PEMBAHASAN
A. Pengertian Jual Beli
·
Jual beli berasal dari kata باع – يبيع – بيعا artinya tukar menukar sesuatu dengan sesuatu. Menurut istilah jual
beli adalah suatu transaksi tukar menukar barang atau harta yang mengakibatkan
pemindahan hak milik sesuai dengan syarat dan rukun tertentu.[1] Jual beli menurut bahasa artinya pertukaran atau saling menukar.
Sedangkan menurut pengertian fikih, jual beli adalah menukar suatu barang dengan
barang lain yang sebanding. Jual beli menurut bahasa artinya menukar sesuatu
dengan sesuatu, sedang menurut syara’ artinya menukar harta dengan harta
menurut cara-cara tertentu (‘aqad).[2] Setelah jual beli dilakukan secara sah, barang yang dijual menjadi
milik pembeli sedangkan uang yang dibayarkan pembeli sebagai pengganti harga
barang, menjadi milik penjual.
·
Suatu ketika Rasulullah Muhammad Saw. ditanya oleh seorang sahabat
tentang pekerjaan yang paling baik. Beliau menjawab, pekerjaan terbaik adalah
pekerjaan yang dilakukan dengan tangannya sendiri dan jual beli yang dilakukan
dengan baik.
·
Jual beli hendaknya dilakukan oleh pedagang yang mengerti ilmu
fiqih. Hal ini untuk menghindari terjadinya penipuan dari ke dua belah pihak.
Khalifah Umar bin Khattab, sangat memperhatikan jual beli yang terjadi di
pasar. Beliau mengusir pedagang yang tidak memiliki pengetahuan ilmu fiqih
karena takut jual beli yang dilakukan tidak sesuai dengan hukum Islam.
·
Pada masa sekarang, cara melakukan jual beli mengalami
perkembangan. Di pasar swalayan ataupun mall, para pembeli dapat memilih dan
mengambil barang yang dibutuhkan tanpa berhadapan dengan penjual. Pernyataan
penjual (ijab) diwujudkan dalam daftar harga barang atau label harga pada
barang yang dijual sedangkan pernyataan pembeli (Qabul) berupa tindakan pembeli
membayar barang-barang yang diambilnya.[3]
·
B. Hukum Jual Beli
·
Jual beli sudah ada sejak zaman dahulu, walaupun bentuknya berbeda.
Jual beli juga dibenarkan dan berlaku
sejak zaman Rasulullah Saw. sampai sekarang. Jual beli mengalami perkembangan
seiring pemikiran dan pemenuhan kebutuhan manusia. Macam-macam Jual beli yang
diterapkan di masyarakat zaman sekarang
ini di antaranya adalah:
1. Jual beli barter (tukar menukar
barang dengan barang)
2. Money changer (pertukaran mata uang)
3. Jual beli kontan (langsung dibayar
tunai)
4. Jual beli dengan cara mengangsur
(kredit)
5. Jual beli dengan cara lelang
(ditawarkan kepada masyarakat umum untuk mendapat harga tertinggi).
·
Berbagai macam jual beli tersebut harus dilakukan sesuai hukum jual
beli dalam agama Islam. Hukum asal jual beli adalah mubah (boleh). Allah
Swt. telah menghalalkan praktik jual
beli sesuai ketentuan dan syari’at-Nya.[4]
Dalam Surah al-Baqarah ayat 275 Allah Swt. berfirman :
·
وَأَحَلَّ
اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ
·
Artinya : … Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba … (QS. Al-Baqarah
[2]:275)
·
Jual beli yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan syariat
agama Islam. Prinsip jual beli dalam Islam, tidak boleh merugikan salah satu
pihak, baik penjual ataupun pembeli. Jual beli harus dilakukan atas dasar suka
sama suka antar penjual dan pembeli, bukan karena paksaan. Hal ini dijelaskan
oleh Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 29
·
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً
عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ
·
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan
harta sesamamu dengan jalan batil
melainkan dengan jalan jual beli suka sama suka di antara kamu.” (QS. An-Nisa
[4]:29)
·
Dalam
sebuah hadis Rasulullah Saw. bersabda:
·
ﹶ
ﺍﻟﹾﺒﹶﻴﹾﻊﹸ ﻋﹶﻦﹾ ﺗﹶﺮﹶﺍﺽﹴ . ﱠ ﺍﷲﹶ ﻋﹶﻠﹶﻴﹾﻪﹺ ﻭﹶﺳﹶﻠﱠﻢﹶ ﺍﹺﻧﱠﲈ ﹸ ﺍﷲﹺ
ﺻﹶﲆ ﹸ : ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺭﹶﺳﹸﻮﹾﻝ ﹺ ﺳﹶﻌﹺﻴﹾﺪﹺ ﺍﳋﹾﹸﺪﹾﺭﹺﻱﱢ ﻳﹶﻘﹸﻮﹾﻝ ﻋﹶﻦﹾ ﺃﹶﰊ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ
·
Artinya : Dari Abi Sa’id
al-Khudri berkata, Rasulullah Saw. bersabda: sesungguhnya jual beli itu didasarkan atas saling
meridai.(HR. Ibnu Maajah).
