BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan maraknya jumlah wisudawan yang lulus setiap tahun akan menambah pula jumlah Guru di Indonesia, banyak para peserta didik dan orang tua mengalami kekhawatiran dalam memilih sosok seorang Guru yang tepat. Guru yang tepat akan mempengaruhi hasil belajar peserta didik didalam prosesnya mencari ilmu. Selain itu, seorang guru juga dapat menentukan keberhasilan muridnya dalam mencapai prestasi yang gemilang.
Dalam hal ini orang tua berperan dalam menentukan sosok seorang guru yang tepat bagi anaknya. salah satu peran orang tua dalam memilih seorang guru yang dijelaskan dalam kitab Ta’lim Mutta’alim ialah berdiskusi atau Musyawarah dalam memilih guru. lantas etika yang seperti apa sajakah yang harus dimiliki oleh seorang guru ? pada makalah ini penulis akan manyajikan beberapa pandangan tentang Etika Profesional guru dalam perspektif tokoh pendidikan dan ahli tasawwuf.
B. Rumusan masalah
1. Apa Pengertian Etika Profesional Guru
2. Bagaimana Perspektif Tokoh Pendidikan Terhadap Etika Profesional Guru
3. Bagaimana Perspektif Ahli Tasawuf Terhadap Etika Profesional Guru
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Etika Profesional Guru
2. Mengetahui Perspektif Tokoh Pendidikan Terhadap Etika Profesional Guru
3. Mengetahui Perspektif Ahli Tasawuf Terhadap Etika Profesional Guru
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika Profesional Guru
1. Etika
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
2. Profesional
Profesional adalah kata benda dari profesi, merupakan lawan kata dari amateur yang berkaitan dengan seseorang yang menerima bayaran atas jasa pekerjaannya. Pengertian lain adalah seseorang yang mempraktikkan suatu profesi dan seseorang yang dipandang sebagai ahli dalam suatu cabang ilmu (one who is regarded an expert since he has mastery of a specific branch of learning). Jadi seseorang yang mempraktikkan suatu pekerjaan yang diterima sebagai status profesional, maka ia adalah seorang yang ahli dari cabang ilmu yang digelutinya, dengan demikian lembaga profesional yang bersangkutan mempunyai kewajiban untuk mengawasinya. Seorang yang profesional akan senantiasa terus-menerus mencari kesempurnaan (mastery) dari cabang ilmu yang ia kuasai dan melakukan pekerjaan dengan itu, sehingga ia akan lebih sempurna dalam memberikan pelayanan kepada publiknya.
Profesional berarti sifat atau orang.Kata profesional menunjuk pada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi, seperti “Toni seorang profesional”. Orang yang profesional biasanya melakukan pekerjaan secara otonom dan dia mengabdikan diri pada pengguna jasa disertai dengan rasa tanggung jawab atas kemampuan profesionalnya itu. Istilah otonom di sini bukan berarti menafikan kolegialitas, melainkan harus diberi makna bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh seorang penyandang profesi ini benar-benar sesuai keahliannya. Otonom untuk mengembangkan diri, memotiasi diri, menjadi pembelajar, meregulasi diri, dan sejenisnya.
Kedua, kinerja atau performance Guru dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Pada tingkat tinggi, kinerja ini dimuati unsur-unsur kiat atau seni yang menjadi ciri tampilan profesional seorang penyandang profesi. Seni atau kiat itu umummnya tidak dapat dipelajari secara khusus, meski dapat sajadiasag melalui latihan.
3. Guru
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal.
Menjadi guru profesional, kini terbuka lebar, siapa yang mau pasti bisa. Ini karena sekarang ada Dirjen PMPTK (Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan). Demikian menjadi guru kaya, insya allah terwujud karena Depdiknas menganggarkan dana untuk program sertifikasi guru. Adapun guru yang ideal yang dikenal dan dikenang siswanya ini belum tentu bisa. Karena menjadi guru ideal, selain ikhlas, jujur, juga tidak semata-mata mencari gaji. Dan guru semacam ini insya allah masuk surga. Karena ternyata kebanyakan ahli sugra adalah guru (Gontor: Juni, 2006).
Sebutan guru sejak zaman hindu dan budha sudah dikenal oleh masyarakat indonesia. Arti sebutan guru pada saat itu tidak banyak berbeda dengan arti yang dipakai sekarang, yaitu orang yang profesinya mangajar. Pada zaman kerajaan tarumanegara dan sriwijaya serta majapahit, sebutan guru merusuk kepada konsep salah satu nama siwa, yaitu Batara Guru. Batara Guru dalam agama Hindu mempunyai kedudukan, wewenang, dan kekuasaan yang sangat besar. Oleh karena itu batara Guru disegani oleh batara-batara yang lain.
