Monday, March 9, 2020

Makalah Pendidikan dan Hubungan Antar Kelompok


PEMBAHASAN

Pendidikan yang berlangsung di masyarakat tidak terlepas dari peran sosial. Di dalam lingkungan masyarakat sosial terdapat kelompok-kelompok yang mempengaruhi proses pendidikan. Selain kelompok-kelompok sosial masyarakat juga ada kelompok yang tercipta di lingkungan sekolah, bahkan di dalam kelas pun ada kelompok-kelompok belajar. Penjelasan ini akan dilanjutkan pada materi di bawah ini.
A.      Pengertian pendidikan
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnnya anak-anak. Maksud dari pengertian tersebut adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.[1]
Menurut UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 , pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang di perlukan dirinya masyarakat bangsa dan negara.
Menurut G. Terry Page pendidikan adalah proses pengembangan kemampuan dan prilaku manusia secara keseluruhan.[2]

B.       Pengertian Kelompok
Secara sosiologis kelompok mempunyai pengertian sebagai suatu kumpulan dari orang-orang yang mempunyai hubungan dan berinteraksi yang dapat mengakibatkan tumbuhnya perasaan bersama.[3]
Menurut Abdul Rahmat Pergaulan manusia pada awalnya dimulai dari kelompok kecil dalam masyarakat, yang kemudian disebut keluarga. Dari keluarga inilah kemudian tercipta pengalaman-pengalaman (social experiences) yang nantinya mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan kepribadian seseorang.[4]
Menurut Joseph S. Roucek dalam Abullah Idi, mengatakan bahwa Suatu kelompok meliputi dua atau lebih manusia yang diantara mereka terdapat beberapa pola interasi yang dapat dipahami oleh para anggotanya atau orang lain secara keseluruhan.
Menurut Mayor Polak mengatakan bahwa, kelompok sosial adalah suatu group, yaitu sejumlah orang yang ada antara hubungan satu sama lain dan hubungan itu bersifat sebagai sebuah struktur.[5]