·
Hukum jual beli ada 4 macam, yaitu:
1.
Mubah (boleh), merupakan hukum asal jual beli.
2.
Wajib, apabila menjual merupakan keharusan, misalnya menjual barang
untuk membayar hutang.
3.
Sunah, misalnya menjual barang kepada sahabat atau orang yang
sangat memerlukan barang yang dijual.
4.
Haram, misalnya menjual barang yang dilarang untuk diperjual
belikan. Menjual barang untuk maksiat, jual beli untuk menyakiti seseorang,
jual beli untuk merusak harga pasar, dan jual beli dengan tujuan merusak
ketentraman masyarakat.[5]
C. Rukun Jual Beli
Jual beli
dinyatakan sah apabila memenuhi rukun dan syarat jual beli. Rukun jual beli
berarti sesuatu yang harus ada dalam jual beli. Apabila salah satu rukun jual
beli tidak terpenuhi, maka jual beli tidak dapat dilakukan.
a.
Bai’ (penjual)
b.
Mustari (pembeli)
c.
Shighat (ijab dan qabul)
d.
Ma’qud ‘alaih (benda atau barang).
D. Syarat Sah Jual Beli
·
Jual beli dikatakan sah, apabila memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan. Persyaratan itu untuk menghindari timbulnya perselisihan antara
penjual dan pembeli akibat adanya kecurangan dalam jual beli. Bentuk kecurangan
dalam jual beli misalnya dengan mengurangi timbangan, mencampur barang yang
berkualitas baik dengan barang yang berkualitas lebih rendah kemudian dijual dengan harga barang yang
berkualitas baik. Rasulullah saw. melarang jual beli yang mengandung unsur
tipuan. Oleh karena itu seorang pedagang dituntut untuk berlaku jujur dalam
menjual dagangannya.
·
Adapun syarat sah jual beli adalah sebagai berikut:
1. Penjual dan pembeli
a.
Jual beli dilakukan oleh orang yang berakal agar tidak tertipu
dalam jual beli. Allah Swt.berfirman dalam QS. An-Nisaa’ (4):5:
·
وَلَا
تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا
وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا
·
Artinya: Dan janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum
sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan
Allah sebagai pokok kehidupanmu.(Q.S An-Nisaa’[4]:5)
b.
Jual beli dilakukan atas kemauan sendiri (tidak dipaksa). Dalam
Surah AnNisaa’ ayat 29 Allah berfirman
·
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً
عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
بِكُمْ رَحِيمًا
·
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar) kecuali dalam
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. (QS. An-Nisa
[4]:29)
c.
Penjual dan pembeli sudah baligh atau dewasa, akan tetapi anak-anak
yang belum baligh dibolehkan melakukan
jual beli untuk barang-barang yang bernilai kecil, misalnya jual beli buku dan
koran.
2. Syarat-syarat barang yang dijual
a. Keadaan barang suci atau dapat
disucikan.
b. Barang yang dijual memiliki manfaat.
c. Barang yang dijual adalah milik
penjual atau milik orang lain yang dipercayakan kepadanya untuk dijual.
