Assalamualaikum kawan-kawan semua, semoga dalam
keadaan sehat wal afiat. Di dalam hatiku ketika ada teman yang mengajak sinau
bareng sangat senang sebenarnya, tetapi sering kali terkendala oleh waktu untuk
bisa berkumpul dan sinau bareng. Dengan itu aku mencoba untuk menjembatani
masalah tersebut dengan menulis materi ini. Sebenarnya ter inspirasi dari
kuliah daring yang dilakukan oleh kampus karena wabah corona yang menyerang
warga Indonesia. Disini kita mau belajar bareng
tentang ilmu nahwu meliaht latar belakang kami dari Pendidikan Bahasa
Arab dengan berbagai wacana sinau bareng terkait materi nahwu yang hanya
berjalan beberapa kali kemudian berhenti tanpa diaba-aba. Hahaha….
Untuk lebih afdol kita belajar nahwu dari yang
paling dasar ok?....
Perlu diingat bahwa kita belajar Nahwu, berarti
kita sedang mempelajari bahasa Arab. Ingat bahasa Arab.dan kita merujuk pada
kitab AL Jurumiyyah ya kawan…
Kita mulai dari kalam.
A. Kalam atau yang
biasa disebut “kalimat” dalam bahasa Indonesia memiliki beberapa definisi
pertama secara bahasa yaitu
هُوِ كُلُّ مَا اَفَادَ
“Segala sesuatu
yang memerikan faidah.”
Seperti papan
pengumuman, rambu-rambu lalu lintas, isyarat dengan kedipan mata dan lain-lain.
Menurut Ulama, secara istilah kalam mempunyai definisi yang beragam
sesuai dengan bidang ilmunya masing-masing di antaranya:
1.
Kalam menurut Ulama Fiqih
هُوِ كُلُّ مَا
أَبْطَلَ الصَّلَاةَ مِنْ حَرْفٍ مُفْهِمٍ أَوْ حَرْفَيْنِ وَاِنْ لَمْ يُفْهِمَا
“Segala sesuatu
yang membatalkan sholat baik berupa satu huruf yang dapat memberi kepahaman
ataupun dua huruf walaupun tidak memberikan kepahaman.”
2.
Kalam menurut Ulama Ushul
هُوَ اللَّفْظُ
الّمُنَزَّلُ عَلَى سَيِّدِنَا محمد صلى الله عليه وسلم لِلأِعْجَازِ بِأَقْصَرِ
سُوْرَةِ مِنْهُ الّمُتَعَبَّدُ بِتِلَاوَتِهِ
“Lafadz yang diturunkan kepada nabi
Muhammad SAW untuk melemahkan hujjah orang-orang kafir walaupun dengan surat
yang terpendek dan termasuk ibadah dengan membacanya.”
3.
Kalam menurut Ulama Kalam
هُوَ عِبَارَةٌ عَنِ
الّمَعْنَى الّقَادِيْمِ الّقاَئِمِ بِذَاتِهِ تَعَالَى
“Ungkapan dari sifat yang qodim (dahulu
tanpa permulaan) yang berada pada dzat-Nya Alloh Ta’ala”
4.
Kalam menurut Ulama Nahwu
هُوَ اللَّفْظُ الّمُرَكَّبُ
الّمُفِيْدُ بِالْوَضْعِ
“Lafadz yang
tersusun, berfaidah dan dengan kehendak mutakalim (orang yang berbicara).”
Dalam sinau
bareng ini kita mengambil pengertian kalam dari Ulama Nahwu yaitu pengertian
yang ke empat.
B. Dari pengertian tersebut bisa kita ambil kesimpulan bahwa Kalam
menurut Ulama Nahwu memiliki empat
syarat yaitu harus Lafdz, murakkab isnadi, mufid dan wadha’.
1.
