Pendidikan Islam (Studi Komparasi Atas Pemikiran KH. Ahmad Dahlan Dan KH. Hasyim Asy’ari). Surakarta: IAIN Surakarta.
Setiawan, Ebta. 2019. Kamus Besa Bahasa Indonesia (KBBI): Kamus versi online/daring(dalam jaringan). Diakses dari https://kbbi.web.id/etika, pada tanggal 08 April 2019 pukul 12.05.
Monday, October 14, 2019
Makalah Sumber Belajar
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri peserta didik sesuai dengan perkembangan dan lingkungannya. Pentingnya sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran tidak bisa dipungkiri lagi. Akan tetapi, sumber-sumber belajar yang ada di sekolah dan lembaga pendidikan lain selama ini, umumnya belum di kelola dan dimanfaatkan secara maksimal.
Padahal sumber belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang merupakan sumber-sumber belajar yang dirancang terlebih dahulu dalam proses desain atau pemilihan dan pemanfaatan, dan dikomendasikan menjadi sistem pembelajaran yang lengkap untuk mewujudkan terlaksananya proses belajar yang bertujuan dan terkontrol.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian sumber belajar ?
2. Apa saja klasifikasi dari sumber belajar ?
3. Apa saja komponen dari sumber belajar ?
4. Apa saja manfaat sumber belajar ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami makna dari sumber belajar
2. Mengetahui dan memahami klasifikasi dari sumber belajar
3. Mengetahui dan memahami komponen dari sumber belajar
4. Mengetahui dan memahami manfaat sumber belajar
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sumber Belajar
Peserta didik seharusnya tidak hanya belajar dari guru atau pendidik saja, tetapi dapat pula belajar dengan berbagai sumber belajar yang tersedia di lingkungan. Sumber belajar adalah suatu sistem yang terdiri dari sekumpulan bahan atau situasi yang diciptakan dengan sengaja dan dibuat agar memungkinkan peserta didik belajar secara individual.
Menurut Arif S. Sadirman, sumber belajar adalah segala macam sumber yang ada diluar diri seseorang (peserta didik) yang memungkinkan atau memudahkan terjadinya proses belajar. Dimana peran guru bukanlah satu-satunya dari begitu banyak sumber belajar yang dapat membantu siswa dalam belajar. Pentingnya penggunaan media pembelajaran sebagai sumber belajar yang terintegrasi dapat mengantarkan pesan dan mendorong terjadinya proses belajar guna mencapai proses pembelajaran.
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Wina Sanjaya menyebutkan bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk mempelajari bahan dan pengalaman belajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Sumber belajar disini meliputi orang, alat dan bahan, aktivitas dan lingkungan.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat digunakan oleh siswa untuk mempelajari suatu hal. Pengertian dari sumber belajar sangat luas. Sumber belajar tidak terbatas hanya buku saja tetapi dapat berupa orang, alat, bahan dan lingkungan yang dapat mendukung proses pembelajaran.
B. Klasfikasi Sumber Belajar
Klasifikasi sumber belajar ada enam, yaitu :
1. Pesan (message), yaitu informasi yang dapat disalurkan oleh komponen lain berbentuk ide, fakta, pengertian dan data. Dan juga dapat dijadikan bahan-bahan pembelajaran yang dapat diambil dari buku-buku, seperti: cerita rakyat, dongeng, nasihat dan lain-lain
2. Manusia (people), yaitu orang yang memiliki atau menyimpan banyak informasi dan tidak termasuk orang yang menjalankan fungsi pengembangan dan pengelolaan sumber belajar, biasanya yang memiliki informasi, seperti narasumber, tokoh masyarakat, pimpinan lembaga, guru dan lain-lain.
3. Bahan (material), yaitu sesuatu yang dapat disebut dengan software dan mengandung pesan yang dapat disajikan melalui alat sehingga dapat digunakan dan disajikan, seperti sildes, film, buku, gambar dan lain-lain
4. Peralatan (device), yaitu sesuatu yang dapat disebut hardware yang digunakan untuk menyalurkan pesan yang disajikan melalui software, peralatan ini dapat digunakan melalui papan tulis, tv, dan lain-lain
5. Teknik/metode (technique), yaitu prosedur yang disiapkan dalam penggunaan bahan pembelajaran, peralatan, situasi dan orang yang akan menyampaikan suatu pesan atau informasi.