·
Rasulullah bersabda:
·
ﹶ ﲤﹸﹾﻠﹺﻚﹸ) ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ( ﱠ ﻓﹺﻴﹾﲈ ﹶ ﺑﹶﻴﹾﻊﹶ ﺍﹺﻻ ﻻ
·
Artinya: Tidak Sah jual beli kecuali pada barang yang dimiliki.
(HR. Abu Daud dari Amr bin Syu’aib).
d. Barang yang dijual dapat
diserahterimakan sehingga tidak terjadi penipuan dalam jual beli.
e. Barang yang dijual dapat diketahui
dengan jelas baik ukuran, bentuk, sifat dan bentuknya oleh penjual dan pembeli.
3. Ijab Qabul
·
Ijab adalah pernyataan
penjual barang sedangkan Qabul adalah perkataan pembeli barang. Dengan
demikian, Ijab Qabul merupakan kesepakatan antara penjual dan pembeli atas
dasar suka sama suka. Ijab dan Qabul dikatakan sah apabila memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. Qabul harus sesuai dengan ijab.
b. Ada kesepakatan antara ijab dengan
Qabul pada barang yang ditentukan mengenai ukuran dan harganya.
c. Akad tidak dikaitkan dengan sesuatu
yang tidak ada hubungannya dengan akad, misalnya: “Buku ini akan saya jual kepadamu
Rp 10.000,00 jika saya menemukan uang”.
d. Akad tidak boleh berselang lama,
karena hal itu masih berupa janji.
E. Pengertian Pinjam Meminjam
·
Pinjam meminjam dalam istilah fikih disebut ‘ariyah. ‘Ariyah berasal
dari bahasa Arab yang artinya pinjaman. ‘Ariyah adalah pemberian manfaat suatu
benda yang halal dari seseorang kepada orang lain tanpa mengharap imbalan
dengan tidak mengurangi atau merusak barang dan nantinya akan dikembalikan
secara utuh, tepat
pada waktunya.
·
Semua benda yang bisa diambil manfaatnya dapat dipinjam atau
dipinjamkan. Peminjam harus menjaga barang tersebut agar tidak rusak, atau
hilang. Peminjam hanya boleh mengambil manfaat dari barang yang dipinjam.
Sebagai bentuk tolong menolong, pinjam meminjam merupakan bentuk pertolongan
kepada orang yang sangat membutuhkan suatu barang.
·
Pinjam meminjam dalam kehidupan sehari-hari dapat menjalin tali
silaturrahim, menumbuhkan rasa saling membutuhkan, saling menghormati, dan
saling mengasihi. Oleh karena itu, pinjam meminjam harus dilandasi dengan
semangat dan nilai-nilai ajaran Islam.
·
Allah Swt. memberikan tuntunan, agar pinjam meminjam dicatat dengan
teliti mengenai syaratnya, waktu pengembaliannya, cicilannya, jaminannya, dan
bagaimana penyelesaiannya jika terjadi permasalahan. Hal ini semata-mata untuk
memberikan kenyamanan dan keamanan kepada pemilik barang dan peminjam. Namun
kenyataannya kita terkadang mengabaikan hal tersebut karena alasan sudah saling
kenal dengan peminjam, masih saudara, tetangga dekat, atau nilai barang tidak
seberapa. Padahal pencatatan itu sebenarnya untuk menghindari terjadinya
masalah di kemudian hari. Sebagaimana firman Allah dalam al-Quran Surah
Al-Maidah ayat 2:
·
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ
وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا
اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
·
Artinya: … Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan
permusuhan …. (QS. Al-Maidah [5]:2)
·
Sering kita mendengar berita di televisi tentang penggelapan barang
pinjaman, penyalahgunaan barang pinjaman, dan pertengkaran karena masalah
pinjam meminjam uang yang kadang berakibat kematian seseorang. Oleh karena itu,
mulai sekarang kita harus melakukan pencatatan urusan pinjam meminjam, termasuk
saksi dan perjanjiannya apabila barang yang dipinjam memiliki nilai jual yang
tinggi. Sebaiknya dalam urusan pinjam meminjam itu ada orang yang meminjam,
orang yang meminjamkan, dan saksi.
