PEMBAHASAN
A.
Pengertian I’jaz
Kata i’jaz berasal dari kata a’jaza[1]
yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Yang melemahkan disebut
mu’jiz. Sedangkan secara istilah, mukjizat adalah suatu perkara yang luar biasa
disertai dengan unsur tantantangandan tidak akan dapat ditandingi, yang
diperlihatkan Allah melalui para Nabi dan Rasul-Nya.
B.
Syarat-syarat mukjizat
Al-Shabuni mengatakan, setiap mukjizat
pasti mempunyai 5 syarat. Jika tidak memenuhi satu syarat saja, maka tidak bisa
dinamakan mukjizat. Syarat-syarat tersebut adalah:
1. Berupa sesuatu yang hanya mampu
diciptakan oleh Allah.
2. Berupa sesuatu yang aneh dan keluar
dalam hukum alam.
3. Merupakan bukti kebenaran dari pengakuan
orang yang mengaku dirinya sebagai Rasul
4. Pengakuan seorang Nabi yang menantang
dengan mukjizat tersebut.
5. Tidak seorang pun yang mampu menciptakan
mukjizat yang serupa sebagai tandingan.[2]
C.
Macam-macam Mukjizat
Al-Suyuthi membagi mukjizat menjadi dua
macam yaitu mukjizat hissiyah dan mukjizat aqliyah. Mukjizat hissiyah berarti
yang bisa ditangkat oleh panca indra manusia, mukjizat aqliyah adalah mukjizat
yang hanya bisa ditangkap oleh akal atau nalar manusia.
Mukjizat-mukjizat yang diberikan pada
para Rasul sebelumnya yang kebanyakan berbenuk mukjizat hissiyah tidak kekal
dan amat terbatas dalam masanya, namun mukjizat al-Qur’an akal kekal sepanjang
zaman. Yang demikian membuktikan, bahwa al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar
sepanjang zaman.
D.
Kemukjizatan-kemukjizatan al-Qur’an
Al-Shabuni
mengemukakan segi-segi kemukjizatan al-Qur’an sebagai berikut
1. Susunannya yang indah dan berbeda dengan
karya-karya yang ada dalam bahasa orang-orang Arab.
2. Gaya bahasa yang menakjubkan yang jauh
berbeda dengan uslub-uslub bahasa Arab.
3. Sifat keagungannya yang tidak
memungkinkan seseorang untuk mendatangkan yang serupa dengannya.
4. Bentuk undang-undang di dalamnya sangat
rinci dan sempurna melebihi undang-undang buatan manusia.
5. Mengabarkan hal-hal ghaib yang tidak
dapat diketahui, kecuali melalui wahyu.
6. Uraiannya tidak ada pertentangan dengan
ilmu-ilmu pengetahuan yang dipastikan kebenarannya.
7. Setiap janji dan ancaman yang dikabarkan
benar-benar terjadi.
8. Mengandung ilmu-ilmu pengetahuan.
9. Memenuhi segala kebutuhan manusia.
10. Berpengaruh pada hati pengikutnya dan
orang-orang yang memusuhinya.[3]
E. Pendapat Ulama
Dalam ilmu kalam, terjadi perbedaan pandangan
para ulama tentang apakah al-Qur’an itu merupakan makhluk atau bukan. Hal itu
juga mendasari perbedaan pendapat mengenai mukjizat al-Qur’an. Pendapat mereka
terbagi menjadi beberapa ragam, antara lain:
1. Abu
Ishaq Ibrahim al-Nizam dan pengikutnya dari kaum Syiah berpendapat bahwa
kemukjizatan al-Qur’an adalah dengan cara shirfah. Maksudnya
ialah bahwa Allah memalingkah orang-orang arab yang menentang al-Qur’an,
padahal sebenarnya mereka mampu untuk menghadapinya. Pendapat ini merupakan
pendapat yang salah.
2. Satu
golongan ulama berpendapat bahwa al-Qurr’an itu bermukjizat dengan balaghahnya
yang mencapai tingkat tinggi dan tidak ada bandingannya dan ini adalah pendapat
ahli bahasa.
3. Sebagian
yang lain berpendapat bahwa segi kemukjizatan al-Qur’an adalah karena
mengandung badi’ yang sangat unik dan berbeda dengan apa yang
dikenal dalam perkataan orang arab pada umumnya.
4. Golongan
yang lain berpendapat bahwa al-Qur’an itu kemukjizatannya terletak pada
pemberitaannya tentang hal-hal yang ghaib, yang telah lalu dan yang akan datang
yang tidak ada seorang pun yang tahu.
5. Satu
golongan berpendapat bahwa mukjizat al-Qur’an itu terjadi karena ia mengandung
berbagai macam ilmu hikmah yang dalam.[4]
F.
Faedah pembahasan I’jaz
al-Qur’an
Diantara faidah mempelajari I’jaz
al-Qur’an adalah:
1.
Dengan mempelajari I’jaz al-Qur’an akan semakin
menambah keimanan. Bahkan, banyak juga
orang masuk islam setelah mengetahui I’jaz al-Qur’an.
2.
Dengan mempelajari I’jaz al-Qur’an akan semakin
memperkarya khazanah kailmuan.
4.
Membuktikan kebenaran al-Qur’an pada musuh-musuh
islam yang memandang remeh terhadap al-Qur’an.
G.