6. Lingkungan (setting), yaitu situasi yang ada pada sekitar kita dan dimana banyak pesan dan informasi yang akan disalurkan, dan pada situasi inilah semua orang banyak menyalurkan infromasi kepada lingkungan sekitarnya seperti terdapat didalam ruang kelas, perpustakaan, aula dan lain-lain
C. Komponen Sumber Belajar
Komponen adalah bagian-bagian yang selalu ada di dalam sumber belajar, dan bagian-bagian ini merupakan satu kesatuan yang sulit berdiri sendiri sekalipun mungkin dapat dipergunakan secara terpisah. Komponen-komponen sumber belajar meliputi :
1. Tujuan, misi dan fungsi sumber belajar, yaitu setiap sumber belajar selalu memiliki tujuan atau misi yang akan dicapai. Tujuan setiap sumber itu selalu ada, baik secara eksplisit maupun implisit. Tujuan sangat dipengaruhi oleh sifat dan bentuk sumber belajar itu sendiri.
2. Bentuk, format atau keadaan fisik sumber belajar satu dengan lainnya berbeda-beda. Keadaan fisik sumber belajar ini merupakan komponen penting. Penggunaan atau pemanfaatannya hendaknya dengan mempertimbangkan segi waktu, pembiayaan dan sebagainya.
3. Pesan yang dibawa oleh sumber belajar. Setiap sumber belajar selalu membawa pesan yang dimanfaatkan atau dipelajari oleh para pemakainya. Para pemakai sumber belajar hendaknya memperhatikan bagaimana pesan disimak.
4. Tingkat kesulitan atau kompleksitas pemakaian sumber belajar. Tingkat kompleksitas penggunaan sumber belajar berkaitan dengan keadaan fisik dan pesan sumber belajar. Sejauh mana kompleksitanya perlu diketahui guna menentukan apakah sumber belajar itu masih bisa dipergunakan, mengingat waktu dan biaya yang terbatas.
D. Manfaat Sumber Belajar
Dengan memasukkan sumber belajar secara terencana, maka suatu kegiatan belajar mengajar akan lebih efektif dan efisien dalam usaha pencapaian tujuan instruksional. Sebab sumber belajar sebagai komponen penting dalam proses belajar mengajar mempunyai manfaat cukup besar. manfaat sumber belajar tersebut adalah :
1. Memberikan pengalaman belajar secara langsung dan konkrit kepada peserta didik
2. Dapat menyajikan sesuatu yang tidak mungkin diadakan, dikunjungi dan dilihat secara langsung dan konkrit
3. Dapat menambah dan memperluas cakrawala sajian yang ada di dalam kelas
4. Dapat memberi informasi yang akurat dan terbaru
5. Dapat memberi motivasi yang positif apabila diatur dan diperencanakan pemanfaatannya secara tepat
6. Dapat merangsang untuk berfikir, bersikap dan berkembang lebih lanjut.
PENUTUP
KESIMPULAN
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat digunakan oleh siswa untuk mempelajari suatu hal. Sumber belajar tidak terbatas hanya buku saja tetapi dapat berupa orang, alat, bahan dan lingkungan yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Klasifikasi sumber belajar ada enam macam, yaitu : pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran Landasan dan Amplikasinya. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Sadiman, Arief S, dkk. 1986. Media Pendidikan (Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatan). Jakarta : CV. Rajawali.
Syukur, Fatah. 2008. Teknologi Pendidikan. Semarang : Rasail.
Rohani, Ahmad. 1997. Media Instruksional Edukatif. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. 2003. Tenologi Pengajaran. Bandung : Sinar Baru Algensindo.
A. LATAR BELAKANG
Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri peserta didik sesuai dengan perkembangan dan lingkungannya. Pentingnya sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran tidak bisa dipungkiri lagi. Akan tetapi, sumber-sumber belajar yang ada di sekolah dan lembaga pendidikan lain selama ini, umumnya belum di kelola dan dimanfaatkan secara maksimal.
Padahal sumber belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang merupakan sumber-sumber belajar yang dirancang terlebih dahulu dalam proses desain atau pemilihan dan pemanfaatan, dan dikomendasikan menjadi sistem pembelajaran yang lengkap untuk mewujudkan terlaksananya proses belajar yang bertujuan dan terkontrol.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian sumber belajar ?
