Tuesday, March 10, 2020

Makalah Tasybih Maqlub dan Balaghah Tasybih


PEMBAHASAN
A. Tasybih maqlub
Tasybih maqlub adalah menjadikan musyabbah sebagai musyabbah bih dengan mendakwakan bahwa titik keserupaanya lebih kuat pada musyabbah.

Contoh:
Muhammad bin Wuhaib Al-Himyari berkata :
وَبَدَ الصَّبَاحُ كَأَنَّ غُرَّتَهُ * وَجْهُ الخَلِيْفَةِ حِيْنَ يُمْتَدُحُ.
“Pagi telah muncul, seakan-akan gebyarnya adalah wajah khalifah ketika dipuji[1].”
Al-Bujturi berkata :
كَأَنَّ سَنَاهَابِالعَشِيِّ لِصُبْحِهَا * تَبَسُّمُ عِيْسَى حِيْنَ يَلْفِظُ بِالْوَعْدُ.
“Seakan-akan cahaya awan disore hari sampai menjelang pagi itu adlah senyuman isa ketikamengucapkan janji.”
Penyair lain berkata:
أَحِنُّ لَهُمْ وَدُونَهُمُ فَلاَةُ * كَأَنَّ فَسِيْحَهَا صَدْرُالحَلِيْمِ.
“Aku rindu kepada mereka, namun untuk sampai ketempat mereka harus melewati tanah lapang yang luasnya seperti lapang dadanya seorang penyantun”.

Al-Himyari menyatakn bahwa cemerlangnya gebyar pagi itu menyerupai wajah khalifah ketika mendengar pujian dan sanjungan untuknya. Dari pernyataan ini dapat kita ketahui bahwa tasybih yang dibuat oleh Al-Himyari keluar dari gambaran yang ada di hati kita, yakni bahwa selamnya sesuatu itu diserupakan kepada yang lain yang lebih kuat dalam titik keserupaannya. Yang sering terdengar adalah bahwawajah khalifah menyerupai gebyar pagi, sedangkan Al-Himyari menyatakan sebaliknya dengan maksud untuk berlebih-lebihan habis-habiskan mendawakkan bahwa wajah syibeh lebih kuat pada musyabbah. Tasybih demikian merupakan salah satu keunggulan seni dan keindahan bahasa.
Al-Buhturi menyerupakan cahaya awan yang terus menerus memantul sepanjang malam dengan senyuman orang yang dipujinya ketika menjajikan pemberian. Padahal sudah pasti bahwa pantulan cahaya awan itu lebih kuat daripada pantulan cahaya senyuman. Dan yang biasa kita dengar adalah senyuman diserupakan dengan pantulan cahaya awan, sebagaimana kebiasaan para penyair. Akan tetapi, Al-Buhturi menyatakan tasybih yang sebaliknya.
Dalam contoh tasybih terakhir, tanah lapang diserupakan dengan dada seorang penyantun dalam hal keluasaanya.[2]
1.    Balaghah tasybih dan sebagian pengaruhnya bagi orang Arab dan Ahli bahasa berikutnya.[3]
Balaghah tasybih muncul bilamana tasybih itu membawa kita dari suatu keadaan kepada keadaan baru yang menyerupainya atau kepada gambaran serupa yang mempunyai nilai lebih. Bila perpindahan gambaran itu jauh dan jarang terlintas di hati atau disertai sedikit atau banyak khayalan, maka tasybihnya akan semakin indah dan mengagumkan.
Contoh :         
يُسْرِعُ اللَّمْحَ قِى احْمِرَا رِكَمَا تُسْرِعُ فِى الَّمْحِ مُقْلَتةُ الغَضْبَانْ
“Bintang itu dalam kemerehannya mempercepat kerlipan cahayanya, sebagaimana orang yang dalam puncak kemarahannya mempercepat kedipan dan lirikan matanya.”
Karena penyerupaan kedipan bintang dengan kemerahan cahayanya terhadap kecepatan kedipan dan lirikan mata orang yang marah adalah suatu penyerupaan yang sangat jarang terjadi dan tidak akan dibuat kecuali oleh orang sastrawan.
Contoh lain dalam syair:
وَكَأَنَّ النُّجُوْ مَبَيْنَ دُجَاهَا * سُنَنٌ لَا حَ بَيْنَهُنَّ ابْتِدَا
“Seakan-akan bintang-bintang di antara kegelapan malam itu adalah beberapa sunnah yang bersinar terang menerangi perbuatan bid’ah”.
Keindahan tasybih ini berada pada anggapan kita akan pengetahuan dan kecerdikan penyair dalam menyususn tasybih antara dua keadaan yang tidak pernah terlintas dalam hati adanya keserupaan itu yakni keserupaan keadaan bintang-bintang dalam kegelapan malam dengan keadaan sunnahsunah agama yang shahih, yang menyebar terpisahpisah diantara bid’ah-bid’ah yang bathil. Tasybih diatas memiliki daya tarik lain yakni bahwa penyair mengkhayalkan bahwa sunah-sunah itu bercahaya dengan terang, sedangkan bid’ah itu gelap gulita.   
Demikianlah nilai balaghah tasybih dari sangat jarangnya dan jauhnya sasaran serta kader isinya yang khayali. Adapun balaghah tasybih dari segi bentuk kalimatnya juga berbeda-beda. Tasybih yang paling rendah tingkat balaghahnya adalah tasybih yang disebutkan seluruh unsurnya, karena balaghah tasbih terletak pada dakwaan bahwa musyabbah adalah adalah musyabbah bih itu sendiri. Sedangkan keberadaan adata tasybih dan wajah syibeh akan menghalangi dakwaan ini, maka bila dibuang adatnya atau wajah syibehnya tingkat balaghahnya akan meningkat karena dengan dibuangnya salah satu unsur tersebut akan sedikit memperkuat dakwaan kesatuan musyabbah dengan musyabbah bih. Adapun tasybih yang paling tingi tingkat balaghahnya adalah tasybih baligh. Karena tasbih baligh dibuat atas dasar dakwaan bahwa musyabbah dan musyabbah bih itu hal yang satu.[4]
Telah menjadi tradisi orang Arab dan para ahli bahasa setelah mereka menyerupakan orang yang dermawan dengan laut dan hujan, orang yang pemberani diserupakan dengan singa, wajah yang bagus diserupakan dengan matahari dan bulan, orang yang cerdik cendikia dalam menangani segala urusan diserupakan dengan pedang.
Banyak tokoh Arab yang terkenal dengan kepribadian yang terpuji, hingga mereka dijadikan sebagai tolok ukur dalam penyerupaan sifat-sifat. Oleh karena itu,orang yang tepat janji diserupakan dengan Samuel[5]. Orang yang dermawan diserupakan dengan Hatim, orang yang adil diseupakan dengan Umar[6].
Dan sebaliknya banyak pula orang Arab yang di kenal beperengai sangat tercela, yang juga dijadikan sebagai tolok ukur tasybih, maka orang yang kepayahan disebut dengan Baqil[7], orang yang suka mengejek diserupakan dengan Huthai’ah[8] dan orang yang keras kepala diserupakan dengan Hajjaj[9]




