Tuesday, October 22, 2019

Makalah Pedidik Profetik

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia keilmuan Islam, pendidikan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia, karena dengan pendidikan manusia akan bisa Berjaya di muka bumi ini. Sebagai suatu sistem, pendidikan memiliki sejumlah komponen yang saling berkaitan antara yang satu dan lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komponen pendidikan tersebut antara lain komponen kurikulum, guru, metode, sarana prasarana dan evaluasi. Sementara diketahui bahwa dewasa ini tugas guru semakin terasa berat. Hal ini terjadi antara lain karena kemajuan di bidang ilmu penegtahuan dan teknologi serta perubahan cara pandang dan pola hidup masyarakat yang menghendaki strategi dan pendekatan dalam proses belajar mengajar yang berbeda-beda, di samping materi pengajaran itu sendiri.
Dengan keadaan perkembangan masyarakat yang sedemikian itu, maka pendidik merupakan tugas terberat dan mememrlukan seseorang yang cukup memiliki kemampuan yang sesuai dengan jabatan tersebut. Profesionalitas seorang guru berkaitan dengan upaya penyiapan peerta didik menjadi manusia yang ulul albab yang nantinya diharapkan bisa mengangkat dunia keilmuan. Untuk mewujudkan profesionalisme dalam probadi seorang guru memerlukan proses yang cukup panjang diperlukan penyadaran akan tugas dan tanggung jawab. Kemudian adanya pendidikan profetik yaitu nilai pendidikan yang memiliki pilar humanisasi, linerasi dan transendensi sekaligus. Dengan demikian pendidikan profetik adalah pendidikan yang mendasarkan diri pada proses penguatan terhadap peserta didik agar memiliki karakter hidup yang berdimensi transendesi yang kuat dan stabil untuk mampu mewujudkan kehidupan yangb ideal yang di dalamnya terintegrasi dengan nilai humanisasi dan liberasi sekaligus.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan pendidik profetik?
2. Apakah peran guru dalam pembelajaran?
3. Apa yang dimaksud dengan guru profesional?
4. Bagaimana etika profesi guru?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang pendidik profetik
2. Untuk mengetahui peran guru dalam pembelajaran
3. Untuk mengetahui tentang guru professional
4. Untuk mengetahui etika profesi guru









BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidik Profetik 
Profetik Secara etimologis, istilah pendidik dalam konteks pendidikan Islam sering disebut dengan istilah murabbi, mu’allim, atau muaddib. Pertama, Kata murabbi yang sering diartikan sebagai pendidik berasal dari kata rabbaya. Kata dasarnya adalah raba, yarbu, yang berarti “bertambah dan tumbuh”. Kata “tarbiyah” yang berarti pendidikan juga berasal dari kata ini. Selain itu, kata raba juga membentuk kata rabwah yang memiliki arti dataran tinggi, sehingga dapat ditegaskan bahwa rabbaya sebagai pekerjaan mendidik dapat dimaknai dengan aktivitas membuat pertumbuhan, perkembangan, serta penyuburan. Maka dari itu, posisi guru sebagai murabbi sangat berperan dalam membimbing peserta didik, agar ia mampu tumbuh, berkembang, serta subur secara jiwa maupun intelektual. Kedua, Kata lain yang sering digunakan dalam menyebut pendidik adalah mu’allim. Kata tersebut berasal dari kata ‘allama, sedangkan kata dasar ‘allama adalah ‘alima yang berarti mengetahui. Istilah mu’alim yang merujuk pada guru menggambarkan sosok seseorang yang memiliki kompetensi keilmuan mendalam, sehingga ia layak menjadikan orang lain memiliki ilmu yang setara denganya atau melebihi ilmu guru tersebut.
Guru juga disebut dengan al-mu’addib. Kata ini merupakan isim fa’il dari kata addaba yang berasal dari kata adaba yang berarti sopan, dan addaba berarti membuat orang menjadi sopan. Maka, tugas guru sebagai mu’addib adalah menuntun siswa agar ia memiliki akhlak mulia sehingga berperilaku terpuji. Hal ini sama seperti tugas rasul untuk menyempurnakan akhlak manusia. Jadi, terlihat jelas bahwa pendidik memiliki tanggung jawab yang besar dalam dunia pendidikan. Dalam hal ini titik tekan guru fokus pada pembimbingan anak supaya potensi yang dimiliki anak dapat tumbuh secara maksimal.
Kata profetik berasal dari bahasa inggris, prophet yang berarti nabi. Beranjak dari akar kata demikian, ketika ditinjau dari kata sifat, maka menjadi prophetic atau profetik dengan makna sifat kenabian, sedangkan definisi pribadi profetik menurut Hamdani Bakran yaitu pribadi yang ruhaniahnya telah berjalan secara baik dalam diri seseorang, sehingga ia mampu mengendalikan segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas mental, spiritual dan fisik.
Kata prophetic yang dari bahasa Inggris ini berasal dari bahasa Yunani ‘prophetes’ sebuah kata benda untuk menyebut orang yang berbicara awal atau orang yang memproklamasikan diri dan berarti juga orang yang berbicara masa depan. Profetik atau kenabian di sini merujuk pada dua misi yaitu seseorang yang menerima wahyu, diberi agama baru, dan diperintahkan untuk mendakwahkan kepada umatnya disebut rasul (messenger), sedangkan orang yang menerima wahyu berdasarkan agama yang ada dan tidak diperintahkan untuk mendakwahkannya disebut nabi (prophet).  Kemudian, ada pula istilah warasatul anbiya yaitu tertuju pada ilmuwan (ulama) karena mereka merupakan para pewaris nabi dalam upaya mendakwahkan ajaran agama.
Dalam bahasa arab, istilah kenabian disebut ‘nabiy’ yang kemudian membentuk kata nubuwwah yang juga berarti kenabian. Dalam Al-Qur’an kata nabi beserta derivasinya tercatat ada 69 kali. Nabi adalah hamba Allah yang ideal secara fisik (berbadan sehat dengan fungsi optimal) dan psikis (berjiwa bersih dan cerdas) yang telah berintegrasi dengan Allah dan malaikatnya, diberi kitab suci dan hikmah, serta mampu mengimplementasikan hal tersebut dalam tingkah laku dan mengkomunikasikan secara efektif kepada sesama manusia.
Dalam firman Alloh SWT
“Artinya; kita harus percaya bahwa semua nabi memiliki kualitas terbaik, mereka bebas dari sifat bohong, pengkhianat, dan khas dengan ciri terpecaya, benar, dan sangat bijak. ( Q.S. al-Anbiya:73).”
Sifat-sifat yang selalu menghiasi setiap nabi adalah as-sidiq, al-Amanah, at-Tablig, dan al-Fatanah. Kata as-sidiq pada mulanya menggambarkan kekuatan, karena kebenaran itu adalah kekuatan, sebab ia memiliki kekuatan. Maka, hanya jiwa yang kuat pula lah yang mampu mengutarakannya. Sebaliknya, kebohongan tidak memiliki kekuatan pada dirinya, sehingga orang yang mengucapkannya juga lemah. Dengan demikian, sifat shidiq mengharuskan adanya kekuatan sekaligus kesungguhan. Akan tetapi, sifat sidiq tidak sekedar menuntut kesungguhan dan kesempurnaan dalam tugas/ pekerjaan yang dilakukan, akan tetapi juga mencakup disiplin yang kuat dan juga beberapa metode yang digunakan dalam menjalankan tugas.
Sifat kedua adalah alamanah . Kata alamanah seakar dengan kata iman dan aman, lawan katanya adalah khianat. Amanah adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain untuk dipelihara dan dikembalikan bila tiba saatnya atau bila diminta oleh pemiliknya. Amanah diberikan kepada orang yang dinilai oleh pemberinya dapat memelihara amanah tersebut. Harapannya, si pemberi maupun si penerima amanah saling merasa aman. Meski demikian, Allah tidak murka ketika ada yang menolak untuk menerima amanah. Hal ini dapat dilihat dalam Q.S. al-Ahzab: 33/72 yang artinya:
   “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh ( Q.S. al-Ahzab: 33/72).