Lafadz
Secara
bahasa lafazh berarti menggiling atau sama dengan (tharhun) seperti perkataan orang Arab
لَفَظَتْ الرَّحَا الدَّقِيْقَ “mesin penggilingan itu menggiling
tepung”
Dan juga berarti membuang/melempar (romyun)
لَفَظَ فُلَانٌ
النَّوَاةَ “fulan melempar/membuang biji”
Sedangkan lafazh secara istilah adalah
هُوَ الصَّوْتُ الْمُسْتَمِلُ
عَلَى بَعْضِ الْحُرُوْفِ الْهِجَائِيَّةِ الَّتِي أَوَلُهَا الْأَلِفُ وَأَخِرُهَا
الْيَاءُ وَخَرَجَتْ مِنْ لِسَانِ الْإِنْسَانِ
“suara yang mencakup sebagian huruf
hijaiyyah yang diawali alif dan diakhiri ya’ dan keluar dari lisan manusia.”
Contohnya seperti suara dari lafazh “"زيد
Jadi yang namanya Kalam itu suara yang mengandung
huruf hijaiyyah bukan tulisannya. Seperti contoh tersebut, bukan tulisannya
yang disebut lafazh tapi suara yang dihasilkan ketika membaca tulisan tersebut.
Kenapa harus menggunakan huruf hijaiyyah? Karena yang kita pelajari bahasa Arab
dimana bahasanya menggunakan huruf hujaiyyah. Berarti kalo tidak menggunakan
huruf hijaiyyah itu tidak termasuk lafazh? Iya, tidak termasuk lafazh menurut
Ulama Nahwu.
2.
Murakkab
Secara bahasa murakkab bermakna:
هُوَ وَضْعُ شَيْئٍ عَلَى
شَيْئٍ سَوَاءٌ كَانَ عَلَى جِهَةِ الثُّبُوْتِ أَمْ لاَ
“meletakan sesuatu di atas sesuatu yang
lain, baik tetap ataupun tidak tetap”
Secara istilah murakkab adalah
هُوَ مَا تَرَكَّبَ
مِنْ كَلِمَتَيْنِ فَأَكْثَرَ
“Susunan kalimah yang terdiri dari dua
kalimah atau lebih”
Contoh yang terdiri dari dua kalimah adalah قَامَ
زَيْدٌ
dan yang terdiri dari dua kalimah lebih adalah اِنْ
قَامَ زَيْدٌ قَامَ عَمْرٌو
Apa contohnya harus zaid dan umar? Tidak juga, kalian
bisa membuat contoh dengan nama lain. Contoh tersebut hanya untuk mempermudah
mengingatnya.
Murakkab dibagi menjadi empat yaitu:
a.
Murakkab Isnadi (المركب الاسنادي)
هُوَ كُلُّ كَلِمَتَيْنِ أُسْنِدَاتْ اِحْدَاهُماَ
اِلَى الْأُخْرَى
“setiap dua kalimah
yang salah satunya disandarkan ke kalimah lainnya”
Seperti
disandarkannya fiil terhadap fail
(قَامَ زَيْدٌ) atau mubtada terhadap khobar
((زَيْدٌ قَائِمٌ yang bersandar dinamakan musnad dan yang
disandari dinamakan musnad ilaih. Dengan demikian murakkab isnadi adalah
murakkab yang tersusun dari musnad dan musnad ialih dan merupakan
salah satu syarat Kalam menurut Ulama Nahwu.
b.
Murakkab idhafi (المركب الاضافي)
هُوَ كُلُّ كَلِمَتَيْنِ نَزَلَتْ ثَانِيَتُهُمَا
مَنْزِلَةَ التَّنْوِيْنِ مَمَّا قَبْلَهَا
“setiap dua kalimah
dimana kalimah yang kedua menempati tanwinnya kalimah yang pertama,”
Dengan arti
lain, murakkab idhafi adalah murakkab yang tersusun dari mudhaf dan mudhaf
ilaih. Contohnya seperti غُلاَمُ
زَيْدٍyang asalnya adalah غُلاَمٌ
لزَيْدٍ
c.