·
·
F. Hukum Pinjam Meminjam
·
Hukum asal meminjamkan sesuatu kepada orang lain adalah sunah
karena menolong orang lain, tetapi bisa berubah menjadi wajib maupun haram.
1.
Wajib: apabila meminjamkan sesuatu kepada orang lain yang sangat
membutuhkan. Misalnya meminjamkan mobil
untuk mengantar orang sakit keras ke rumah sakit.
2.
Haram: apabila meminjamkan barang untuk melakukan perbuatan maksiat
atau perbuatan yang dapat merugikan orang lain. Misalnya meminjamkan uang untuk
beli minuman keras, atau meminjamkan pisau untu berkelahi atau meminjamkan
mobil untuk melakukan perampokan.
G. Rukun dan Syarat Pinjam Meminjam
·
Adapun rukun dan syarat pinjam meminjam adalah sebagai berikut :
1.
Orang yang meminjamkan (musta’ir), syaratnya:
a. Baligh
b. Berakal
c. Bukan pemboros
d. Tidak dipaksa
2.
Orang yang meminjam (mu’ir), syaratnya:
a. Baligh
b. Berakal
c. Bukan pemboros
3.
Barang yang dipinjam (musta’ar), syaratnya:
a. Memiliki manfaat dan dapat
dimanfaatkan untuk suatu keperluan
b. Barang pinjaman tidak rusak waktu dikembalikan
4.
Ijab Qobul, syaratnya:
a. Lafal ijab dan qobul dapat
dimengerti oleh kedua belah pihak
b. Lafal ijab dilanjutkan dengan qobul
H. Kewajiban Pinjam Meminjam
·
Apabila meminjam barang dari orang lain, maka kita boleh mengambil
manfaat dari barang pinjaman tersebut sesuai kesepakatan. Misalnya kalian
meminjam pensil atau buku kepada teman, setelah selesai digunakan, maka barang
pinjaman itu harus dikembalikan. Agar pinjam meminjam dapat bermanfaat dan
membawa kebaikan bagi kedua belah pihak maka peminjam berkewajiban:
1.
Menjaga barang pinjaman dengan baik.
2.
Memanfaatkan barang sesuai dengan perjanjian tanpa merusaknya.
3.
Tidak meminjamkan barang pinjaman pada orang lain, kecuali mendapat
izin dari pemilik barang.
4.
Apabila barang pinjaman rusak, peminjam wajib memperbaiki atau menggantinya.
5.
Apabila barang pinjaman memerlukan ongkos angkutan atau biaya
perawatan, maka biaya tersebut ditanggung oleh peminjam.
I.
Ikhlas Meminjamkan Barang
·
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk sosial, artinya
makhluk yang membutuhkan saling tolong menolong satu dengan lainnya. Diantara
prakteknya adalah meminjamkan barang kepada orang yang membutuhkan. Sebagaimana
firman Allah dalam QS. Al-Maidah ayat 2:
·
٢...ِۚنَٰوۡدُعۡٱلَ وِمۡثِۡ ٱل
ََ ْواُنَاوَعَ ت َ َ و ٰۖ ىَوۡقَّٱلَ
وِِّبۡ ٱل ََ ْواُنَاوَعَتَو
Artinya: … Dan tolong menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat
dosa dan permusuhan …. (QS. Al-Maidah [5]:2)
[1] M.Khamzah dkk,
Modul Hikmah Membina Kreatifitas dan
Prestasi, (Purwokerto : Arifandani), hlm.15.
[2] Moh
Rifa’i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, (Semarang : Thoha Putra), 1978, hlm.
402.
[3] M.Khamzah dkk,
Modul Hikmah Membina Kreatifitas dan
Prestasi, (Purwokerto : Arifandani), hlm. 69-70.
[5] Ibid, hlm. 74.
[6] Rahmat
Syafe’i, Fiqih Muamalah untuk UIN,STAIN, PTANIS, dan Umum, (Bandung :
Pustaka Setia), 2006, hlm. 765.