PEMBAHASAN
A. Pengertian Lembaga Pendidikan
Secara etimologi lembaga adalah asal sesuatu, acuan, sesuatu, sesuatu yang
member bentuk pada yang lain, badan atau organisasi yang
bertujuan mengadakan suatu penelitian keilmuan atau melakukan suatu usaha. Secara terminology
menurut Hasan Langgulung, Lembaga Pendidikan adalah suatu sistem yang bersifat mujarrad, suatu konsepsi yang terdiri dari kode-kode, norma-norma,
ideology-ideologi dan sebagainya, baik tertulis atau tidak, termasuk perlengkapan matrial dan organisasi simbolik: kelompok manusia yang terdiri dari individu-individu yang dibentuk sengaja atau
tidak, untuk mencapai tujuan tertentu dan tempat-tempat kelompok itu
melaksanakan peraturan-peraturan tersebut adalah masjid, sekolah, kuttab, dan sebagainya.[1]
Lembaga pendidikan merupakan suatu institusi, media,
forum, atau situasi dan kondisi tertentu yang memungkinkan terselenggaranya
proses pembelajaran, baik secara terstruktur maupun secara tradisi yang telah
diciptakan sebelumnya. Pengertian tersebut didasarkan pada pemahaman bahwa
seluruh proses kehidupan manusia pada
dasarnya merupakan kegiatan belajar-mengajar atau pendidikan. Manusia tidak
bisa lepas dari kegiatan belajar-mengajar ini. Dengan demikian, belajar dan
mengajar sangat penting dalam proses perkembangan seseorang. Dengan demikian,
pengajaran dan juga pendidikan bisa tercipta dengan cara membuat tradisi
positif bagi peserta didik yang pada hakikatnya semua individu adalah peserta
didik.[2]
Lembaga pendidikan juga dapat berarti sebuah institusi
yang memang sengaja dibentuk untuk keperluan khusus kependidikan dan ada pula
lembaga yang memang tanpa disadari telah berfungsi sebagai sarana pendidikan
dan pembelajaran. Pengertian ini berimplikasi pada pemahaman yang luas tentang
lembaga pendidikan sehingga bisa mendatangkan nilai positif dalam proses
kependidikan dan penyelenggaraanya dikategorikan sebagai lembaga pendidikan.
Jamaah pengajian, aktivitas remaja masjid, dan contoh keteladanan seorang ibu
dalam keluarga termasuk dalam kategori tersebut.
Menurut Al-Qabisy, pemerintah dan orangtua bertanggung
jawab terhadap pendidikan anak baik langsung dalam melahirkan jenis-jenis
lembaga pendidikan sesuai dengan penanggung jawabnya. Jika penanggung jawabnya
orangtua maka jenis lembaga pendidikan dimunculkan adalah lembaga pendidikan
keluarga. Jika penanggung jawabnya adalah pemerintah maka jenis lembaga
pendidikan yang dilahirkan ini ada beberapa macam, seperti sekolah lembaga
pemasyarakatan dan sebagainya. Jika penanggung jawabnya adalah masyarakat, lembaga
pendidikan yang dimunculkan seperti panti asuhan, panti jompo, dan sebgainya.[3]
B.
Macam-macam Lembaga Pendidikan
Menurut UU
No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jalur pendidikan juga terdiri dari tiga jalur, yaitu:
1.
Lembaga Pendidikan Informal
Yaitu kegiatan pendidikan
yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Keluarga, merupakan lingkungan pertama bagaika di lingkungan keluarga, pertama-tama
anak mendapatkan pengaruh sadar. Karena itu keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, yang bersifat
informal dan qodrati.
Ayah dan ibu menjadi pendidik dan anak-anaknya menjadi peserta didik. Tugas keluarga adalah meletakan dasar-dasar perkembangan anak berikutnya, agar anak dapat berkembang secara baik.
Sebagai lingkungan pendidikan pertama sangat penting dalam membentuk pada kepribadian anak. Pendidikan keluarga member pengetahuan dan keterampilan dasar, agama, dan kepercayaan, nilai
moral, norma social da pandangan hidup yang diperlukan peserta didik untuk dapat berperan dalam keluarga dan masyarakat.
Fungsi lembaga pendidikan keluarga:
a. Mencipatakan pengalaman pertama bagi anak-anak, dimana pengalaman ini penting untuk perkembangan selanjutnya.
b. Menjamin kehidupan emosional anak untuk tumbuh dan berkembang.
c. Sebagai Pendidikan moral.
d. Sebagai Penanaman nilai-nilai sosial
e. Sebagai Pengajaran dasar-dasar Agama
f. Menciptakan kondisi yang dapat menumbuhkan inisiatif, kreativitas,
kehendak, emosi,tanggung jawab,
keterampilan dan kegiatan lain yang sesuai dengan yang ada dalam keluarga. [4]
Contoh pendidikan informal diantaranya;
·
Pendidikan budi
pekerti
·
Pendidikan
agama
·
Pendidikan
etika
·
Pendidikan
moral
·
Pendidikan sopan
santun
2. Lembaga Pendidikan Formal
Jalur pendidikan
yang dilaksanakan dalam beberapa jenjang seperti pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi.