Murakkab Mazji (المركب المزجي)
هُوَ كُلُّ كَلِمَتَيْنِ نَزَلَتْ ثَانِيَتُهُمَا
مَنْزِلَةَ التَّأْنِيْثِ مَمَّا قَبْلَهَا
“setiap dua kalimah
dimana kalimah yang kedua menempati posisi ta’nitsnya kalimah yang pertama,”
Dengan kata
lain, murakkab mazji adalah murakkab yang terdiri dari dua kalimah namun
dijadikan satu. Contohnya seperti lafazh بعلبك
yang asalnya terdiri dari dua kata yaituبعلة
yang berarti patung danبك yang
berarti penyembah.
d.
Murakkab taqyidi (المركب التقيدي)
هُوَ أَنْ يَكُوْنَ الثَّانَيْ مُقَيِّدًا لِلْأَوَّالِ
فِي الْمَعْنَى
“kalimah yang kedua
membatasi kalimah yang pertama dalam maknanya.”
Contohnya
seperti lafazh حَيِوِانٌ نَاطِقٌ
(hewan yang berfikir) lafazh natiqun membatasi lafazh hayawan.
Dengan adanya lafazh natiqun, maka hewan yang dimaksud hanya manusia.
3.
Mufid (المفيد)
Secara bahasa, mufid adalah
هُوِ اسْتِحْدِاثُ الْمَلِ وَالْخَيْرَ
“memperoleh harta disertai dengan kebaikan”
Sedangkan mufid secara istilah adalah
هُوَ كُلُّ مَا أَفَادَ فَائِدَةٌ يَحْسُنُ السُّكُوْتُ
مِنَ الْمُتَكَلِّمِ وَالسَّامِعِ عَلَيْهَا
“setiap ucapan (lafazh)
yang dapat memberikan faidah dengan sempurna bagi bagi orang yang berbicara dan
orang yang mendengarkan.”
Contohnya
ketika mutakallim mengucapkan قَامَ زَيْد
maka sami’ sudah memahami ucapan tersebut dan tidak menanyakan kembali
kepada mutakallim.
4.
Wadha’ (الوضع)
Secara bahasa, Wadha’ mempunyai makna isqoth (اسقاط) yang berarti menggugurkan, seperti
dalam ucapan وَضَعْتُ الدَّيْنَ عَنْ فُلاَنٍ (saya mengugurkan hutang si fulan) dan
bermakna wiladah (ولادة) seperti dalam ucapanوَضَعَتْ
الْمَرْأَةُ وَلَدَهَا (seorang perempuan melahirkan anaknya).
Adapun
definisi wadha’ secara istilah adalah
هُوَ جَعْلُ اللَّفْظِ دَلِيْلاً عَلَى الْمَعْنَى
أَوْ بِالْقَصْدِ
“Menjadikan lafazh untuk menunjukkan
makna atau maksud yang dikehendaki”
Ulama
berbeda pendapat terkait wadha’. Sebagian menafsiri keharusan menggunakan
bahasa Arab, sehingga lafazh-lafazh yang tidak menggunakan bahasa Arab tidak
bisa disebut kalam. Sebagian yang lain menafsiri wadha’ dengan al-qoshdu
(kesengajaan), artinya lafazh-lafazh tersebut harus diucapkan dengan
sengaja/sadar. Sehingga perkataan orang mabuk, mengigau atau hilang
kesadarannya tidak bisa disebut kalam.
Sekian pembahasan terkait kalam , pahamkah sampai
disini kawan?
Jika masih ada yang ingin ditanyakan silahkan ditanyakan di kolom komentar kawan.
Jika mau menambahkan atau membenarkan yang salah juga silahkan di kolom
komentar. Kami sangat berharap komentar-komentar dari kalian yang membangun,
agar kedepannya bisa lebih baik.
No comments:
Post a Comment