Sifat lain yang menghiasi akhlak seorang nabi adalah sifat tablig. Tablig adalah penyampaian yang harus disampaikan. Selain itu, tablig juga berarti keterbukaan. Keterbukaan ini bukan berarti menyampaikan apa yang seharusnya dirahasiakan, tidak juga mengabaikan unsur waktu, tempat, dan sasaran. Akan tetapi, secara jelasnya tablig atau keterbukaan itu melahirkan pengetahuan bersama yang pada akhirnya bermuara pada konsep kepemilikan bersama. Salah satu contohnya adalah tablig yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. yakni beliau menyampaikan pesan-pesan Allah, meskipun hal tersebut berisi teguran bagi beliau.
Al Fatanah berarti kecerdasan, terutama segala hal yang berkaitan dengan fungsi/peranan yang diemban. Dalam hal ini perlu digarisbawahi bahwa kecerdasan intelektual tidak harus diartikan pengetahuan menyangkut segala sesuatu. Karena kecerdasan seseorang tidak dinilai dengan banyaknya yang dia diketahui, sebab pengetahuan tidak dihadapkan dengan kebodohan. Seseorang dinilai sudah memiliki kecerdasan intelektual apabila ia mengetahui secara baik apa yang berkaitan dengan tugas/ fungsinya. Kemudian, kecerdasan spiritual menjadikan seseorang memiliki sikap kepekaan yang mendalam, mencakup hal-hal yang bersifat supranatural dan religius. Selain itu, kecerdasan emosional lah yang bertugas untuk mengendalikan nafsu. Kecerdasan ini menjadikan jiwa manusia seimbang, sehingga ia bisa berfikir logis, objektif, bahkan memiliki kesehatan dan keseimbangan tubuh. Jika kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional dikombinasikan, maka akan melahirkan sosok yang selamat secara lahir dan batin.
Sifat-sifat nabi ini lah yang menjadi titik tolak untuk menjabarkan makna integritas pribadi. Tidak semua orang mampu memadukan dalam dirinya secara optimal semua potensi yang dianugerahkan Allah kepadanya, hanya segelintir manusia saja. Manusia itu tidak lain adalah para nabi/ rasul, bahkan dalam keterpaduan itu, mereka pun memiliki posisi yang berbeda-beda.
Pencapaian peringkat tertinggi dari integritas pribadi disebut dengan Insan kamil, yaitu yang dapat mengaktualisasikan sifat-sifat Tuhan dalam dirinya, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk. Dalam hal ini Nabi Muhammad menjadi contoh real yang patut untuk diteladani. Beliau senantiasa menghiasi perilaku dengan segala yang baik-baik (berakhlak al-karimah). Maka dari itu, kita sebagai umat yang berada pada posisi di zaman akhir, sudah seharusnya meniru sifat-sifat nabi dalam menjalankan kehidupan, meskipun tidak semua sifat tersebut dapat kita rangkai secara keseluruhan dalam sebuah individu. Tidak perlu merasa takut, karena tugas seorang umat tidak lain adalah meneladani dan mengambil pelajaran dari para utusan Allah. Memiliki jiwa profetik, hal ini lah yang menjadi dambaan setiap umat. Berharap mampu menerap jiwa profetik di berbagai bidang, baik bidang ekonomi, sosial, politik, dan juga pendidikan
Maka dari itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa makna pendidik profetik adalah pendidik yang memiliki tugas untuk membimbing peserta didik menuju insan kamil dengan cara meneladani sifat-sifat nabi dalam menyampaikan risalahnya, yang sudah pasti bertendensi pada ajaran Islam. Dengan harapan dapat membentuk peserta didik yang tuntas dalam ilmu pengetahuan dan juga berperilaku terpuji.
1. Urgensi Pendidik Profetik dalam Pendidikan
Seorang pendidik memiliki pengaruh yang sangat besar dalam dunia pendidikan, terutama dalam proses pembelajaran. Suatu lembaga pendidikan boleh tidak memiliki gedung yang megah, fasilitas yang tidak lengkap, dan sarana prasarana lainnya yang kurang memadai. Hal ini bisa diatasi seiring berjalannya waktu, karena masih ada sekumpulan guru atau pun pihak lain yang bersedia untuk membantu mengatasi masalah tersebut. Akan tetapi, riwayat lembaga pendidikan akan sirna jika komponen yang hilang adalah guru. Karena secara otomatis pendidikan akan terbengkalai, bahkan akan terhenti, lalu akan mati secara perlahan. Kiranya demikian gambaran tentang berharganya posisi seorang pendidik atau guru. Islam sangat menghormati dan menghargai orang-orang yang mau bertugas sebagai pendidik, baik dengan panggilan sebagai guru, dosen, ustad, mursyid, mudarris, mu’allim, muballig, dai, penyuluh, fasilitator, tutor atau yang lainnya. Apalagi teruntuk guru agama, Allah telah memberikan predikat sebagai orang yang terbaik dikalangan umatnya, karena ia telah mengajarkan Al-Qur’an beserta seluruh isi kandungannya.