Dijawa terdapat istilah soko guru. Soko yang berarti tiang dan guru berarti utama. Jadi, soko guru berarti tiang tiang utama, yaitu tiang yang menyangga beban terberat dari sebuah bangunan rumah. Oleh karena itu, soko guru pada umumnya tiang yang besar dan kuat serta berada ditengah bangunan. Selaras dengan itu, guru mempunyai tugas menyangga beban berat. Karenanya, ungkapan guru pantas dan layak digugu dan ditiru cukup mewarnai kehidupan masyarakat jawa. Itulah sebabnya guru sering menjadi tumpuan pertanyaan, pengaduan, dan sumber segala aaktivitas kehidupan masyarakat
Sebagai teladan, guru harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil dan idola, seluruh kehidupannya adalah figur yang paripurna. Itulah kesan terhadap guru sebagai sosok yang ideal. Sedikit saja guru berbuat yang tidak atau kurang baik, akan mengurangi kewibawaannya dan kharisma pun secara perlahan lebur dari jati diri. Karena itu, kepribadian adalah masala yang sangat sensitif sekali. Penyatuan kata dan perbuatan dituntut dari guru, bukan lain perkataan dengan perbuatan, ibarat kata pepatah, pepat di luar runcing di dalam .
Jadi, etika profesional guru adalah hal, akhlak atau sifat yang dimiliki dan seharusnya tetap di improv oleh seorang pendidik supaya menjadi lebih baik dan semakin ahli akan cabang ilmu yang ia kuasai.
B. Tokoh Pendidikan dan Pandangannya terhadap Etika Profesional Guru
1. KH. Ahmad Dahlan dan Pemikirannya
Kiai Ahmad Dahlan lahir di kampung Kauman Yogyakarta pada tahun 1868 dan pulang ke rahmatullah tanggal 23 Februari 1923. Kiai Ahmad Dahlan merupakan sosok yang memiliki pandangan pragmatis, yang memberi semboyan kepada murid-muridnya “sedikit bicara, banyak bekerja”. Pandangan dan idenya disalurkan melalui organisasi yang didirikan yaitu Muhammadiyah.
Pemikiran Kiai Ahmad Dahlan tentang etika guru adalah.
a. Menyayangi para peserta didiknya, bahkan memperlakukan mereka seperti perlakuan dan kasih sayang guru kepada anaknya sendiri.
Didikan dan pengajaran harus dengan belas kasih, apabila tidak pekerjaan menjadi seorang guru kan sia-sia, tidak memiliki nilai ibadah kepada Allah SWT.
b. Guru mengajar dengan ikhlas, mengikuti tuntunan Rasulullah Saw.
Ikhlas dalam mengajar, tidak begitu mengingat harga ilmu yang telah ia sebarkan pada anak didik.
c. Guru tidak boleh mengabaikan tugas memberi nasihat kepada anak didiknya.
Memberi nasihat untuk bersungguh-sungguh dalam meraih cita-cita di dunia, tetapi juga jangan melupakan urusan akhirat.
d. Mencegah peserta didik jauh terjerembab ke akhlak tercela.
Melakukan akhlak yang lurus serta mengajak orang-orang terdekatnya, termasuk anak didiknya untuk menunjukkan bagaimana memiliki moral dan akhlak yang terpuji.
e. Tidak memandang remeh ilmu lainnya.
Mampu mengajak anak didiknya untuk menyukai pengetahuan yang lain.
f. Menyampaikan materi pengajarannya sesuai dengan tingkat pemahaman peserta didiknya.
Memperhatikan kemampuan anak didik dalam menerima pelajaran, apabila dirasa anak didiknya belum memahami satu materi yang diberikannya maka ia tidak akan menambah materi pelajaran kepada anak didiknya.
g. Guru menyampaikan materi dengan jelas kepada peserta didik yang berkemampuan rendah.
Tidak ditemukakan ungkapan Kiai Ahmad Dahlan dalam hal ini, namun ia menganjurkan menyampaikan materi secara bertahap, tidak melanjutkan materi jika anak didik belum paham.
h. Guru mau mengamalkan ilmunya, sehingga yang ada adalah menyatukan ucapan dan tindakan.
Guru yang senantiasa memperlihatkan perilaku kebaikan, tidak hanya mengajak pada kebaikan melalui lisan.