Lembaga Pendidikan Formal
adalah apabila dalam pendidikan tersebut diadakan di tempat teratur, sisitematis, mempunyai perpanjangan dan dalam kurun waktu tertentu, berlangsun mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, dan dilaksanakan berdasarkan aturan resmi yang telah ditetapkan.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang secara resmi menyelenggarakan kegiatan pembelajaran secaras istematis, terencana,
sengaja, dan terarah yang dilakukan oleh pendidik yang
professional dengan program yang dituangkan kedalam kurikulum tertentu dan diikuti oleh peserta didik pada setiap jenjang tertentu.
Tanggung jawab sekolah terhadap proses
pendidikan
a.
Tanggung jawab formal
kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan
yang berlaku (UUSPN nomor 20/2003
b.
Tanggung jawab keilmuan beradasarkan bentuk, isi, dan tujuan sertai jenjang pendidikan yang
dipercayakan kepadanya oleh masyarakat.
c.
Tanggung jawab fungsional[5]
Contoh
lembaga pendidikan formal
·
Sekolah Dasar
(SD)
·
Sekolah
Menengah Pertama (SMP)
·
Sekolah Menegah
Atas (SMA)
·
Perguruan
Tinggi (PT)
3. Pendidikan
Non Formal
Yaitu pendidikan yang diselenggarakan bagi warga masyarakat
yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Menurut Longworth pendidikan pada dasarnya merupakan kegiatan seumur hidup, (lifelong learning) yang diwujudkan dalam 3 kategori dasar institusi pembelajaran yaitu pembelajaran
formal, pembelajaran nonformal dan pembelajaran informal. Ketiga institusi tersebut bersifat sinergis dan sama pentingnya mempengaruhi kehidupan manusia.
a. Karakteristik Pendidikan Nonformal
Menurut UU Nomor 20 tahun 2003
tentang 26,
lembaga pendidikan nonformal memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Di selenggarakan bagi warga masyarkat
yang membutuhkan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah atau pelengkap pendidikan
formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
2. Berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan dan penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian
professional.
3. Meliputi pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja.
4. Terdiri atas lembaga kursus,
lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, majelista’lim dan satuan pendidikan yang sejinis lainnya.
5. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat
yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri profesi,
kerja atau melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.
6. Hasil pendidikan
formal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses
penyetaran oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
b. Metode Pembelajaran atau Pelatihan
1. Berbasis komunikasi
Yaitu bersifat interaktif,
melaksanakan dialog dan mediasi
2. Berbasis aktivitas
Yaitu metode pembelajaran
yang didasarkan pada pengalaman, praktik dan percobaan.
3. Berfokus secara social
Yaitu kebersamaan, tim kerja dan jalinan kerjasama.
4. Mengarahkan diripada pengembangan
Yaitu pada kreativitas,
penemuan dan tanggungjawab.
c. Ciri Esensial Pendidikan Nonformal
1. Adanya keseimbangan dan interaksi
yang berimbang antara dimensi pembelajaran pada aspek kognitif, afektif dan prakteknya
2. Menghubungakan antara pembelajaran individu dan sosial,
berorientasi pada solidaritas kebersamaan
3. Bersifat partisipatoris dan berpusat pada peserta didik
4. Berorientasi pada tujuan dan
proses yang bersifat menyeluruh
5. Memiliki kepedulian dan kedekatan dengan kenyataan hidup sehari-hari,
memberikan pengalaman dan diarahkan pada pembelajaran dengan menggunakan praktik,
penggunaan pertukaran antar budaya, dan menggunakannya sebagai perangkat pembelajaran
6. Bersifat sukarela dani dealnya memiliki akses
yang bersifat terbuka
7. Tujuan diatas segalanya yaitu untuk mengembangkan dan menerapkan nilai-nilai kehidupan demokratis
d. Macam-macam Pendidikan Nonformal
Menurut pasal
4, focus programnya berbeda-beda, antara lain:
1. Lembaga Kursus danPelatihan
(LKP)
Di selenggarakan bagi masyarakat
yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri profesi,
kerja atau melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.
2. Kelompok Belajar
Dapat menyelenggarkan program pendidikan keaksaraan,
pendidikan hidup, pendidikan pemberdayaan perempuan danp engembangan budaya baca.
3. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM)
Meliputi pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja.
4. Majelis Ta’lim
Contohnya dengan mendirikan program
pendidikan keagamaan Islam.
5. Rumah Pintar
Untuk mendirikan pendidikan anak usia dini,
pendidikan keaksaraan, kesetaraan, kecakapan hidup, peningkatan minat baca dan
lain sebagainya.
6. Balai Belajar Bersama
7. Lembaga Bimbingan Belajar
Seperti halnya pendidikan peningkatan kompeten ademik.[6]
C. Lembaga Pendidikan Keguruan
Lembaga pendidikan keguruan ialah wadah dilaksanakannya
proses transformasi pengetahuan dan budaya atau peradaban yang akan membina ,
mempersiapkan, dan menghasilkan guru yang profesional. Di indonesia lembaga
pendidikan guru ini dikenal dengan nama lengkap Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK).