2. Apa saja klasifikasi dari sumber belajar ?
3. Apa saja komponen dari sumber belajar ?
4. Apa saja manfaat sumber belajar ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami makna dari sumber belajar
2. Mengetahui dan memahami klasifikasi dari sumber belajar
3. Mengetahui dan memahami komponen dari sumber belajar
4. Mengetahui dan memahami manfaat sumber belajar
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sumber Belajar
Peserta didik seharusnya tidak hanya belajar dari guru atau pendidik saja, tetapi dapat pula belajar dengan berbagai sumber belajar yang tersedia di lingkungan. Sumber belajar adalah suatu sistem yang terdiri dari sekumpulan bahan atau situasi yang diciptakan dengan sengaja dan dibuat agar memungkinkan peserta didik belajar secara individual.
Menurut Arif S. Sadirman, sumber belajar adalah segala macam sumber yang ada diluar diri seseorang (peserta didik) yang memungkinkan atau memudahkan terjadinya proses belajar. Dimana peran guru bukanlah satu-satunya dari begitu banyak sumber belajar yang dapat membantu siswa dalam belajar. Pentingnya penggunaan media pembelajaran sebagai sumber belajar yang terintegrasi dapat mengantarkan pesan dan mendorong terjadinya proses belajar guna mencapai proses pembelajaran.
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Wina Sanjaya menyebutkan bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk mempelajari bahan dan pengalaman belajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Sumber belajar disini meliputi orang, alat dan bahan, aktivitas dan lingkungan.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat digunakan oleh siswa untuk mempelajari suatu hal. Pengertian dari sumber belajar sangat luas. Sumber belajar tidak terbatas hanya buku saja tetapi dapat berupa orang, alat, bahan dan lingkungan yang dapat mendukung proses pembelajaran.
B. Klasfikasi Sumber Belajar
Klasifikasi sumber belajar ada enam, yaitu :
1. Pesan (message), yaitu informasi yang dapat disalurkan oleh komponen lain berbentuk ide, fakta, pengertian dan data. Dan juga dapat dijadikan bahan-bahan pembelajaran yang dapat diambil dari buku-buku, seperti: cerita rakyat, dongeng, nasihat dan lain-lain
2. Manusia (people), yaitu orang yang memiliki atau menyimpan banyak informasi dan tidak termasuk orang yang menjalankan fungsi pengembangan dan pengelolaan sumber belajar, biasanya yang memiliki informasi, seperti narasumber, tokoh masyarakat, pimpinan lembaga, guru dan lain-lain.
3. Bahan (material), yaitu sesuatu yang dapat disebut dengan software dan mengandung pesan yang dapat disajikan melalui alat sehingga dapat digunakan dan disajikan, seperti sildes, film, buku, gambar dan lain-lain
4. Peralatan (device), yaitu sesuatu yang dapat disebut hardware yang digunakan untuk menyalurkan pesan yang disajikan melalui software, peralatan ini dapat digunakan melalui papan tulis, tv, dan lain-lain
5. Teknik/metode (technique), yaitu prosedur yang disiapkan dalam penggunaan bahan pembelajaran, peralatan, situasi dan orang yang akan menyampaikan suatu pesan atau informasi.
6. Lingkungan (setting), yaitu situasi yang ada pada sekitar kita dan dimana banyak pesan dan informasi yang akan disalurkan, dan pada situasi inilah semua orang banyak menyalurkan infromasi kepada lingkungan sekitarnya seperti terdapat didalam ruang kelas, perpustakaan, aula dan lain-lain
C. Komponen Sumber Belajar
Komponen adalah bagian-bagian yang selalu ada di dalam sumber belajar, dan bagian-bagian ini merupakan satu kesatuan yang sulit berdiri sendiri sekalipun mungkin dapat dipergunakan secara terpisah. Komponen-komponen sumber belajar meliputi :
1. Tujuan, misi dan fungsi sumber belajar, yaitu setiap sumber belajar selalu memiliki tujuan atau misi yang akan dicapai. Tujuan setiap sumber itu selalu ada, baik secara eksplisit maupun implisit. Tujuan sangat dipengaruhi oleh sifat dan bentuk sumber belajar itu sendiri.
2. Bentuk, format atau keadaan fisik sumber belajar satu dengan lainnya berbeda-beda. Keadaan fisik sumber belajar ini merupakan komponen penting. Penggunaan atau pemanfaatannya hendaknya dengan mempertimbangkan segi waktu, pembiayaan dan sebagainya.