Tujuan I’jazul
al-Qur’an dan sejarahnya
a.
Tujuan I’jaz Qur’an
Dari
pengertian I’jaz dan mukjizat di atas, dapat diketahui bahwa tujuan I’jaz Qur’an
itu banyak, di antaranya yaitu:
-
Membuktikan bahwa nabi Muhammad SAW yang membawa
mukjizat kitab al-Qur’an itu benar-benar seorang Nabi/Rasul Allah. Beliau
diutus untuk menyampaikan ajaran-ajaran Allah SWT kepada umat manusia dan untuk
mencanangkan tantangan supaya menandingi al-Qur’an kepada mereka yang ingkar.
-
Membuktikan bahwa kitab al-Qur’an itu adalah
benar-benar wahyu Allah SWT, bukan buatan Malaikat Jibril dan bukan bukan Nabi
Muhammad SAW. Sebab, seandainya kitab al-Qur’an itu buatan Nabi Muhammad yang
seorang ummi ( tidak pandai menulis dan membaca ), tentu pujangga-pujangga Arab
yang professional, dimana mereka tidak hanya pandai menulis dan membaca tetapi
juga ahli dalam sastra, gramatika Bahasa arab, dan balaghahnya akan bisa
membuat seperti al-Qur’an. Kenyataannya, mereka tidak bisa membuat tandingan
seperti al-Qur’an, sehingga jelaslah bahwa al-Qur’an itu bukan buatan manusia.
-
Menunjukan kelemahan mutu satra dan balaghah bahasan
manusia, karena terbukti pakar-pakar pujangga sastra dan seni bahasa Arab tidak
ada yang mampu mendatangkan kitab tandingan yang sama al-Qur’an, yang telah
ditantangkan kepada mereka dalam berbagai tingkat dan bagian al-Qur’an.
-
Menunjukkan kelemahan daya upaya dan rekayasa umat
manusia yang tidak sebanding dengan keangkuhan dan kesombongannya. Mereka
ingkar tidak mau beriman mempercayai kewahyuan al-Qur’an dan sombong tidak mau
menerima kitab suci itu. Mereka menuduh bahwa kitab itu hasil lamunan atau
bantuan Nabi Muhammad sendiri. Kenyataannya, para pujangga sastra Arab tidak
mampu membuat tandingan yang seperti al-Qur’an itu, walaupun hanya satu ayat[6]
b.
Sejarah ilmu I’jaz Qur’an
Ada ulama yang berpendapat, orang yang kali pertama
menulis I’jaz Qur’an ialah Abu Ubaidah (wafat 208 H) daam kitab Majazul Qur’an.
Lalu diusul oleh Al-Fara (wafat 207 H) yang menulis kitab Ma’anil Qur’an.
Kemudian disusul Ibnu Quthaibah yang mengarang kitab Ta’wilu Musykilil Qur’an.
Pernyataan
tersebut dibantah Abd. Qohir Al-Jurjanydalam kitabnya Dalailul I’jaz, bahwa
semua kitab tersebut di atas bukan ilmu I’jaz Qur’an, melainkan sesuai dengan
nama judul-judulnya itu.
Menurut Dr.Shubhi Ash-Sholeh dalam
kitabnya Mabahis Fi Ulumil Qur’an, bahwa orang yang kali pertama membicarakan
I,jazil Qur’an adalah Imam Al-Jahidh
(wafat 255 H), ditulis dalam kitab Nuzhumul Qur’an. Hal ini seperti
diisyaratkan dalam kitabnya yang lain, Al-Hayawan. Lalu disusul Muhammad bin
Zaid Al-Wasithy (wafat 306 H). dalam kitab I’jaz Qur’an, yang banyak mengutip
isi kitab Al-Jahidh tersebut di atas. Kemudian dilanjutkan Imam Ar-Rumany
(wafat 384 H). dalam kitab Al-I’jaz, yang isinya mengupas segi-segi
kemukjizatan al-qur’an. Lalu disusul oleh Al-Qadhi Abu Bakar Al-Baqillany
(wafat 404 H) dalam kitab I’jazil Qur’an, yang isinya mengupas segi-segi
kebalaghahan al-quran, di samping segi-segi kemukjizatannya, kitab ini sangat
popular, kemudian disusul Abd. Qohir Al-Jurjany (wafat 471 H) dalam kitan
Dala’ilul I’jaz dan Asrarul Balaghah.
Para pujangga modern seperti Mushthofa
Shodiq Ar-Rofi’y menulis tentang ilmu ini dalam kitab Tarikhul Adabil Arabi dan
Prof. Dr. Sayyid Quthub dalam buku At-Tashwirul Fanni Fil Qur’an dan
At-ta’bitul fil qur’an.[7]
[1] Muhammad Gufron, M.Pd,,Ulumul Qur’an,hlm 59
[2] Muhammad Gufron, M.Pd, Ulumul Qur’an, hlm 60
[3] Muhammad Gufron, M.Pd, Ulumul Qur’an, hlm 61
[4]
http://makalah2107.blogspot.com/2016/07/makalah-ijaz-kemukjizatan-al-quran.html?m=1
[5] Muhammad Gufron, M.Pd, Ulumul Qur’an, hlm 62
[6] Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A, Ulumul Qur’an, hlm 270
[7] Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A, Ulumul Qur’an, hlm 271
No comments:
Post a Comment