A. Pengertian Tarjamah
Secara etimologis kata terjemah berasal dari bahasa Arab tarjama yutarjimu yang artinya menerangkan atau memindahkan perkataan dari suatu bahasa ke bahasa lainnya. Secara istilah, menurut Suhendra Yusuf (1994:8), terjemah berarti semua kegiatan manusia yang berkaitan dengan memindahkan informasi atau pesan yang disampaikan secara lisan atau tulisan dari bahasa asal atau informasi dalam bahasa asal ke dalam bahasa sasaran.
Terjemah adalah kegiatan manusia dalam mengalihkan makna atau pesan, baik verbal maupun non verbal, dari suatu bentuk ke bentuk yang lainnya. Menurut Anwar Nurul Yamin “Yang di maksud penerjemahan di sini adalah pengalihbahasaan Al-Qur’an dari bahasa aslinya, yakni bahasa Arab ke dalam bahasa si penerjemah, misalnya ke dalam bahasa Inggris atau bahasa Indonesia”.
B. Teori Terjemah Model Situasional
Situasi sangat menentukan makna satu ujaran. Pentingnya situasi dalam penerjemahan juga ditekankan oleh Catford. Catford mendefinisikan penerjemahan sebagai “the replacement of textual material in one language (the source language SL) by equivalent textual material in another language (the target language TL) yang dapat diartikan sebagai penggantian bahan kenaskahan dalam satu bahasa (bahasa sumber) dengan padanan bahan kenaskahan dalam suatu bahasa yang lain (bahasa sasaran).
Menurut resensi Willie Qoen, Nida dalam bukunya mengajarkan bahwa cara baru menerjemahkan haruslah berfokus pada respons penerima pesan, itu berarti bahwa terjemahan dapat dikatakan baik bila benar-benar dapat dipahami dan dinikmati oleh penerimanya.
Berkaitan dengan model dan teknik penerjemahan, dalam bukunya, Seni Menerjemahkan, Widyamartaya (1989), memaparkan beberapa model dan teknik penerjemahan, salah satunya yaitu Model situasional. Model situasional adalah model yang memahami makna ujaran berdasarkan situasi bahasa itu diucapkan, konteks situasi atau keadaan memberikan arti lain, pada makna ujaran yang sama.
Ada berbagai motif yang melatarbelakangi ujaran dalam situasi tertentu :
1. Orang mungkin ingin menunjukkan adanya sesuatu, tidak lebih.
2. Atau sekedar melukiskan sesuatu itu.
3. Atau melukiskan secara hidup agar mengesan pada pembaca.
4. Atau mengungkapkan perasaan sendiri mengenai hal itu.
5. Atau ingin mempengaruhi atau mendorong pembaca untuk melakukan sesuatu.
6. Atau menata bagaimana menghadapi sesuatu untuk menguasainya.
7. Atau, dibalik semua motif itu dan barangkali secara tak langsung berkaitan dengan motif itu, orang bertujuan mencapai suatu maksud.
8. Atau melampiaskan perasaan tentang sesuatu sehingga orang merasa tidak harus berbuat apa-apa mengenai hal itu.
Dalam bahasa Arab misalnya dikenal istilah » كثير الرماد « yang diterjemahkan secara harfiah “banyak asap”, yaitu sebuah kondisi yang mengesankan banyak memasak dikarenakan banyak tamu yang datang ke rumah seseorang. Namun jika melihat budaya bahasa Arab, ternyata maksudnya bukan itu, tetapi “mulia”, yakni orang yang banyak tamunya dipandang sebagai orang yang terhormat atau mulia. Dengan demikian makna sesungguhnya akan hilang pada saat penerjemah tidak berhati-hati dalam pengalihan makna bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.
Ketika memahami sebuah teks pemahaman kita tidak mungkin hanya berhenti pada makna referensial dan organisasional karena pesan sebuah teks lahir dari suatu situasi komunikasi yang spesifik. Makna juga kemudian muncul secara berbeda tergantung siapa yang berbicara, siapa yang diajak bicara dan dalam situasi seperti apa teks itu muncul. Kemudian lebih jauh makna sebuah teks maupun ujaran juga dipengaruhi oleh latar belakang kultural serta status sosial masing-masing yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut.
Seorang penerjemah harus menyadari sebuah kata atau ungkapan oleh konteks situasi atau budaya. Makna sebuah kata juga ditentukan oleh hubungannya dengan unit-unit lain pada sebuah teks.
Makna kontekstual adalah makna suatu kata dihubungkan dengan situasi penggunaan bahasa (Nababan, 2003: 49). Menerjemahkan Konteks situasi di sini dimaksudkan sebagai konteks situasi eksternal (al-mauqif al-khariji) yang memungkinkan kata itu digunakan. Artinya, kata yang sama memiliki arti yang berbeda karena situasi yang berbeda pula. Perhatikan contoh berikut ini.
1- الله يرحمك
2- يرحمه الله
Verba yarham pada contoh pertama dan contoh kedua memiliki arti yang berbeda disebabkan oleh situasi luar yang berbeda. Kata الله يرحمك digunakan dalam siatuasi menjawab atau mendoakan orang lain yang membaca hamdalah pada saat bersin. Permohonan kasih sayang kepada Tuhan bagi orang yang bersin ini adalah kasih sayang di dunia (thalabu ar-rahmah fi ad-dunya).
Sementara itu, يرحمه الله digunakan sebagai doa bagi orang yang meninggal dunia. Permohonan kasih sayang kepada Tuhan bagi orang yang meninggal dunia ini adalah kasih sayang di akherat (thalabu ar-rahmah fi al-akhirah). Dengan demikian, kata yarham pada contoh pertama dan kedua digunakan dalam konteks situasi yang berbeda. Implikasinya, makna yang diacu oleh kata yarham tersebut juga berbeda.
No comments:
Post a Comment