3. Pesan yang dibawa oleh sumber belajar. Setiap sumber belajar selalu membawa pesan yang dimanfaatkan atau dipelajari oleh para pemakainya. Para pemakai sumber belajar hendaknya memperhatikan bagaimana pesan disimak.
4. Tingkat kesulitan atau kompleksitas pemakaian sumber belajar. Tingkat kompleksitas penggunaan sumber belajar berkaitan dengan keadaan fisik dan pesan sumber belajar. Sejauh mana kompleksitanya perlu diketahui guna menentukan apakah sumber belajar itu masih bisa dipergunakan, mengingat waktu dan biaya yang terbatas.
D. Manfaat Sumber Belajar
Dengan memasukkan sumber belajar secara terencana, maka suatu kegiatan belajar mengajar akan lebih efektif dan efisien dalam usaha pencapaian tujuan instruksional. Sebab sumber belajar sebagai komponen penting dalam proses belajar mengajar mempunyai manfaat cukup besar. manfaat sumber belajar tersebut adalah :
1. Memberikan pengalaman belajar secara langsung dan konkrit kepada peserta didik
2. Dapat menyajikan sesuatu yang tidak mungkin diadakan, dikunjungi dan dilihat secara langsung dan konkrit
3. Dapat menambah dan memperluas cakrawala sajian yang ada di dalam kelas
4. Dapat memberi informasi yang akurat dan terbaru
5. Dapat memberi motivasi yang positif apabila diatur dan diperencanakan pemanfaatannya secara tepat
6. Dapat merangsang untuk berfikir, bersikap dan berkembang lebih lanjut.
PENUTUP
KESIMPULAN
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat digunakan oleh siswa untuk mempelajari suatu hal. Sumber belajar tidak terbatas hanya buku saja tetapi dapat berupa orang, alat, bahan dan lingkungan yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Klasifikasi sumber belajar ada enam macam, yaitu : pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran Landasan dan Amplikasinya. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Sadiman, Arief S, dkk. 1986. Media Pendidikan (Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatan). Jakarta : CV. Rajawali.
Syukur, Fatah. 2008. Teknologi Pendidikan. Semarang : Rasail.
Rohani, Ahmad. 1997. Media Instruksional Edukatif. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. 2003. Tenologi Pengajaran. Bandung : Sinar Baru Algensindo.
Thursday, October 3, 2019
Makalah PROTA (PROGRAM TAHUNAN) ,PROMES (PROGRAM SEMESTER) RPP
BAB II
PEMBAHASAN
A. Program Tahunan
Program tahunan merupakan rencana penetapan alokasi waktu satu tahun ajaran untuk mencapai tujuan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Program tahunan berikut perangkat kurikulum lainya sebelum dibuat pihak Madrasah dan juga dari MGMP terlebih dahulu mengadakan workshop, workshop diadakan dengan tujuan untuk mempermudah para guru di dalam menyusun kurikulum.
Untuk pembuatan Program Tahunan, ada beberapa hal yang harus dilakukan :
a. Menyiapkan kolom.
b. Menulis identitas mata pelajaran.
c. Menulis standar kompetensi atau kompetensi inti mata pelajaran.
d. Menulis kompetensi dasar untuk setiap SK atau KI.
e. Menetapkan alokasi jam pembelajaran untuk setiap kompetensi dasar.
B. Program Semester ( Promes)
Program semester merupakan penjabaran dari program tahunan. Kalau program tahunan disusun untuk menentukan jumlah jam yang diperlukan untuk mencapai kompetensi dasar, maka dalam program semester diarahkan untuk menjawab minggu keberapa atau kapan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dilakukan. Secara umum, isi program semester ini sama dengan program tahunan, hanya saja dalam masalah alokasi jam pembelajaran diikuti dengan penjelasan secara rinci yang menunjukkan letak jam pertemuan pada minggu atau pekan yang direnanakan untuk dipakai oleh guru dalam menyampaikan materi pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya, langkah pembuatan program semester (baik semester gasal atau genap) adalah sebagai berikut:
a. Menyiapkan kerangka program semester
b. Kerangka program semester ini terdiri dari : kolom Standar Kompetensi, kolom Kompetensi Dasar, kolom pokok-pokok materi, kolom alokasi waktu, kolom bulan dan rincian jumlah pecan atau minggu, dan kolom keterangan.