2. Kriteria Pendidik Profetik
Kriteria Pendidik Profetik Secara ideal, keberhasilan seorang pendidik dalam pendidikan Islam sudah seharusnya mengacu kepada perilaku Nabi Saw., karena beliaulah satu-satunya pendidik yang berhasil, yakni dengan menjadi pendidik profetik. Meski demikian, kita sebagai manusia biasa, tentu menyadari bahwa tidak semua perilaku rasul dapat ditiru secara keseluruhan. Kita hanya memiliki kemampuan terbatas untuk meniru segalagalanya dari beliau, walaupun hal itu tetap kita cita-citakan sebagai sebuah idealitas. Maka dari itu, untuk melacak asumsi-asumsi keberhasilan pendidik, dirasa perlu meneladani beberapa hal yang dianggap esensial. Dengan harapan suatu saat nanti dapat mendekatkan antara realitas (perilaku pendidik agama yang ada) dan ideaalitas (Nabi Muhammad sebagai pendidik.
Kriteria tersebut pada intinya terkait dengan aspek personal-religius, sosial-religius dan professional-religius dari guru. Kata religius selalu bergandengan dengan masing-masing kriteria tersebut menunjukkan adanya komitmen guru terhadap Islam sebagai kriteria utama. Tujuannya agar segala masalah pendidikan dihadapi, dipertimbangkan, dipecahkan, dan ditundukkan dalam perspektif Islam. Aspek personal menyangkut pribadi pendidik itu sendiri, ia harus memantaskan diri sebagai sosok yang digugu dan ditiru oleh anak didiknya. Seorang guru yang baik mempunyai personaliti yang dapat membina dirinya sebagai seorang guru yang berkompeten. Sifat mesra, kelakar dan empati merupakan beberapa ciri yang harus dimiliki oleh seorang guru. Ibnu Shahnum menggariskan beberapa sifat yang perlu ada dalam diri seorang pendidik, yakni ikhlas, taqwa, bertanggung jawab, dan bersopan santun. Selanjutnya, aspek sosial meliputi kemampuan pendidik dalam menyampaikan pendapat, kemampuan menerima kritik, saran, dan pendapat orang lain, mudah bergaul. dengan kalangan sejawat, karyawan dan peserta didik, serta toleran terhadap keragaman (pluralisme) di masyarakat. Dalam hal ini, pendidik harus pandai dalam mengontrol diri. Karena segala gerak gerik seorang guru menjadi sorotan di tengah-tengah masyarakat. Misalnya, ketika ia berpendapat, diksi yang digunakan harus tepat agar tidak terjadi pertentangan antara satu dengan yang lain. Pun demikian ketika guru  menerima kritik dari berbagai pihak, ia harus bijak dalam menerima kritikan.
 Kemudian, ketika seorang pendidik berhadapan dengan teman sejawat atau pun dengan peserta didik, ia sudah seharusnya tetap menjaga kewibawaan sebagai seorang pendidik dengan bersikap sewajarnya saja. Begitu pula ketika berada di kalangan masyarakat umum, pendidik juga harus mampu menjadi pemersatu dalam keragaman yang ada. Tentu saja dalam menjalankan semua itu, pendidik harus berpegang sesuai ajaran Al-Qur’an dan Hadis (sosial-religius), sehingga misi yang diemban oleh seorang pendidik/guru untuk memanusiakan manusia dapat berjalan dengan baik. Persoalan yang tidak kalah penting adalah aspek profesional seorang guru. Kualitas profesional pendidik terlihat dari penampilan yang berwibawa dalam interaksinya dengan lingkungan.46 Hal ini menyangkut peran profesi guru, dalam arti ia memiliki kualifikasi profesional sebagai seorang guru. Dalam pendidikan Islam, seorang pendidik hendaknya memiliki karakteristik yang dapat membuat dirinya berbeda dengan yang lain. Karakteristik tersebut kemudian menjadi ciri dan sifat yang akan menyatu dalam totalitas kepribadiannya.
Lalu, totalitas tersebut diaktualisasikan dalam bentuk perkataan maupun perbuatan. Dalam hal ini, an-Nahlawi membagi kriteria karakteristik pendidik muslim dalam beberapa bentuk, yaitu: 1) Mempunyai watak dan sifat rubbaniyah yang terwujud dalam tujuan, tingkah laku, dan pola pikirnya. 2) Bersifat ikhlas 3) Bersifat sabar 4) Jujur dalam menyampaikan apa yang diketahuinya 5) Senantiasa membekali diri dengan ilmu 6) Menguasai berbagai metode mengajar 7) Mampu mengelola kelas dan peserta didik, tegas dalam bertindak dan proporsional 8) Mengetahui kehidupan psikis peserta didik 9) Mengikuti perkembangan zaman 10) Berlaku adil terhadap peserta didik.