C.    Struktur Hubungan Antar Kelompok
1.      Struktur hubungan antar kelompok di sekolah
Murid-murid di sekolah sering menunjukkan perbedaan asal kesukuan, agama, adat istiadat, dan kedudukan sosial. Berdasarkan perbedaan-perbedaan itu mungkin timbul golongan minoritas di kalangan murid-murid, yang tersembunyi ataupun yang nyata-nyata. kelompok dalam sekolah dapat dikategorikan berdasarkan:
a.       Status sosial orang tua murid
Status sosial orang tua sangat mempengaruhi pergaulan siswa tersebut. Tidak dapat dipungkiri, seorang siswa yang merupakan anak pejabat akan cenderung bergaul dengan teman yang se-level. Hal ini dapat terjadi di dalam maupun di hingga pergaulan di luar sekolah. Anak pejabat enggan bergaul dengan anak buruh. Jikalau ada jumlahnya pun sangat sedikit. Kesamaan hobi mendorong timbulnya rasa kebersamaan diantara mereka. Anak-anak yang suka olahraga sepak bola cenderung intensif bergaul dengan teman se klub mereka. Biasanya di sekolah terdapat beberapa jenis kegiatan ekstra kurikuler seperti KIR (Kelompok Ilmiah Remaja), Rohis, kelompok seni, pramuka, PMR, dan keolahragaan. Masing-masing membentuk ikatan emosianal diantara anggotanya.
b.      Intelektualitas
Ada juga peluang terjadi kelompok-kelompok berdasarkan tingkatan intelektualitas mereka, meskipun ini tidak dominan. Orang pintar karena biasanya suka membaca lebih sering berada di pepustakaan dari pada di kantin. Kehidupan mereka di sekolah benar-benar padat dengan kegiatan akademis. Sedangkan orang yang tingkat intelektualnya lebih rendah cenderung kurang belajar dan lebih mementingkan menjalin hubungan sosial dengan teman-temannya, bermain bersama, bercerita, dan lain-lain
c.       Jenjang kelas
Perbedaan jenjang kelas ini merupakan faktor dominan yang sering terjadi di sekolah. Biasanya anak kelas tiga yang merasa lebih tua sering berbuat sesuka hati kepada adik kelasnya. Anak-anak kelas satu karena takut dengan seniornya lebih nyaman bergaul dengan teman-teman satu tingkatnya. Hal ini menyebabkan pergaulan mereka menjadi terkotak-kotak dan kurang harmonis. Ini juga yang menyebabkan kesenjangan sosial dan kenakalan. Terkadang anak kelas tiga atau pun yang merasa berkuasa di sekolahannya berbuat sewenang-wenang terhadap adik kelas dan anak pendiam, seperti: usil, pemalakan, atau kekerasan fisik.
d.      Agama
Ada peluang terbentuknya kelompok karena persamaan agama. Kegiatan perayaan dan peribadatan agama yang mereka anut sering mempertemukan mereka dalam kebersamaan dan kepemilikan. Namun demikian ini bukanlah faktor dominan di kalangan anak sekolahan. Kesamaan asal daerah juga memberikan peluang bagi terbentuknya kelompok di sekolah, namun bukan juga merupakan faktor dominan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar siswa di sekolah tersebut berasal dari daerah yang sama. Berbeda dengan kehidupan kampus yang nuansa kedaerahannya sangat kental, di sekolah biasanya murid cenderung lebih menaruh minat pada mood dan hobi ketimbang regionalitas.[6]
2.      Struktur Hubungan Anatar Kelompok Sosial
Dalam masyarakat Islam kelompok sosial bisa terjadi. Hal ini bisa di lihat dari berbagai kelompok yang terlahir atau muncul di tengah-tengah masyarakat mencerminkan kebudayaan islam antara lain:
a.       Kelompok kekerabatan
Hal ini dalam masyarakat islam sesama umat islam adalah saudara. Jadi, ada semacam perasaan senasib, sepenanggungan yaitu atas dasar agama. Selain itu memiliki kegiatan yang sama dalam ke agamaan, seperti halnya sholat berjamaah atau pun tradisi-tradisi yang biasa di lakukan oleh umat islam. Mereka sering bertemu dan saling mengenal dan menumbuhkan rasa kekerabatan.
b.      Kelompok utama dan sekunder
Kelompok utama di tandai dengan saling mengenal antar anggota serta bekerja sama yang bersikap pribadi. Kelompok ini biasanya terdiri dari orang-orang yang sudah saling mengenal sehingga lebih terbuka dalam bekerja sama terhadap ssesama anggota kelompok, contohnya kelompok sahabat, kelompok tugas, kelompok belajar dan lain-lain. Sedangkan kelompok sekunder bersifat temporer, hanya sementara dalam perkumpulannya contoh kelompok sesama guru pendidikan agama islam sekabupaten.[7] Contoh lain kelompok penonton sepak bola. Mereka berkelompok dan bareng-pareng hanya ketika tim yang mereka sukai sedang bertanding. Mereka tidak saling mengenal dan tidak saling mengetahui.
c.       Kelompok formal
Di ciptakan secara sengaja dan di dasrkan atas aturan-aturan yang tegas dan memiliki tujuan yang jelas.  Contoh kelompok lembaga pendidikan, lembaga perekonomian, lembaga politik, dan lembaga yang lain.
d.      Kelompok informal
Terbentuk karena kuantitas pertemuan yang cukup tinggi dan berulang-ulang. Contoh kelompok pengajian ibu-ibu.[8] Contoh lain adalah kelompok orang-orang yang pergi ke pasar. Karena kebiasaan kulak di pasar setiap hari sehingga mereka sering bertemu ketika belanja ke pasar dan membentuk kelompok.

3.      Prasangka dalam Hubungan Antar Kelompok
Prasangka merupakan suatu istilah yang mempunyai berbagai makna. Namun dalam kaitanya dengan hubungan antar kelompok istilah ini mengacu pada sikap bermusuhan yang ditunjukan terhadap suatu kelompok tertentu atas dasar  dugaan bahwa kelompok tersebut mempunyai ciri yang tidak menyenangkan.[9]
Menurut jhon E. Farley prasangka di bagi menjadi tiga kategori antara lain:
a.       Prasangka kognitif  yaitu merujuk pada apa yang dianggap benar.
b.      Prasangka afektif yaitu merujuk pada apa yang disukai dan tidak disukai.
c.       Prasangka konatif yaitu merujuk pada bagaimana kecerundungan  seseorang dalam bertindak.[10]  
4.      Pendidikan dan Hubungan Antar Kelompok
Menurut penelitian, maka semakin tinggi pendidikan seseorang makin kurang prasangkanya terhadap golongan lain, makin toleran sikapnya terhadap golongan minoritas. Mereka yang berpendidikan universitas ternyata menunjukkan sikap yang toleran. Namun, ada tidaknya prasangka tidak semata-mata ditentukan oleh pendidikan saja. Pendidikan dapat merupakan faktor yang menentukan kedudukan, rasa harga diri, rasa ketentraman hidup yang turut menentukan prasangka. Ada kemungkinan mengurangi, tetapi dapat pula memperkuat prasangka.[11]