2. KH. Hasyim Asy’ari
KH. Hasyim Asy’ari adalah tokoh pendiri organisasi Nahdatul Ulama dan pendiri pesantren Tebuireng. Walaupun KH. Hasyim Asy’ari menghabiskan sebagian besar waktunya di pesantren, beliau memerankan peran politik yang penting khususnya sebagai pemimpin gabungan organisasi islam pada masa kolonial Belanda, penduduk Jepang dan Indonesia Merdeka, serta pendukung utama kemerdekaan Indonesia pada akhir 1940-an.
Pandangan etika guru menurut Kiai Hasyim Asy’ari adalah.
a. Menyayangi para peserta didiknya, bahkan memperlakukan mereka seperti perlakuan dan kasih sayang guru kepada anaknya sendiri.
Mencintai para siswa sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, berusaha memenuhi kemaslahatan (kesejahteraan mereka), serta memperlakukan mereka sebagaimana ia memperlakukan anak-anaknya sendiri yang amat disayangi.
b. Guru mengajar dengan ikhlas, mengikuti tuntunan Rasulullah Saw.
- Tidak menjadikan ilmu pengetahuan yang dimiliki sebagai sarana mencari (tujuan) keuntungan duniawi.
- Zuhud (tidak terlampau mencintai kesenangan duniawi) dan rela hidup sederhana (tidak bergelimang harta kekayaan).
- Guru membangun niat dan tujuan yang luhur, yakni demi mencari ridho Allah SWT.
c. Guru tidak boleh mengabaikan tugas memberi nasihat kepada anak didiknya.
Meluruskan anak didiknya agar memiliki niat yang tulus dalam belajar dan nasihat-nasihat agar memudahkan mereka dalam mencari ilmu pengetahuan.
d. Mencegah peserta didik jauh terjerembab ke akhlak tercela.
Seorang guru memberikan peringatan tegas terhadap siswa yang melakukan hal-hal di luar batas etika yang semestinya dijaga disaat mereka berada di dalam majelis.
e. Tidak memandang remeh ilmu lainnya.
Seorang guru tidak merasa segan dalam mengambil faedah (ilmu pengetahuan) dari orang lain atas apapun yang belum dimengerti.
f. Menyampaikan materi pengajarannya sesuai dengan tingkat pemahaman peserta didiknya.
Mendidik dan memberi pelajaran kepada mereka dengan penjelasan yang mudah dipahami sesuai dengan kemampuan mereka. Selain itu, hendaknya tidak memberikan materi-materi yang terlalu berat bagi mereka.
g. Guru menyampaikan materi dengan jelas kepada peserta didik yang berkemampuan rendah.
Seorang guru tidak memberikan perlakuan khusus kepada salah seorang siswa di hadapan siswa-siswa yang lain, karena hal seperti ini akan menimbulkan kecemburuan.
h. Guru mau mengamalkan ilmunya, sehingga yang ada adalah menyatukan ucapan dan tindakan.
Membiasakan diri sekaligus memberikan contoh kepada siswa tentang cara bergaul yang baik, seperti mengucapkan salam, berbicara dengan baik dan sopan, saling mencintai terhadap sesama, tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, dan lain-lain.
Suryadi menyatakan bahwa untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal.
1. Guru mempunyai komitmen pada siswa dan PBM.
2. Guru meenguasai secara mendalam mata pelajaran yang diajarkannya.
3. Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar melalui berbagai cara evaluasi.
4. Guru mampu berpikir sistematis.
5. Guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Untuk menjadi profesional, guru diisyaratkan memenuhi klasifikasi akademik minimum dan bersertifikat pendidik. Untuk memenuhi kriteria profesional, guru harus menjalani profesionalisasi atau protes menuju derajat profesional yang sesungguhnya secara terus menerus, termasuk kompetensi mengelola kelas.
3. Ki Hajar Dewantara dan Pemikirannya
Berdasarkan pernyataan Ki Hajar Dewantara mengenai etika umum, ada beberapa poin yang bisa disimpulkan yaitu :
a. Hidup yang baik adalah hidup teratur dan tentram. Hidup teratur dapat dimaknai sebagai hidup yang taat pada norma yang berlaku dalam lingkup masyarakat. Norma adalah sistem nilai yang menjadi pondasi atau pedoman setiap individu untuk bertingkah laku di lingkungan masyarakat. Hidup yang teratur akan menciptakan suasana yang tenteram (damai). Kedamaian adalah simbol kebahagiaan, hidup yang paripurna adalah ketika kedamaian menyapa dan bertahan. Kedamaian dapat dimaknai sebagai suatu kondisi “peace of mind” artinya terbebasnya pikiran dari segala permasalahan yang merajang dada.