B. Peran Guru dalam Pembelajaran
Semua orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran disekolah. Guru sangat berperan dalam memmbantu perkembangan peserta didik untukk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul karena manusia adalah makhluk lemah, yang dalam peran perkembangannya senantiasa membutuhkan orang lain sejak lahir bahkan pada saat meninggal. Semua itu menunjukkan bahwa setiap orang membutuhkan orang lain dalam perkembangannya, demikian halnya peserta didik, ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah pada saat itu juga ia menaruh harapan terhadap guru, agar anaknya dapat berkembang secara optimal.
Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini, guruharuskreatif, professional, dan menyenangkan, dengan memposisikan diri sebagai berikut:
1. Orang tua yang penuh kasih saying pada peserta didiknya.
2. Teman, tempat mengadu, dan mengutarakan perasannya bagi para peserta didik.
3. Fasiliator yang selalu siap memberikan kemudahan dan melayani peserta didik sesuai minat, kemampuan, dan membersihkan saran pemecahannya
4. Mengembangkan kreatifitas.
5. Menjadi pembantu ketika diperlukan.
6. Mengembangkan kreatifitas.

C. Guru Profesional (Proffesional Teacher)
Senior teacher, master teacher, lead teacher, dan professional teacher dielompokkann ke dalam kategori ini. Guru professional merupakan orang yang telah mengempuh program pendidikan guru dan memiliki tingkat master serta telah mendapat ijazah negara dan telah berpengalaman dalam mengajar pada kelas-kelas besar. Guru-guru ini diharapkan dan dikualifikasikan untuk mengajar dikelas yang besar dan bertindak sebagai pemimpin bagi para anggota staf lainnya dalam membantu persiapan akademis sesuai dengan minatnya. Guru-guru professional bertugas antara lain:
1. Bertindak sebagai model bagi para anggota lainnya.
2. Merangsang pemikiran dan tindakan.
3. Memelihara hubungan dengan orang tua murid dan memberikan komentar atau laporan.
4. Mengembangkan file sumber kurikulum dala daerah pelajaran tertentu dan mengajar kelas-kelas yang paling besar.
5. Bertindak sebagai pengajar dalam timnya.
Sedangkan kompetensi profesional, terdiri dari
a. kompetensi spesialis, kemampuan untuk ketrampilan dan pengetahuan, menggunakan perkakas dan peralatan dengan sempurna, mengorganisasikan dan menangani masalah
b. kompetensi metodik, kemampuan untuk mengumpulkan dan menganalisa informasi, mengevaluasi informasi, orientasi tujuan kerja, bekerja secara sistematis
c. kompetensi individu, kemampuan untuk inisiatif, dipercaya, motivasi, kreatif
d. kompeteni social, kemampuan untuk berkomunikasi, kerja kelompok, kerja sama.
D. Etika Profesi Guru
Berikut ini disajikan rumusan kode etik guru Indonesia. Rumusan kode etik guru Indonesia hasil rumusan Konferensi pusat PGRI 2006. Guru Indonesia selalu tampil secara professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Guru Indonesia memiliki keandalan yang tinggi sebagai sumber daya utama untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasioanl, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.Guru Indonesia bertanggung jawab mengantar siswanya untuk mencapai kedewasaan sebagaai calon pemimpin bangsa pada semua bidang kehidupan.
Dalam menngembangkan etika profesi harus mengacu pada prinsip-prinsip etika profesi. Secara umum, prinsip etika profesi mencakup hal-hal berikut.
1. Tanggung jawab. Etika profesi harus mampu bertanggung jawab terhadap pelaksanaan profesi itu dan terhadap hasilnya. Selain itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umunya.
2. Keadilan. Prinsip keadilan mengandung arti bahwa etika profesi dapat menjamin hak siapa saja.
3. Otonomi. Prinsip ini mengandung arti bahwa setiap professional memiliki dan di beri hak kebebasan dalam menjalankan profesinya. Tetapi dibatasi oleh tanggung jawab dan komitmen professional dan tidak mengganggu kepentingan umu.
4. integrasi moral yang tinggi. Komitmen pribadi yang tinggi menjadi keluhuran sebuah profesi.