D.    Cara Mengurangi Prasangka Sosial
Cara mengurangi prasangka sosial terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi dan mencegah timbulnya prasangka, antara lain :
1.      Melakukan kontak langsung. Bertanya yang sebenarnya terjadi dengan apa yang diprasangkakan.
2.      Mengajarkan pada anak untuk tidak membenci. Pengajaran ini sangat penting diajarkan sejak dini agar tertanam sifat yang suka memaafkan, suka berpikir positif terhadap orang lain.
3.      Mengoptimalkan peran orang tua, guru, individu dewasa yang di anggap penting oleh anak dan media massa untuk membentuk sikap menyukai atau tidak menyukai melalui contoh perilaku yang di tunjukkan (reinforcement positive).
4.      Menyadarkan individu untuk belajar membuat perbedaan tentang individu lain, yaitu belajar mengenal dan memahami individu lain berdasarkan karakteristiknya yang unik, tidak hanya berdasarkan keanggotaan individu tersebut dalam kelompok tertentu .
Menurut Worchel dan kawan-kawan (2000), upaya tersebut akan lebih efektif jika di barengi dengan kebijakan pemerintah melalui penerapan hukum yang menjunjung tinggi adanya persamaan hak dan pemberian sanksi pada tindakan diskriminasi baik berdasarkan ras, suku, agama, jenis kelamain, usia, dan factor-faktor lainnya.
Alasan-alasan yang mendasari hukum dapat mengurangi prasangka adalah:
1.      Hukum membuat diskriminasi menjadi perbuatan illegal, sehingga akan mengurangi tindakan yang memojokkan pada kehidupan anggota-anggota minoritas.
2.      Hukum membantu untuk menetapkan atau memantapkan norma-norma dalam masyarakat, yaitu hukum berperan dalam mendefinisikan jenis-jenis perilaku yang dapat di terima atau tidak dapat di terima dalam masyarakat.
3.      Hukum mendorong konformitas[12] terhadap perilaku yang nondiskriminatif, yang mungkin pada akhirnya akan menghasilkan internalisasi sikap tidak berprasangka melalui proses persepsi diri atau pengurangan donasi.


[1] Rohimin dkk. Hakikat Pendidikan. Jakarta: jurnal  hakikat pendidikan .
[2] Zaitun. Sosiologi Pendidikan, Pekan baru, 2016:kreasi edukasi. Hlm. 43
[3] Abdul Syani, Sosiologi (Skematika, teori dan terapan) hlm. 98
[4] Abdul Rahmat, Sosiologi Pendidikan,Gorontalo: Ideas Publishing, 2012, hlm. 45
[5] Abullah Idi, Sosiologi Pendidikan : Individu, Masyarakat, dan Pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 117.
[6] S. Nasution, sosiologi pendidikan (jakarta, bumi aksara,2010) hlm 42
[7] Ki hajar dewantara, detik detik ujian nasional sosiologi, klaten, intan perwira, 2011. Hlm 20-21
[8] Khaeriyah, Menggagas Sosiologi Pendidikan, 2012 Yogyakarta:teras. Hlm 49-50
[9] Jurnal, thiara soerya,pendidikan dan hubungan antar kelompok, di akses pada 24 09 2018 pukul 21:35
[10] Kumanto sunarto, pengantar sosiologi, jakarta, lembaga penerbit fakultas ekonomi universitas indonesia, 2004. Hlm 142
[11] S. Nasution, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara,2004), hal.50
[12] KBBI. kesesuaian sikap dan perilaku dengan nilai dan kaidah yang berlaku

No comments:

Post a Comment

Urgensi Penerapan Pendidikan Moral Bagi Masa Depan Indonesia

 Urgensi Penerapan Pendidikan Moral Bagi Masa Depan Indonesia Oleh : Sukron Ibnu Rofiq Banyak kasus pelanggaran di Indonesia yang mencermink...