b. Hidup yang baik adalah hidup yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME Dalam pandangan Ki Hajar Dewantara manusia adalah makhluk kesatuan badan wadag dan badan halus. Manusia berkedudukan sebagai makhluk Tuhan YME dan dikaruniai Trisakti Jiwa (Cipta-Rasa-Karsa). Eksistensi manusia di muka bumi tentunya harus bermuara pada sisi religi-spiritual. Hidup yang baik adalah hidup dalam bimbingan Tuhan. Jika manusia beriman akan segala firman Tuhan serta bertakwa dengan penuh dedikasi, niscaya kebahagiaan lahir dan batin akan menyapa sampai menua.
Pandangan Ki Hajar Dewantara mengenai hidup tentunya berimplikasi pada perumusan tujuan pendidikan yang merupakan bagian pokok dari etika pendidikan. Adapun tujuan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara yaitu: “mempertinggi derajat kemanusiaan menuju sempurnanya hidup manusia, yaitu hidup tertib dan damai – selamat dan bahagia manunggaling kawula lan gusti (beriman dan bertaqwa kepada Tuhan).
Tujuan ini dapat diperluas: pendidikan bertujuan untuk mewujudkan potensi peserta didik menjadi manusia merdeka, berbudi pekerti, memiliki nasionalisme dan partiotisme, demokratis, sehat serta memiliki keterampilan, dapat memenuhi segala keperluan hidup lahir- batin, sehingga dapat mencapai hidup tertib dan damai – selamat dan bahagia. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang diperluas tersebut, Ki Hajar Dewantara menawarkan beberapa konsep seperti trihayu, trisakti jiwa, tringa, trina, trilogi dan tripantangan.
C. Tokoh Tasawuf dan Pandangannya terhadap Etika Profesional Guru
1. ‘Abdullah al-Sharqawi
Beliau adalah seorang sufi yang menulis kitab Sharah Hikam.
Contoh dari pandangannya ialah seorang guru harus mengerti kebiasaan murid dan mampu menguasai dan mengendalikan intelektualitasnya. Guru harus mengerti apa yang ada di dalam isi hati dan pikiran murid, baik secara emosional maupun spiritual. Guru harus mengerti penyakit-penyakit hati dan obatnya. Kemudian mengerti caranya untuk menjaga manusia atau murid dari gangguan setan dalam hati. Selain itu, guru sudah tentu harus makrifat dan memiliki budi pekerti sesuai dengan sifat-sifat Allah.
2. Imam Ghazali
1) Riwayat hidup
Beliau bernama Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath-thusi, Abu Hamid Al-Ghazali. Para ulama berselisih dalam penyandaran nama Imam Al Ghazali. Sebagian mengatakan, bahwa penyandaran nama beliau kepada daerah Ghazalah di Thusi, tempat kelahiran beliau. Ini dikuatkan oleh Al Fayyurhi dalam Al Mishbah Al Munir. Penisbatan pendapat ini kepada salah seorang keturunan Al Ghazali. Yaitu Majdudin Muhammad bin Muhamad bin Muhyiddin Muhammad bin Abi Thahir Syarwan Syah bin Abul Fadhl bin Ubaidillah bin Situ Al mana Bintu Abu Hammid al –Ghazali yang mengatakan, bahwa telah salah orang yang menyandarkan kepada kakek beliau.
2) Pandangan menurut al-ghazali terhadap etika guru
Menurut beliau, seorang guru dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab nya harus memiliki beberapa etika sebagaimana beliau ketika memilih Sheikh Ahmad bin Muhammad Ar-Radzakani dan Imam Abu Nashr Al Isma’ili sebagai gurunya. Mereka dipilih karena memiliki keunggulan dalam etika seperti sifat ketawadhuan, penguasaan terhadap ilmu yang dimiliki dan sifat penyayang dan penyantun terhadap murid-muridnya serta tak lepas dari ke wara’an seorang guru sehingga membuat mereka menjadi panutan yang tepat .
3. Syeikh Abdul Qadir Al jilani
1) Tentang Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani
Sayyidul Auliya’ Syeikh Abdul Qadir Al Jilani begitulah gelar atau pangkat yang dimiliki oleh seorang tokoh tasawwuf yang sangat masyhur ini. Beliau memiliki nama lengkap Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qadir ibn Abi Shalih Al-Jilani yang bertanah kelahiran Iran tahun 470H / 1077M.