BAB III
PENUTUP
Kata profetik berasal dari bahasa inggris, prophet yang berarti nabi. Beranjak dari akar kata demikian, ketika ditinjau dari kata sifat, maka menjadi prophetic atau profetik dengan makna sifat kenabian, sedangkan definisi pribadi profetik menurut Hamdani Bakran yaitu pribadi yang ruhaniahnya telah berjalan secara baik dalam diri seseorang, sehingga ia mampu mengendalikan segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas mental, spiritual dan fisik. Sifat-sifat yang selalu menghiasi setiap nabi adalah as-sidiq, al-Amanah, at-Tablig, dan al-Fatanah. Kata as-sidiq pada mulanya menggambarkan kekuatan, karena kebenaran itu adalah kekuatan, sebab ia memiliki kekuatan. Sifat kedua adalah alamanah . Kata alamanah seakar dengan kata iman dan aman, lawan katanya adalah khianat. Amanah adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain untuk dipelihara dan dikembalikan bila tiba saatnya atau bila diminta oleh pemiliknya. Sifat lain yang menghiasi akhlak seorang nabi adalah sifat tablig. Tablig adalah penyampaian yang harus disampaikan. Selain itu, tablig juga berarti keterbukaan. Keterbukaan ini bukan berarti menyampaikan apa yang seharusnya dirahasiakan, tidak juga mengabaikan unsur waktu, tempat, dan sasaran. Al Fatanah berarti kecerdasan, terutama segala hal yang berkaitan dengan fungsi/peranan yang diemban. Dengan demikian diharapkan bahwa guru dapat memiliki empat sifat seperti yang di contohkan oleh nabi walau bagaimanapun kita tidak dapat memungkiri bahwa kita sebagai manusia tidak akan pernah terpisahkan dengan keluputan. Tetapi sebagaimana kita menjadi guru maka kita di tuntut agar memiliki empat sifat tersebut agar bisa di katakan dalam profetik edukasi dan dapat menjadikan contoh kepada siswa maupun lingkungan kita.


DAFTAR PUSTAKA
Barnawi & Mohammad Arifin. 2012.  Etika dan Profesi Kependidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Budianto, Mangun. 2013.  Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ombak.
Danim, Sudarwan. 2011. Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Hamalik, Oemar. 2004. Pendidikan Guru. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Mulyasa, E. 2011.  Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Munawaroh, Luluk. 2017. Kriteria Pendidik Profetik. Skripsi. UIN Walisongo.
Roqib, Moh. 2011. Prophetic Education: Kontekstualisasi Filsafat dan Budaya Profetik dalam Pendidikan. Purwokerto: STAIN Press.
Saondi, Ondi & Aris Suherman. 2010. Etika Profesi Keguruan. Bandung: Refika Aditama.
Shihab, Quraish. 2010. Membumikan Al-Qur’an Jilid 2. Jakarta: Lentera Hati.
Shofan, Moh. 2004. Pendidikan Berparadigma Profetik. Jogjakarta: Ircisod.


No comments:

Post a Comment

Urgensi Penerapan Pendidikan Moral Bagi Masa Depan Indonesia

 Urgensi Penerapan Pendidikan Moral Bagi Masa Depan Indonesia Oleh : Sukron Ibnu Rofiq Banyak kasus pelanggaran di Indonesia yang mencermink...