c. Menuliskan kembali standar kompetensi dan kompetensi dasar pada kolom ke dua.
d. Menulis materi pokok bahasan yang akan disampaikan atau dibelajarkan kepada siswa.
e. Menulis kembali jumlah jam yang telah ditetapkan dalam konsep pengembangan slabus pada kolom alokasi waktu.
f. Melihat/ mendata ulang tanggal-tanggal mengajar efektif .
g. Memasukkan tanggal-tanggal mengajar efektif, ke dalam kolom-kolom setiap pekan/minggu untuk setiap tanggalnya. Pengisian pada kolom pecan/minggu ini bisa dengan memberi tanda silang (X) atau tanda tally (√).
h. Kolom keterangan dapat diisi buku rujukan yang digunakan dalam pembahasan atau pembelajaran di dalam kelas, atau dapat pula diisi dengan keterangan tentang kegiatan yang akan dilaksanakan (misalnya ulangan sisipan dan praktik).
C. Prosedur dan teknik pembuatan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan perangkat administrasi pembelajaran yang terakhir dibuat atau direncanakan. Secara sederhana, RPP dapat diartikan dengan seperangkat deskripsi program kegiatan pembelajaran yang sekurang-kurangnya memuat rumusan kompetensi dasar, indicator yang hendak dicapai, materi pokok, media dan sumber, strategi dan skenario pembelajaran serta penilaian hasil belajar yang akan dijadikan pedoman secara langsung oleh guru pada saat melaksanakan proses pembelajaran.
RPP adalah gambaran riil tentang apa yang akan dilaksanakan oleh guru dalam proses pembelajaran, pada dasarnya guru telah melakukan usaha mewujudkan ketercapaian kompetensi oleh siswa melalui serangkaian langkah dan aktivitas kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada apa yang telah dibuat dan ditetapkan dalam silabus yang telah dikembangkan. Jika dalam silabus, hal-hal yang akan dikerjakan masih bersifat global, maka dalam RPP apa saja yang akan dilaksanakan oleh guru dan apa saja yang akan dikerjakan oleh siswa terurai jelas secara lebih rinci, sehingga akan mudah untuk diimplementasikan dan dipedomani.
RPP yang dibuat oleh guru memiliki banyak manfaat, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Sebagai arah kegiatan dalam mewujudkan kompetensi siswa.
b. Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam pembelajaran.
c. Sebagai pedoman kegitan proses pembelajaran baik guru maupun peserta didik.
d. Sebagai alat ukur untuk mengetahui efektif tidaknya kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
e. Sebagai dokumen bagi penilaian kualitas layanan pendidikan.
Oleh karena RPP adalah alat kendali yang amat penting bagi keterlaksanaan proses pembelajaran agar lebih efektif dan efisien, maka dalam penyusunannya perlu memperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut:
a. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik.
b. Mendorong partisipasi aktif peserta didik.
c. Mengembangkan budaya membaca dan menulis.
d. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut.
Adapun isi RPP itu adalah sebagai berikut:
1. Identitas mata pelajaran. Berisi: satuan pendidikan, kelas, semester, program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, dan jumlah pertemuan.
2. Standard Kompetensi
3. Kompetensi Dasar
4. Indikator Kompetensi
5. Tujuan Pembelajaran
6. Materi/Pokok
7. Metode Pembelajaran
8. Kegiatan Pembelajaran
9. Media dan Sumber Belajar
10. Penilaian hasil belajar.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Urgensi Penerapan Pendidikan Moral Bagi Masa Depan Indonesia
Urgensi Penerapan Pendidikan Moral Bagi Masa Depan Indonesia Oleh : Sukron Ibnu Rofiq Banyak kasus pelanggaran di Indonesia yang mencermink...
-
Assalamualaikum, Saya posting ini untuk membantu mahasiswa PBA belajar khususnya dan untuk semua yang membutuhkan Heheh Semoga bermanfaa...
-
PEMBAHASAN A. P engertian A mil N awasib Amil nawasib merupakan diantara amil yang masuk pada fi’il mudhore. Sesuai deng...
-
Makalah administrasi pendidikan Penyusunan jadwal pelajaran BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ilmu merupakan seluruh usaha sadar untuk ...