[1] http://jurnal.uai.ac.id/index.php/SH/article/download/245/230  diakses pada hari selasa, 18 februari 2020 pukul 12.30 Wib.
[2] Ali al Jarim dan  Musthafa Aamin, Terjemahan al Balaghatul Wadhihah, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2017) hlm. 78-79
[3] Yang dimaksud dengan ahli bahasa berikutnya adalah orang-orang yang menggunakan bahasa Arab yang lahir setelah periode orang Arab yang bahasanya menjadi pedoman.
[4] Ali al Jarim dan Musthafa Aamin, Terjemahan al Balaghatul Wadhihah, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2017) hlm. 87
[5] Samuel adalah Samuel bin Hayyan al Yahudi, terkenal dengan kesetiaanya. Seorang penyair jahiliyah, wafat pada tahun 62 sebelum hijrah
[6] Umar adalah amirul mukminin Umar bin al Khattab
[7] Seorang laki-laki yang dikeanl payah suatu ketika ia membeli seekor kijang seharga 11 Dirham. Ketika ditanya harganya, maka ia mengacungkan seluruh jari tangannya untuk menunjukkan 10 Dirham dan ditambahkan dengan lidahnya. Maka kijangnya lepas dan lari.
[8] Huthai’ah adalah seorang penyair muhadram (dua zaman: jahiliyah dan Islam) ia seorang pengejek yang menyakitkan hampir tiap orang, termasuk orang tuanya bahkan dirinya sendiri
[9] Hajjaj adalah Hajjaj bin Yusuf Atsaqofi seorang pembantu Abdul Malik bin Marwan dan al Walid untuk Irak dan Khurasan ia seorang yang kejam dan sadis

No comments:

Post a Comment

Urgensi Penerapan Pendidikan Moral Bagi Masa Depan Indonesia

 Urgensi Penerapan Pendidikan Moral Bagi Masa Depan Indonesia Oleh : Sukron Ibnu Rofiq Banyak kasus pelanggaran di Indonesia yang mencermink...