2) Pandangan menurut Syeikh Qadir Abdul Qadir Al-Jilani terhadap etika guru
Syeikh Abdul Qadir berkata, “seorang Syeikh idak akan mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah mendarah daging dalam dirinya.
a. Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang Sattar (menutup Aib) dan Ghaffar (pemaaf).
b. Dua karakter dari Rasulallah SAW yaitu penyayang dan lembut
c. Dua karakter dar Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya
d. Dua karakter dari Umar yaitu amar Ma’ruf Nahi Munkar
e. Dua karakter dari Ustman yaitu Dermawan dan Bangun tahajjud saat orang lain tertidur dimalam hari.
f. Dua karakter dari Ali yaitu Alim (cerdas / Intelek) dan pemberani
4. Syeikh az-zarnuji
Beliau menuturkan ciri-ciri seorang guru yang profesional. Beliau menyarankan kepada para santri untuk mencari seorang guru yang alim (menguasai ilmu) dan wara’ (menjaga diri dari sesuatu yang subhat) dan lebih tua. Dalam kitabnya beliau menceritakan Ulama (Abu Hanifah) ketika memilih seorang guru, Abu Hanifah memilih Syeikh Hammad bin Abi Sulaiman sebagai seorang guru karena beliau memiliki akhlak mulia, penyantun dan penyabar .
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etika profesional guru adalah hal, akhlak atau sifat yang dimiliki dan seharusnya tetap di improv oleh seorang pendidik supaya menjadi lebih baik dan semakin ahli akan cabang ilmu yang ia kuasai.
Tokoh Pendidikan :
1. KH. Ahmad Dahlan
2. KH. Hasyim Asy’ari
3. Ki Hajar Dewantara
Ahli Tasawuf :
1. Abdullah al-Sharqawi
2. Imam Ghazali
3. Syeikh Abdul Qadir Al Jilani
4. Syeikh Az-Zamuji
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari. 2014. Guru Profesional: Menguasai Metode dan Terampil Mengajar. Bandung: Alfabeta.
Aqib, Zainal. 2010. Menjadi Guru Profesional Berstandar Nasional. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Bahri, Djamarah Syaiful. 2000. Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukasi. Jakarta: PT Rineka Cipta.Danim, Sudarwan. 2012. Pengembangan Profesi Guru: Dari Pra-Jabatan, Induksi, ke Profesional Madani. Jakarta: Kencana.
Danim, Sudarwan. 2010. Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru. Bandung: Alfabeta.
Danim, Sudarwan. 2012. Pengembangan Profesi Guru: Dari Pra-Jabatan, Induksi, ke Profesional Madani. Jakarta: Kencana.
Hazim, Abu. 2012. Panji Kaum Sufi: Jalan Menuju Derajat Sufi. tanpa kota: Mu’jizat.
Ibrahim, Teguh & Ani Hendriani. 2017. Kajian Reflektif Tentang Etika Guru Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara Berbalut Filsafat Moral Utilitarianisme. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Irham & Yudril Basith. 2018. Revitalisasi Makna Guru Dari Ajaran Tasawuf Dalam Kerangka Pembentukan Karakter. Jakarta. UIN Syarifhidayatullah Jakarta.
Kadir, Aljufri Abdul. 1995. Terjemahan Ta’lim Muta’alim Tariqatta ‘Allum. Surabaya: Mutiara Ilmu Surabaya.
Riandanita, Idfi. 2017. Skripsi: Etika Guru Dalam Pendidikan Islam (Studi Komparasi Atas Pemikiran KH. Ahmad Dahlan Dan KH. Hasyim Asy’ari). Surakarta: IAIN Surakarta.
Setiawan, Ebta. 2019. Kamus Besa Bahasa Indonesia (KBBI): Kamus versi online/daring(dalam jaringan). Diakses dari https://kbbi.web.id/etika, pada tanggal 08 April 2019 pukul 12.05.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Urgensi Penerapan Pendidikan Moral Bagi Masa Depan Indonesia
Urgensi Penerapan Pendidikan Moral Bagi Masa Depan Indonesia Oleh : Sukron Ibnu Rofiq Banyak kasus pelanggaran di Indonesia yang mencermink...
-
Assalamualaikum, Saya posting ini untuk membantu mahasiswa PBA belajar khususnya dan untuk semua yang membutuhkan Heheh Semoga bermanfaa...
-
PEMBAHASAN A. P engertian A mil N awasib Amil nawasib merupakan diantara amil yang masuk pada fi’il mudhore. Sesuai deng...
-
Makalah administrasi pendidikan Penyusunan jadwal pelajaran BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ilmu merupakan seluruh usaha sadar untuk ...
No comments:
Post a Comment