Pentingnya pendidikan guru dalam menghasilkan guru yang
berkualitas bukan hanya terjadi di Indonesia untuk meningkatkan mutu guru,
antara lain: menetapkan kualifikasi guru sekurang-kurangnya strata 1 (sarjana).
Perhatian pemerintah Indonesia terhadap kualitas guru semakin meningkat,
sejalan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 yang menetapkan
guru sebagai profesi. Dampak positif dari dikeluarkanya UU tersebut adalah
menempatkan institusi pendidikan guru di Indonesia menjadi salah satu program
strategis dalam upaya menghasilkan guru dari berbagai jenjang. Sejka
dikrluarkannya UU tersebut pertumbuhan LPTK di Indonesia sangat pesat. Tahun
2009 saja terdapat tidak kurang 324 LPTK yang terdiri atas 11 eks IKIP, 1 FKIP
UT, 22 FKIP Negeri, dan 209 LPTK swasta.
Perkembangan pendidikan guru di Indonesia
1.
Periode 1945-1990
Komitmen pemerintah indonesia tentang pendidikan telah
tertanam dengan kuat sejak kemerdekaan tahun 1945, yang dinyatakan sebagai
salah satu tujuan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk
mewujudkan tujuan tersebut, pemerintah
indonesia menyelenggarakan suatu sitem pendidikan guru yang telah mengalami
beberapa perubahan sampai saat ini.
Perhatian pemerintah terhadap pendidikan guru diinspirasi
oleh kenyataan bahwa sampai dengan tahun 1960 lebih dari 65 juta warga
indonesia masih buta huruf. Berdasarkan
hal itu, pemerintah merencanakan program pemberantasan buta huruf (PBH) serta
pemecah masalah melalui pemenuhan kebutuhan guru.
2.
Periode 1990-an
Bagian ini membahas perkembangan pendidikan guru di
indonesia setelah tahun 1990-an atau tepatnya sejak 2005. Kebijakan pemerintah
terkait program pendidikan guru setelah dikeluarkanya PP Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan dan ketentuan lain mengalami perubahan yang
berarti. Menurut peraturan tersebut, guru semua jenjang mulai dari taman
kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah atas dipersyaratkan untuk memiliki
kualitas akademik strata 1 atau diploma 4 sebagai upaya meningkatkan kualitas
guru, dan pada akhirnya kualitas lulusan.
Kebijakan yang menonjol pada pembaruan pendidikan guru
berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut ditandai dengan adanya
penetapan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) sebagai institusi
pendidikan yang diberi kewenangan sebagai penyelenggara pengadaan guru.
LPTK terdiri atas Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(FKIP) pada Universitas, Institut Perguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) yang
sudah berubah menjadi Universitas, dan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (STKIP).
Lingkup pendidikan keguruan agama pada lembaga meliputi Madrasah
Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Diniyah, pendidikan
guru agamaIslam baik negeri maupun swasta.
1. Madrasah
Ibtidaiyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan
pengajaran rendah serta menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata
pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30% di samping mata pelajaran umum.
2. Madrasah
Tsanawiyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan
pengajaran tingkat Menengah Pertama dan menjadikan mata pelajaran agama Islam
sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30% di samping mata
pelajaran umum.
3. Madrasah
Aaliyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan
pengajaran tingkat Menengah Atas dan menjadikan mata pelajaran agama Islam
sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30% di samping mata
pelajaran umum.
4. Madrasah Diniyah ialah lembaga pendidikan
dan pengajaran agama Islam yang berfungsi terutama untuk memenuhi hasrat orang
tua agar anak-anaknya lebih banyak mendapatkan pendidikan agama Islam. Madrasah Diniyah terdiri dari tiga tingkat yaitu
Madrasah Diniyah Awaliyah, Madrasah Diniyah wusthodan Madrasah Diniyah Ulya.
5. Pendidikan guru agama negeri untuk selanjutnya disingkat PGAN ya lembaga
pendidikan sebagai sambungan dari Madrasah Tsanawiyah atau sederajat yang
mempersiapkan siswanya untuk menjadi guru agama pada sekolah dasar,sekolah luar
biasa, guru agama atau guru pada Madrasah Ibtidaiyah, guru Raudhatul Athfal
atau Bustanul Athfal atau taman anak-anak.[7]
[1] Moh, Roqib dan Nurfuadi,
Kepribadian Guru, (Purwokerto: STAIN Press,2011), hal 75.
[2] Moh, Roqib, Ilmu
Pendidikan Islam, (Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara, 2009), hal 121.
[3] Nurfuadi, Profesionalisme
Guru, (Purwokerto: STAIN Press, 2012) hal 166-167.
[4] Nurfuadi, Profesionalisme
Guru, (Purwokerto: STAIN Press, 2012) hal 167
[5] Binti Maunah, Ilmu
Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2009) hal
[6]Sumiarti,
IlmuPendidikan, (Purwokerto: Stain Press, 2016), hal. 39-48
[7] Zakiah
daradjat, ilmu pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992)
No comments:
Post a Comment